Episode 1

47 4 0
                                    


"Sebelum kamu pergi sekolah, jemurin dulu baju-baju mama di mesin cuci!"

"Baik ma." Jawab Dai singkat, lalu mengurungkan niatnya memakai sepatu.

"Ingat, peras sampai kering, Mama sengaja nggak keringin langsung, hemat listrik." Dai lagi lagi hanya mengangguk.

Bega dan Bidu adalah orang tua angkat Dai yang merawatnya sejak 10 tahun lalu. Sewaktu memutuskan Dai sebagai anak yang terpilih untuk diadopsi, pasangan itu sangat bahagia, menurut Bega saat pertama kali bertemu anak laki-laki ini , Dai bagai anak malaikat. Terlihat bijaksana juga rupawan,meskipun umurnya baru 5 tahun saat itu

"Dai akan hidup bahagia sama mama Bega, semua yang kamu mau, dalam sedetik mama akan kabulkan." Begitu janji manis yang diucap Bega, saat Dai menginjakkan kaki di rumah barunya 11 tahun yang lalu.

Dengan tergesa, Dai melakukan sesuatu yang tidak biasa,baju-baju itu akan langsung kering saat menyentuh tangannya. Ia menyadari keanehan ini sejak Dai berumur 7 tahun, saat itu ia tidak sengaja menumpahkan susu miliknya di karpet mahal kesayangan Bega, saat itu juga karpet yang basah langsung kering begitu tangan Dai menyentuhnya.

Velo adalah anak kandung Bega dan Bidu, ia lahir setahun setelah Dai diadopsi.semua kasih sayang yang sebelumnya ditujukan pada Dai,kini hanya fokus pada Velo. karena perbedaan umur mereka yang cukup jauh, sejak kecil Dai terbiasa merawat Velo.

Hari ini, Dai bisa berangkat sekolah lebih tenang dari biasanya,karena Velo berulang tahun, jadi mereka pergi lebih awal untuk mengajak Velo sarapan sepesial, Dai menolak ikut, meskipun memang Bega tidak berniat mengajaknya. Dai lebih memilih untuk bertemu teman-teman sekolahnya. 

"Rajin banget." Seorang anak bertubuh gempal melongok dari pagar halaman belakang rumah Bega, meledek Dai yang sedang sibuk menjepit dalaman Bega agar tidak terbang dan membuat mamanya itu murka.

"Bagi dong." Dai menatap roti lapis di tangan Linju, namun sosok itu langsung menghilang lagi.

Dai mengeluarkan sepeda usang milik Bidu dari dalam gudang, hanya itu transportasi yang di sediakan keluarga ini untuknya bepergian.

"Nih." kini Linju muncul di gerbang depan, menyodorkan sebuah roti lapis untuk Dai, sahabatnya.

Linju sahabat kecil Dai yang kebetulan dulunya juga satu panti asuhan dengannya, saat Linju diadopsi Dai sangat senang, semesta membuat mereka menjadi tetangga, meskipun beda nasib.

"Makaswih." Dai menyantap roti itu dalam dua gigitan.

"Busettt."

"Laper, yuk berangkat." Linju mengayuh sepedanya yang lebih modern dibanding milik Dai.

"Hari ini mau tukeran sepeda?" Tawar Linju seperti biasa, ia ingin sahabatnya juga merasakan apa yang ia rasakan.

Dai menggeleng, lalu melepas genggamannya dari stang sepeda, mengembangkan tubuhnya di turunan kecil komplek perumahan mereka. hal yang selalu dilakukannya untuk melepas rasa kesal.

"Makin hari sepeda tua ini rasanya kayak kuda."

"Apaan sih aneh!" Linju memperhatikan jalanan di depan, berjaga-jaga kalau ada orang atau hewan yang melintas, dan benar saja, seekor anjing melintas sembarangan, membuat Linju panik.

"Dai,awasss!" Linju yang ada beberapa jarak di belakang Dai mengingatkan.Dai serta sepedanya reflek berhenti, bukan karena di rem, tapi sepedanya dengan sendirinya berhenti. itu keanehan yang sering dilihat Linju, ia seratus persen yakin, sepeda itu berhenti sebelum stang itu di pegang Dai dan di rem.

"Liat tuh reflek ku bagus kan?" Dai bangga karena beberapa centi saja mungkin anjing dan kebodohannya akan membuatnya terpental.

"Sepeda mu berhenti sendiri." Linju malas meladeni kesombongan Dai pagi-pagi begini.

"Apa susahnya si mengakui." Dai melanjutkan mengayuh sepeda ke arah Desa Bine, meskipun mereka tinggal di perumahan elit di pinggiran kota, Bega menginginkan Dai untuk sekolah di Desa Bine, alasannya karena sekolah itu gratis untuk anak yatim piatu.

Dan kenapa Linju yang sangat di sayangi orang tua angkatnya ikut di sekolah yang sama dengan Dai, itu karena orang tua Linju mengijinkan apapun keinginan anak angkatnya. Linju menyayangi Dai melebihi saudara-saudara yang lainnya di rumah barunya, jadi ia akan ikut kemanapun Dai pergi.

Desa Bine terletak 1 kilo meter di belakang kota, Desa ini sering dijadikan alternatif liburan oleh orang-orang kota kebanyakan, karena gunung juga lahan pertaniannya yang indah. Dai dan Linju sangat antusias melintasi jalanan desa setiap harinya, tenang dan damai. sekolah mereka terletak di kaki gunung, dekat dengan sungai Mali,sungai paling bersih sekaligus sungai yang tidak pernah tenang di desa itu. mereka tidak pernah keberatan datang ke sekolah, apalagi malas-malasan, karena setiap hari pemandangan itulah yang mereka nikmati.

