Bagian 64

780 125 90
                                    

Waktu berlalu dengan begitu cepat, liburan usai ujian pun sudah selesai.

Kini para murid yang beberapa pekan berleha leha sudah kembali sibuk dengan tugas dari guru masing masing, salah satunya adalah Rere.

Dia dan teman serta keluarga tantenya juga sudah kembali pulang ke Jakarta, pagi ini Rere berangkat ke sekolah bersama dengan Alim.

Begitu sampai mereka di sekolah, tepatnya di parkiran. Ada Rama yang juga kebetulan baru saja sampai.

"Aku duluan," pamit Rere setelah turun motor besar Alim dengan agak tergesa gesa, Rama yang melihat itu ingin mengejar Rere. Tapi, sayang. Alim lebih dulu menahan pergelangan pemuda itu.

"Lepasin tangan gue!" suruhnya sembari melirik tajam ke arah Alim.

Alim turun, dia melakukan apa yang Rama inginkan. Setelahnya Alim memasukkan tangannya ke dalam saku celana.

"Mau apa lagi lo? Bukannya lo udah nggak boleh deketin Rere lagi? Lo punya malu, kan?"

Rama membuang muka, dia tak ingin terpancing oleh comooh itu. Tapi, semakin lama Alim semakin gencar menghina dirinya.

"Cowok pengecut kayak lo nggak pantes deket deket sama cewek sekuat dia," tambahnya sukses membuat Rama mengepalkan tangannya.

"Gue nggak ada urusan sama lo, harusnya lo nggak ikut campur masalah ini," balas Rama masih bisa tenang.

Mereka yang sejak tadi diam di parkiran terlibat perang dingin, mulai menjadi sorotan murid lain.

Tak jarang dari mereka yang baru saja datang, tak langsung masuk ke kelas. Sebab lebih asik melihat dua pemuda tampan yang sama sama sedang menahan emosi agar tak meledak.

"Gue memang nggak ada urusan sama masalah ini, tapi. Lo juga harus nyadar, sejak awal lo pun udah memutuskan buat jauhin Rere. Terus, kenapa sekarang lo kejar kejar dia lagi? Mana adek lo? Apa dia nggak larang lo buat deketin Rere?"

Alim berlagak melihat ke jok belakang Rama, tak ada Nina yang biasanya terlihat di sana. Entah ke mana perginya gadis pengganggu itu.

"Apa peduli lo soal Nina?"

"Gue nggak peduli, gue cuma nanya," sungutnya kesal.

Rama membuang napas kasar, dia melihat ke bawah beberapa detik. Setelahnya baru Rama pergi tanpa sepatah kata lagi, jika dia terus meladeni Alim.

Pasti tidak akan selesai selesai, Rama merasa dia waras. Maka, dialah yang harus mengalah.

Sepeninggalan Rama, Alim menyipitkan matanya.

"Ke mana Nina?" tanyanya entah pada siapa, walau bagaimanapun juga dulu Alim pernah sangat mencintai gadis satu itu.

***

Sementara di dalam kelasnya, Rere terdiam sesaat melihat bangkunya di urutan belakang sana.

Jujur saja dia sudah sangat tak ingin satu meja dengan Rama, itu bukan sebuah ide yang bagus. Dia hanya tak ingin nanti Nina akan berpikir yang tidak tidak tentang dirinya.

"Lo mau tukar tempat duduk?" tanya salah satu siswi yang sekelas dengannya, walau sekelas sebenarnya mereka jarang bertegur sapa.

Baru kali ini ada teman wanita yang bertanya dengan nada bersahabat pada Rere, ada apa gerangan pikirnya.

"Boleh?"

"Iyalah, gue kan udah tawarin."

Rere tersenyum simpul, tanpa banyak basa basi dia langsung duduk mana teman wanita itu biasa duduk.

Tak lama setelahnya Rama muncul dengan tatapan yang sulit diartikan, langkahnya terhenti kala melihat Rere segaja membuang muka ke arah lain.

Padahal Rama yakin tadi Rere melihat ke arahnya, entah seperti apa Rama harus bertingkah. Dia tahu dirinya salah, tapi dia tak bisa lagi menahan diri untuk bicara baik baik pada Rere.

