17.00

82.7K 12.2K 3.3K
                                    

Hai, Vren!

Absen jam berapa kamu baca part ini!!

Masih kuat gak puasanya hari ini?

Spam '01.00' dulu sebelum baca!

Jangan lupa Votenya🔥

LENGKARA berjalan masuk ke rumah setelah mengeringkan payung Masnaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

LENGKARA berjalan masuk ke rumah setelah mengeringkan payung Masnaka. Rumahnya terasa sangat sepi dan gelap—seperti biasa. Semenjak Sonya dan Nilam masuk ke dalam keluarganya, Lengkara sama sekali tak pernah merasakan hidup dalam ketenangan. Dirinya selalu diliputi masalah yang dibuat oleh orang-orang itu.

Lengkara menghela napas pelan. Gadis itu kini berdiri di depan pintu kamarnya sendiri yang terbuka. Matanya menatap datar botol kaca yang hancur berkeping-keping di atas lantai. Itu adalah botol berisi ratusan gulungan kertas yang diberikan Masnaka padanya waktu kecil.

Lengkara berjalan masuk ke kamarnya, lalu berjongkok tepat di hadapan pecahan botol kaca itu. Gadis itu menutup mata, tangannya memijat kepalanya yang terasa sangat sakit.

"Sampai kapan gue harus hidup kayak gini?" tanya gadis itu entah kepada siapa.

Ia kembali membuka mata dan melihat cermin besar di sudut ruangan yang memantulkan bayangan dirinya. Satu tangan gadis itu terulur, membuka topi di kepalanya. Dapat terlihat jelas perban yang membalut luka di pelipisnya.

"Apa di sini emang gue yang salah?" Gadis itu beralih memegang bahunya yang masih terasa sakit. "Salah gue udah hidup...."

Gadis itu mendudukkan dirinya di antara serpihan kaca itu. Sebelah tangannya beralih mengambil serpihan kaca paling besar di sana. Ia pun mengangkat serpihan itu tepat di depan wajahnya.

"Kalau gue mati... siapa yang bakalan paling sedih?"

Brak!

Suara benda jatuh dari lantai satu membuat Lengkara langsung menoleh ke arah pintu. Gadis itu dengan segera memasukkan serpihan kaca itu ke dalam saku bajunya, lalu bergegas keluar kamar.

Ia melihat beberapa orang masuk ke rumahnya dengan membawa bingkai foto berukuran besar. Gadis itu mengerutkan dahi, dan dengan cepat berjalan menuruni tangga.

Mata gadis itu membulat lebar saat melihat foto keluarganya yang terpajang di ruang keluarga diturunkan begitu saja. Orang-orang itu menggantinya dengan foto Erik, Nilam, dan Sonya.

"Apa maksud lo?!" tanya Lengkara begitu sampai di hadapan Sonya yang tengah memberi arahan ke orang-orang itu.

"Eh, Kara!" sapa Sonya sok ramah begitu melihat Lengkara.

Tangan wanita itu naik mengusap lembut kepala Lengkara. "Bagaimana luka yang kemarin? Masih sakit, kan?"

Lengkara menghempaskan tangan wanita itu dari kepalanya dengan kasar. "Siapa yang ngasih lo izin buat nurunin foto-foto keluarga gue?!"

01.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang