21. Tired

570 88 30
                                    


Naraya merapatkan jaket Jeno di badannya saat dinginnya rumah sakit terasa sangat mencekam di tubuhnya. Ia mengingat bagaimana Jeno benar-benar tepat waktu menyelamatkannya yang hampir terjamah oleh lelaki-lelaki biadab beberapa jam yang lalu. Jeno bahkan berjanji akan membeli Naraya- agar gadis itu lepas dari tempat biadab itu-dengan bayaran lima kali lipat membuat lelaki-lelaki biadab itu akhirnya menyeringai puas dan meninggalkan Jeno dan Naraya hanya berdua di kamar itu.

Naraya menutup mulutnya untuk menahan isakan. Air matanya pun terus mengalir di kedua pipinya. Ia seketika merasa bersalah meminta bantuan kepada Jeno karena sekarang lelaki itu malah terbaring seakan tak terberdaya di ICU sejak 2 jam yang lalu karena Kavi dan kesalahpahamannya.

Naraya benar-benar dalang dari semua ini. Ia merasa menghancurkan hidup semua orang untuk membuat hidupnya mudah. Harusnya dia yang berada di ICU tersebut atau kalau bisa biarkan saja dia di perkosa oleh biadab-biadab itu dan setelah itu ia akan memilih mati karena bunuh diri. Paling tidak, jika hal itu terjadi, ia tidak pernah merasakan perasaan bersalah kepada Jeno. Dan Naraya sangat menyayangkan hal itu terjadi kepada Jeno.

"Berhenti nangis. Kita balik." Kavi bersuara saat Naraya masih saja menangis sejak Jeno masih di tangani di ICU dan belum ada tanda-tanda untuk keluar sejak tadi.

Kavi masih salah paham. Sekarang, dia bahkan merasa sangat kesal karena Naraya tak berhenti menangis karena Jeno. Ia benar-benar merasa di butakan oleh cemburunya dan itu membuat dia lupa bahwa Jeno-sahabatnya-sedang bertaruh nyawa karenanya.

Atau lebih tepatnya, karena cintanya kepada Naraya, dia benar-benar tak merasa bersalah atas perbuatannya kepada Jeno beberapa jam yang lalu.

Kavi berdecak karena Naraya seperti tak mengacuhkannya, ia pun menarik tangan Naraya membuat gadis itu refleks berdiri dari duduknya, "Kita balik. Jeno pantes dapetin itu semua. Dan lo gak perlu nangisin cowo yang bersikap kurang ajar sama lo!"

Naraya mengangkat kepalanya dan menepis tangan Kavi di lengannya kasar. Ia pun menatap Kavi tajam penuh dengan kebencian, "Gila! Lo bener-bener gila, Kavitalan!"

Naraya pun ingin duduk kembali tetapi Kavi dengan cepat menahannya kembali, "Naraya! Lo bego apa gimana? Dia udah ngerendahin lo dan sekarang lo masih aja nangisin cowo brengse-"

"Lo yang brengsek!" Hardik Naraya tajam, "Bukan Jeno tapi lo, Kavitalan! Sekarang lo itu adalah cowo paling brengsek di mata gue!"

Kavi menggertakkan giginya emosi, ia menatap Naraya tak kalah tajam, "Lo bener-bener bego, Naraya! Gue segini bangetnya untuk ngelindungin lo tapi lo masih aja mandang gue sebagai cowo brengsek! Lo bahkan ngebela Jeno yang berniat ngelecehin lo! Atau jangan-jangan lo keenakan main sama Jeno sampai lo jatuh cinta sama dia makanya lo bela dia walaupun dia udah kurang ajar sam-"

Plak!

Naraya menampar Kavi sadis membuat lelaki itu terdiam di tempat sambil memegangi pipinya dengan raut wajah terkejut.

"Maksud lo apa? Lo gak puas ngatain gue pelacur jam 3 pagi waktu itu? Di keadaan seperti ini, lo benar-benar masih pengen nyakitin gue dengan omongan kasar lo? Gue harus nerima omongan kasar lo itu lagi terus pura-pura gak pa-pa setiap omongan kasar yang keluar dari mulut lo itu bikin gue ngerasa semakin gak punya harga diri? Iya?" Mata Naraya memerah dengan berkaca-kaca.

"Iya." Jawab Kavi membuat Naraya melebarkan matanya dengan bibir yang bergetar, "Lo emang gak punya harga diri, Naraya! Lo benar-benar serendah itu." Mata Kavi turun ke arah dress Naraya yang minim dengan pandangan jijik.

Naraya pun tersenyum miring menyakitkan dengan air mata yang tiba-tiba menetes kembali. Ia menutup wajahnya sebentar sebelum kembali menatap Kavi dengan wajah yang basah penuh air mata.

I OWE YOUWhere stories live. Discover now