Pelan tapi pasti, Rama mulai kembali melangkah. Matanya tak berhenti melihat Rere penuh arti, begitu sudah berhenti tepat di samping Rere.

"Re, lo masih marah?"

Tak ada jawaban, gadis itu bertingkah seperti tak ada Rama disekitarnya. Sementara teman sekelas mereka yang lain mulai memperhatikan ke duanya.

"Re?"

Rama menarik napas panjang, dia tak menyerah.

"Rere, seenggaknya lo ngomong sesuatulah, kalo lo marah. Lo ekspresikan aja sesuka lo, tapi jangan diem begini. Gue jadi nggak tau harus apa," seru Rama tegas.

Mendengar itu, Rere melirik Rama dengan tak santai. Tak perlu ditanya, dari tatapan itu saja sudah menjelaskan kalau Rere kesal.

"Kau ngomong apa, sih? Hah? Berlagak kau yang tersakiti di sini, gitu? Padahal, kan. Kau yang mau semuanya begini, kamu, kok. Yang mau jauh sama aku, kau juga yang awalnya tak peduli samaku. Tapi, sekarang apa? Ngapain kau ngomong gini, lucu kali kau jadi orang," balas Rere menggebu gebu dengan wajah yang memerah seperti kepiting rebus.

Rama menghela napas panjang, dia tersenyum tipis dengan kepala mengangguk singkat.

"Setidaknya lo masih sama, itu aja udah cukup."

Setelahnya Rama beranjak dari sana, dia menuju mejanya yang di belakang.

Melihat tingkah Rama yang aneh ini Rere mengerutkan dahinya, sialan. Padahal tadi Rama terlihat sangat ingin bicara dengannya, tapi saat gadis itu membuka suara. Rama malah pergi begitu saja, pantaskah dia begitu?

"Ishhhh, jantan bujangk!" gerutu Rere sembari mengeluarkan buku bukunya dengan tak santai.

***

Waktu istirahat tengah berlangsung, Rere didatangi oleh Vira.

Dua gadis itu tak menuju kantin hanya untuk mengisi perut, mereka malah santai di taman belakang sekolah.

Vira maupun Rere sedang dalam mood yang tak baik, tapi. Sepertinya Rere memiliki alasan jelas untuk tidak mood, namun, Vira. Kenapa dia terlihat tidak seperti biasa?

"Kenapa kau? Ditekuk aja muka kau yang jelek, tuh?" tanya Rere dibarengi dengan candaan.

"Re, hari ini Nina nggak masuk sekolah," aku Vira membagi isi otak yang sejak tadi menganggu dirinya.

Mendengar nama Nina, Rere kembali buang muka. Lebih baik dia diam daripada membicarakan sosok Nina yang menyebalkan.

"Lo nggak nanya kenapa dia nggak masuk?" tanya Vira balik kali ini dia menoleh, melihat setiap ekspresi yang Rere berikan.

Maka, dengan sangat yakin. Rere menggeleng cepat.

"Oke walau begitu gue bakal tetep kasih tau, sebenernya informasinya nggak jelas. Tapi, tadi wali kelas bilang. Katanya orang tua Nina dateng ke sekolah dan bilang kalau Nina nggak bisa masuk karena sakit," ungkapnya.

Tak ada perubahan pada ekspresi Rere, ya. Lagi pula dia tidak peduli, bersikap bodoamat adalah hal yang paling tepat untuk dilakukan kini.

"Lo nggak penasaran dia sakit apa?"

Lagi lagi Vira mengajukan pertanyaan padahal Rere tak kunjung menjawab dengan jelas.

Terdengar helaan napas berat dari Rere, karena perbincangan mereka sudah tak asik baginya. Rere bangkit, masih enggan menatap mata Nina yang memancarkan sesuatu yang tak ingin Rere lihat.

"Entahlah, Vir. Aku pun nggak penasaran kalinya sama sakitnya, biarlah mau kek mana pun dia itu bukan urusanku lagi."

***

Halo, lama nggak nyapa kalian😘

Masih ada yang nungguin ga sichh:v

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 28, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Gadis MeresahkanWhere stories live. Discover now