1. Perkenalan

142 7 1
                                    

Namaku Zara Amora, gadis berusia 16 tahun yang masih duduk di bangku kelas 10 SMA. Rambutku hitam dan panjang, kulitku berwarna sawo matang khas kulit orang Indonesia, serta tinggi badan yang tidak bisa disebut tinggi.

Karena diantara teman-teman ku, hanya akulah yang tinggi badannya paling rendah. Tubuhku sedikit berisi dan tentu saja disertai pipi chubby.

Di belakangku ada Raya Andriana, dia adalah temanku sejak SMP. Rambutnya pendek sebahu dan berwarna kecoklatan.
Tubuhnya tinggi dan tentu saja lebih tinggi daripada aku.

Lalu ada Lucy Adiba yang duduk tepat di sampingku. gadis cantik yang wajahnya seperti bule. Karena ayahnya berasal dari negara Inggris, sedangkan ibunya berasal dari Indonesia.

Tidak perlu dijelaskan lagi bagaimana kecantikannya. memiliki kulit putih bersih dan hidung mancung sudah menjadi ciri khasnya tersendiri.

Dan di sebelah Raya ada Raisa Ayudia. Dia memiliki bulu mata lentik dan bibir yang berwarna merah alami. Selain wajahnya yang cantik, dia juga memiliki suara yang indah.

Rambut milik Lucy berwarna coklat terang, sedangkan rambut milik Raisa berwarna coklat gelap.

Kami ber-empat sekolah di SMA Lentera Bangsa dan duduk di kelas X-2. Fyi SMA Lentera Bangsa terkenal sebagai tempat dimana berkumpulnya para cogan dan cecan SMA.

Tidak heran jika banyak siswa yang berlomba-lomba untuk bisa sekolah di sana. Tapi tidak semua orang bisa merasakan itu, karena biayanya yang relatif mahal serta persaingan prestasi sangatlah ketat.

SMA Lentera Bangsa menjadi salah satu sekolah paling banyak diminati di kota Jakarta.

***
Awal mula.

Ketua Panitia Masa Orientasi siswa memberi aba-aba untuk melepaskan kumpulan balon ke udar, menandakan berakhirnya masa MOS siswa baru tahun ini. Riuh teriakan dan tepuk tangan terdengar di lapangan SMA Lentera Bangsa itu. Angga si Ketua OSIS, hanya bisa menyaksikan dengan malas ketika melihat para siswi berteriak dengan suara cemprengnya.

Angga merasakan ponselnya bergetar di dalam saku kemejanya. Begitu melihat nama yang muncul di layar, ia pun melepas almamater berwarna merah gelap, yang ia pakai sepanjang acara penutupan masa MOS, dan menitipkannya kepada Agatha, si sekertaris OSIS.

Mata Agatha menyipit, menatap Angga yang berdiri di depannya. "Emang lo mau kemana?" tanyanya penasaran.

"Arya nelpon," jawab Angga mengangkat ponselnya sambil berjalan ke arah sebuah pohon yang cukup rindang untuknya berteduh. sesaat, dia menatap seorang siswi yang berdiam diri tak jauh darinya, tetapi perhatiannya segera teralih karena panggilan dari Arya.

" Halo, Ar?"

"woi, cewek ini pingsan masa. padahal nggak gue apa-apain. Lo di mana?" ceracau Arya terdengar kebingungan. Angga mencoba menebak apa yang sebenarnya sudah Arya lakukan pada seorang siswi yang dia tahu kemudian bernama Raya itu. Namun perhatiannya kembali terusik pada sosok siswi yang diperhatikannya tadi.

"Ngga?" panggil Arya.

Angga berdehem pelan, memfokuskan kembali perhatiannya kepada Arya. "Lo di UKS, kan? tanya anak PMR la, gue bukan dokter," balasnya.

"Bantuin gue, kek," kata Arya dengan gemas. "Gue nggak tahu mereka pada kemana, atau suruh aja Agatha ke sini." Di dalam UKS, Arya melirik Raya yang terbaring di ranjang. "padahal nih cewek tomboi, bisa pingsan juga ternyata."

Angga menghela napas. "Emang cewek tomboi nggak bisa pingsan?" Angga sekali lagi menatap siswi yang masih berdiri tak jauh darinya itu, dan kali ini mereka beradu pandang. Angga dengan cepat menatap ke arak yang lain.

