Mereka Memang Saudara

44.3K 2.7K 103
                                    

Hari ini Hera menghadiri banyak undangan pesta minum teh. Berita bahwa Raja Lukas sudah menghabiskan malam bersama Hera tersebar begitu cepat. Dan para wanita bangsawan itu berlomba mengundang Hera sekedar untuk memastikan.

Sungguh, entah dimanapun Hera hidup. Rasa ingin tahu seorang perempuan memang selalu menyebalkan. Hera menghela nafas. Badannya sudah pegal-pegal karena duduk terlalu lama. Setelah ini Hera ingin langsung berendam air hangat lalu tidur sampai pagi.

Setidaknya itulah rencana Hera jika saja ia tidak melihat Pangeran William berdiri sambil tersenyum lebar didepan kamarnya. Hera menatap pria itu penuh selidik. Apapun yang berkaitan dengan William pasti akan membuat Hera naik darah. Hera belum lupa saat William memfitnanya didepan Lukas dan para mentri dengan berkata bahwa Hera sedang merindukan sang suami.

"Mau apa kau berdiri dengan senyum bodohmu itu?"

"Yang Mulia..." Emma yang mendengar kalimat sarkas Hera pun menegur pelan. Hera berdecak namun tak ayal langsung memperbaiki cara bicaranya.

"Ada keperluan apa, Pangeran?"

Senyum William semakin melebar. Ia maju selangkah, meraih tangan kanan Hera dan mengecupnya membuat Hera menatapnya penasaran.

"Ayo pura-pura jadi kekasihku."

"Hah?"

William berdecak. "Ratu lupa? Ratu sudah berjanji akan bermain peran denganku. Jadi, ayo pura-pura jadi kekasihku!"

"William, jika otakmu sudah tidak waras lebih baik kau bunuh diri saja. Jangan hidup sia-sia dengan menjadi sampah masyarakat." Hera menepuk pelan bahu William. Malang sekali kerajaan ini. Dua penerusnya sama-sama berotak setengah. Hera menyesal pernah mempertanyakan hubungan darah antara Lukas dan William. Jelas-jelas mereka memang saudara.

"Ratu, bisakah kau serius?! Ini darurat!" William merengek. Wajah tampan itu merengut kesal saat Hera justru mengibaskan tangan menyuruhnya menyingkir. Hera tidak mengerti jika William sedang dalam keadaan sangat mendesak. Ia harus melakukan ini jika tidak ingin hidup sebagai arwah penasaran.

"Sudahlah, aku lelah dan ingin mandi."

"Aku bantu!"

Hera menatap William takjub.

"Wah, William. Kemarin kau mengajak Duke Antoni bermain dengan dayang, sekarang kau ingin bermain denganku? Yang benar saja, kakak-adik sama-sama menyamakanku dengan seorang pelayan rendahan." Hera menyentuh kening dan menggeleng miris.

"Aku tidak bilang begitu!"

"Kau bilang pada Duke Antoni, kenapa kau tidak mengajakku? Padahal lebih asik bermain bertiga. Aku didepan dan kau dibelakang. Kau bilang seperti itu, William."

William menggaruk lehernya kikuk. "Benarkah? Aku tidak ingat."

"Aku tidak ingat." Hera menirukan ucapan William dengan nada mencemooh.

Tanpa memperdulikan William yang ternyata mengekor dibelakang, Hera bergegas masuk kedalam kamar. Emma dan dayang lain berdiri menunggu didepan kamar. Mereka tidak berani mengganggu William yang sepertinya ingin berbicara serius dengan sang ratu.

Hera berdiri didepan cermin rias kemudian mulai melepas lapisan luar dari gaunnya. Hera melirik kearah William. Dia pikir pria kekanakan sepertinya akan memalingkan wajah ketika Hera membuka baju. Tapi ternyata William tetap menatap lurus kearah Hera. Matanya bahkan berkedip polos seperti anak lima tahun yang sedang menunggu ibunya berganti pakaian.

Hera mendengus lantas kembali mengikat jubahnya. Tiba-tiba saja Hera merasa seperti orang dewasa yang sedang merecoki otak balita dengan ajaran sesat.

"Kau ini sebenarnya kenapa?"

CRAZY LADY (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora