Hallo, bestie :)
4,7k words, nih. Aduh.
Masa notifnya gak dijebolin? Yuk berparagraf di komen, hihi 😊
Sama ituloh. Yg belum teken bintang di chapter-chapter sebelumnya juga. Boom votenya ditunggu, bestie :) masa jomplang banget? Gak boleh pilih kasih, yahhh. Biar capek sekalian. 🎉🎉
Selamat menikmati :)
*****
"Hayoloh. Baru ketemu, ya?" Erlangga mencolek pipi Dalfi. "Sama siapa, nih? Bingung, gak? Bingung, gak? Bingung, dong!"
Ekspresi wajah Dalfi langsung berubah dari bingung menjadi tersakiti. Sorot matanya memelas. Bibirnya bahkan sudah melengkung ke bawah, tanda bahwa ia akan menangis gara-gara digoda oleh Erlangga.
"Aduh, aduh. Omnya nakal, ya? Nanti Bune marahi. Dalfi aman, Sayang. Cup.... Cup." Tita mencoba menenangkan cucunya. Akan tetapi, ekspresi Dalfi semakin berkerut dengan wajah yang mulai memerah. Sepertinya, balita itu ketakutan karena tidak ada mamanya di sana.
"Dalfi. Sama Eyang, mau?" Dani menawarkan untuk menggendong, tetapi Dalfi malah memberingsut tak mau.
"Hayoloh, Abang! Diamuk Bang Dami sama Kak Zel." Erika menakut-nakuti. "Baru ketemu ponakan udah dibikin nangis aja, sih!"
"E-eh.... Gue gak ngapa-ngapain. Papa, tuh...!" Erlangga memberengut gugup. Namun, ucapannya justru membuat Dani mendelik tajam hingga Erlangga meringis sendiri.
Mau tak mau, dia pun harus mencoba memperbaiki kesalahannya pada Dalfi. "H-hei, jangan nangis, ya? Nanti Om bangunin rumah-rumahan, mau?"
Lengkungan di bibir Dalfi malah semakin dalam, membuat Erlangga panik. Siaga 101!
"Eh, liat, nih. Wajah gemoy! Ululululu...." Erlangga mulai kelimpungan, dirinya mendekati Dalfi dan berusaha membuat wajah konyol agar tidak kena amuk abangnya.
Tahu apa yang Erlangga dapat sebagai balasan?
"Ha-pbrrt!"
Dalfi tiba-tiba bersin dan memuncratkan air liurnya di seluruh wajah Erlangga, lantas mulai menangis. Beberapa orang yang melihatnya menahan tawa sementara Erlangga masih menutup mata dan cemberut. Ekspresinya wajahnya seolah menggambarkan kata-kata:
'Et dah, Tong. Dasar kagak ada ahlak!'
Seolah mendukung sang adik, tiba-tiba Dalfa juga ikutan menangis di pangkuan Papa Adi. Membuat seisi rumah menjadi ramai oleh tangisan balita. Susah payah nenek, kakek, om, dan tante mereka mencoba menenangkan, tetapi mereka malah memberontak dan ingin beranjak dari sana.
Hanya satu kata yang terucap berulang kali saat si kembar menangis.
Mama.
Mereka mencari Zelina karena belum nyaman dengan wajah-wajah baru ini.
Tak lama kemudian, Zelina datang bersama Damian yang masih menggendong Daisha. Matanya masih sedikit sembab, tetapi dia terlihat cukup stabil saat ini.
"Aduh, kenapa pada nangis jagoannya Mama?" Zelina mengambil posisi di antara dua keluarga. Dalfa dan Dalfi yang mendengar suara mamanya otomatis menoleh dan mencoba bangun dari pangkuan orang-orang asing ini, ingin menuju Zelina.
"Mamamamama...," racau Dalfi sesegukan, seolah mengomeli Zelina karena tidak ada di saat ia bangun.
"Iya. Mama di sini, Sayang." Zelina terkekeh pelan dan mengambil alih Dalfi dari mertuanya. Begitu pun Dalfa dari orang tuanya sendiri.
"Sebentar, ya, Ma, Pa. Biasa. Baru bangun, jadi agak rewel," ujar Zelina malu seraya memeluk kedua buah hatinya.
"Gak apa-apa, Zel. Mungkin karena baru ketemu juga. Mereka agak kaget," timpal Buna Tita maklum, membuat perasaan Zelina menjadi lebih nyaman. Ya... Walaupun dia tidak tahu bahwa salah satu buah hatinya telah menyebarkan virus ke wajah omnya. Kasihan Erlangga. Dia jadi harus ikut ke kamar mandi untuk cuci muka.

YOU ARE READING
Z̶e̶l̶ian 3: Definisi Sempurna
General Fiction"Bagi saya, kamu itu definisi sempurna." ***** Itulah yang dulu Damian Arka Narendra--seorang dokter bedah digestif berusia 35 tahun--sering katakan kepada mendiang istrinya. Kata-kata itu tidak pernah menjadi omong kosong belaka karena di mata Dami...