"Eh! ayam! Gue minta bantuan lo! Gue___"

Angga mematikan sambungan ponselnya dengan cepat. kali ini ia tidak mau mendengar Arya yang terkadang memang suka berlebihan. Baru saja Angga ingin melangkah, ketika suara seorang siswi terdengar olehnya.

"Eh, eh, itu kak Angga! ternyata dia di sini. kak Angga! kita mau foto, nih!"

Zara yang sejak tadi berdiri tidak jauh dari Angga, hanya memperhatikan dengan menyipitkan mata saat melihat dua siswi berlari menghampiri Angga. Dia begeser ke kiri untuk menjauh dari adegan yang akan terjadi. Pandangan matanya tertuju pada Angga yang tentu saja sudah dia kenal sebagai ketua OSIS SMA Lentera Bangsa tempatnya bersekolah sekarang.

Meskipun Angga terlihat malas, namun dia masih mau meladeni permintaan kedua siswi itu untuk berfoto bersama. Sesekali Zara mengalihkan perhatiannya ke arah lapangan yang masih lumayan ramai. Masih ada beberapa murid yang sibuk berfoto-foto.

"kak Angga! foto dong!"

"kak Angga!"

Zara melihat segerombolan siswi datang sambil berteriak meminta foto bersama Angga. Melihat kedatangan rombongan itu, Angga langsung berlari menghindar. Zara mengerjap. Mulutnya sedikit terbuka karena tak menyangka akan menyaksikan kejadian seperti yang ada di drama TV.

"Maklumlah cogan," seorang siswi tertawa pelan tiba-tiba berdiri di samping Zara. Dia adalah teman satu gugusnya yang bernama Lucy.

"cogan sih, tapi ..." Zara menggantungkan kalimatnya, bingung meneruskan kalimatnya.

"Apa?" tanya Lucy kembali tertawa. " Lo doyan cogan, kan?" Lucy menyenggol bahu Zara pelan.

"Nggak!" sahut Zara.

kening Lucy berkerut. "Masa sih? Emang lo suka cowok jelek, ya?'"

"Ish! Nggak gitu juga kali."

"Ya udah, berarti lo malu ngaku doyan cogan."

"Terserah lo, deh," kata Zara mulai kesal. Dia melirik Lucy. cewek disampingnya itu suka sekali mengejeknya, padahal kan mereka baru kenal. " semoga kita nggak sekelas."

"semoga kita sekelas, ya Allah." Lucy tertawa.

Zara memutar bola matanya ke tempat Angga tadi berada. Tapi Angga sudah menghilang entah kemana. Mungkin dia bersembunyi menghindari rombongan siswi yang mengejarnya sambil memegang ponsel masing-masing.

"Kak Angga emang ganteng, ya?"

Zara mengangkat bahunya. "Mungkin," katanya sambil mengingat kejadian beberapa saat yang lalu. Bibirnya sedikit bergerak, ingin mengubah kata "mungkin" menjadi "iya, ganteng banget malah." Tapi, dia tidak ingin terlihat sama seperti kebanyakan siswi kelas 10 di sekolahnya itu.

Lucy tertawa lagi, "Ngomong-ngomong, yang tadi itu baru kali ini gue liat."

"yang mana?"

"cowok yang dikejar rombongan cewek di sekolahan, kayak artis aja."

Zara menyunggingkan senyum tipis, "iya gue juga," gumamnya pelan.

"Kak Angga kaget kali ya dikejar-kejar sama cewek-cewek kayak gitu "

"Mungkin." Lagi, Zara bergumam pelan. Senyum tipis masih tersungging di wajahnya.

Sebenarnya sudah beberapa hari, sejak Zara mengetahui tentang Angga, dia sudah memantau Angga dari akun media sosialnya. Bisa juga dikatakan, Zara memang kagum kepada Ketua OSIS itu. Namun, Zara merasa cukup hanya menjadi pengagum cowok itu saja. Karena biasanya untuk Zara, rasa itu tidak akan bertahan lama, hanya sampai Zara sudah memuaskan rasa penasarannya tentang sosok Angga.

***
TBC

                                                        04 April 2022

MY AMOR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang