Bab 3 | Kecelakaan

120 14 120
                                    

Menyedihkan, itulah yang Annisa rasakan saat ini. Ia menatap kedua jenazah yang ada di depannya. Keduanya adalah orang tua Annisa. Gadis berkerudung itu pun menjadi yatim piatu di waktu yang bersamaan.

Sebuah kecelakaan maut di kota Jakarta telah terjadi. Sebuah mobil truk mengalami rem blong sehingga kehilangan kendali. Hal itu membuat sopir membelok ke kiri untuk menghindari kecelakaan yang lebih besar. Malangnya ada sebuah motor yang dikendarai suami dan istri yang ada di sampingnya. Kecelakaan terjadi dan musibah pun tak bisa dielakkan. Keduanya pun dilarikan ke rumah sakit. Namun, terlambat nyawa keduanya sudah tiada dan kebetulan keduanya adalah ayah dan ibu Annisa.

"Ayah, Ibu, jangan tinggalkan aku," ucap Annisa sambil menangis. Air matanya tak bisa dia tahan. Annisa tidak bisa percaya ibu dan ayahnya kini telah meninggal dunia.

"Sudah, jangan menangis. Ini ujian dari Allah. Semuanya milik Allah. Kita diperintahkan untuk bersabar dengan ujian yang diberikan," ucap Joko menenangkan keponakannya. Namun, tampak usahanya sia-sia mengingat cinta Annisa kepada kedua orang tuanya begitu besar.

"Allah boleh ambil nyawaku, Paman. Namun, jangan ambil nyawa Ayah dan Ibuku. Aku tak sanggup Paman. Enggak sanggup," ucap Annisa menangis meronta-ronta.

"Sabar Annisa. Semua pasti ada hikmahnya. Allah itu sayang kepada hamba-Nya. Mungkin ini sudah menjadi takdir Allah yang harus kamu terima."

Annisa sesenggukan. Dia pun mencoba menghapus air matanya. Gadis itu sadar ini sudah ketetapan Allah yang harus dia terima.

Ini adalah hari yang berat bagi Annisa. Gadis itu mendapat kabar dari rumah sakit melalui kartu identitas milik orang tuanya. Annisa pun datang bersama Pamannya, Joko untuk ke rumah sakit. Annisa dan Joko ternyata datang segera ke rumah sakit hanya untuk mengantar sang jenazah ke rumah untuk dikuburkan.

Kedua jenazah itu pun dibawa oleh mobil jenazah. Mobil pun menuju ke rumah Annisa. Gadis ini pun hanya bisa berpasrah kepada Tuhan yang menakdirkan segalanya.

Hari pun menjelang Maghrib. Alunan azan berkumandang dari tiap masjid dan kebetulan mobil pun sampai di rumah Annisa di saat yang sama. Jenazah pun dikeluarkan dari mobil dan ditaruh di ruang tamu.

"Annisa, kamu sholat, ya. Paman juga mau ke masjid," ucap Joko mencoba menasihati keponakannya.

"Baiklah Paman," ucap Annisa lemah.

"Bagus itu. Sesedih apa pun jangan pernah lupa kewajiban kita untuk menyembah Allah. Siapa tahu itu bikin kamu tenang."

Annisa pun mengangguk. Dengan segera Annisa pun masuk ke kamar mandi untuk mengambil wudu. Air menyentuh kulit Annisa. Dinginnya air membuat gadis itu sedikit tenang.

Setelah selesai Annisa pun salat di kamarnya. Dia pun memakai mukena dan sajadah pun digelar. Gerakan shalat pun tercipta dan di saat sujud gadis itu sengaja meletakkan dahinya jauh lebih lama dari biasanya. Sungguh hal itu benar-benar membuat hari Annisa menjadi lebih tenang.

Annisa pun akhirnya mengucapkan salam. Gadis itu benar-benar menyelesaikan shalat Maghribnya. Annisa pun menengadah dan mengangkat kedua tangannya untuk berdoa.

"Ya, Allah. Engkau telah memanggil kedua orang tuaku dan kini aku sendiri," ucap Annisa berdoa kepada Tuhan-Nya. "Ya Allah, sungguh aku khawatir Pamanku tidak bisa terus-menerus mengurusiku. Maka, berikanlah aku perlindungan dari-Mu. Kabulkan doaku dan aku yakin hanya Engkaulah yang mampu mengabulkan segala permintaanku. Sungguh Engkaulah sebaik-baik pelindung."

***

Annisa dan Joko segera mengurus segala keperluan untuk mengurus kedua jenazah. Berita kematian pun disiarkan di masjid dekat Annisa tinggal agar tetangga bisa tahu. Annisa pun sudah menghubungi pihak sekolah agar dia bisa izin untuk hari ini.

Barisan Doa Annisa [END]Where stories live. Discover now