"Kamu udah dapat ijin buat ikut perkemahan minggu depan?" tanya Linju sambil memarkirkan sepedanya.

"Kayaknya aku nggak ikut." Dai tertunduk, agak sedikit kesal Linju menanyakan hal itu padanya.

"kenapa?" Linju dan Dai menuju kelas, sepagi ini sekolah masih sepi, mereka biasanya datang lebih pagi untuk mengerjakan PR ,Dai selalu memprioritaskan PR Velo lebih dulu, jadi ia tak sempat mengerjakan PR-nya sendiri, untung saja materi yang harus dikerjakan adalah materi anak SD . sementara bagi Linju, Dai adalah satu-satunya sumber jawaban dari segala PR yang ada, kalau Dai belum mengerjakan, tentu saja Linju tau nasibnya sendiri.

"Nggak usah di tanya." Dai menjawab dengan kecewa lalu mengeluarkan beberapa alat tulis untuk  melanjutkan PR kesenian yang tidak sempat dikerjakannya karena semalaman harus memijat Bidu, ayah angkatnya.

Linju menghela nafas, ia ingin mengusulkan ide gila, tapi Dai terlalu baik dan polos untuk menuruti idenya.

Anak-anak kelas mulai berdatangan, beberapa anak perempuan menyapa Dai dengan senyum manis, membuat Linju iri. entah bagaimana, kadang Linju heran sendiri, kenapa Dai tampak jauh lebih terurus di banding dirinya yang jauh lebih dimanjakan. Badannya juga terlihat bugar untuk usianya yang baru 16 tahun, apa mungkin karena rajin mengerjakan pekerjaan rumah? namun ketampanannya itu, membuat Linju penasaran siapa orang tua Dai yang sebenarnya.

"Caper." Linju memajukan bibir, ia lebih kesal karena sepertinya semua orang ingin dekat dengan Dai, ia hanya ingin Dai menganggapnya teman satu-satunya, tidak ada orang lain.

"Mereka ramah, bukan caper." Dai menggeleng, terkekeh melihat Linju yang sangat cemburu dengan keberadaan anak-anak perempuan di kelas. namun diantara anak-anak itu, hanya ada satu perempuan yang tidak menyukai Dai, mereka selalu bersaing untuk ada di peringkat pertama di kelas. namanya Loi. Manis sekaligus jutek dalam satu waktu.

"Piket sana, bersihin papan tulis." Loi menendang bagian kaki kursi Dai yang kebetulan duduk di depannya. Dai tidak pernah mencari masalah dengan meladeni hal-hal kecil seperti ini, jadi ia menurut saja.

"Sok Baik." umpat Loi, karena Dai menghindari perdebatan seperti biasanya.

"heh, Dai itu emang baik, jangan caper dengan cara jutek, keliatan!" Linju menatap sinis Loi, meskipun Loi selalu mencari masalah dengan Dai, Linju yang lebih sering adu mulut dengannya.

"Dia tu yang caper sama seisi kelas." Loi menatap punggung Dai yang dengan sabar membersihkan papan tulis kapur yang berisi rumus aljabar. tangannya terhenti begitu melihat ada soal yang belum terjawab, dan iseng Dai menghitungnya lalu menuliskan jawaban yang ia pikirkan.

"Jawaban kamu benar Dai." Bu Ratna, guru untuk 3 mata pelajaran di sekolah ini memberi tepuk tangan pada Dai, diikuti seisi kelas kecuali Loi. "Ini soal les untuk kelas 3 kemarin sore, tidak ada yang bisa menjawab, kemampuanmu memang luar biasa"

Dai hanya tersenyum malu, kemudian kembali ke bangkunya. Linju bangga menyambut Dai sambil menatap Loi yang keliatan memanas.

"Kamu memang LU-AR BI-ASAA Dai!." Linju memuji dengan menekan setiap kata, agar Loi semakin gelisah.

"Itu soal yang gampang, kakak kelas kita terlalu bodoh." Loi bergumam, lalu membuka buku tebal dan usang miliknya, bukti bahwa buku matematika itu sering di buka dan dibaca, namun sampai saat ini, peringkat pertama selalu di pegang Dai.

Kelas berlangsung normal seperti biasa, Bu Ratna adalah salah satu guru yang menyenangkan, jadi seisi kelas cukup antusias mencatat setiap hal-hal penting di depan mereka. Bel istirahat pertama berbunyi, Dai tidak ikut ke kantin, tugas keseniannya masih belum usai, jadi ia di tinggal sendirian oleh seisi kelas, Linju gemar makan, jadi jangan di tanya kenapa tubuh gempalnya membuatnya butuh asupan lebih agar fokus selama mengikuti kelas.

Dai tidak pernah merasa keberatan di tinggal sendiri, tapi kali ini ia merasa sedikit aneh, ada hawa aneh yang sepertinya mengganggu perasaanya. ia bangkit dari kursinya, berjalan menuju jendela kelas yang mengarah langsung ke sungai. Jendela kelasnya sangat lebar, karena menurut sejarah, sekolah ini sengaja didesain dengan pencerahan yang baik agar murid-murid tetap fokus. Dai melihat ke arah pegunungan yang tertutup awan tebal, sedetik kemudian hujan deras benar-benar turun.

"semburat hitam." gumam Dai kemudian, ia mengalihkan perhatian ke arah Sungai Mali yang seperti biasa, arusnya sedang mengamuk deras. Namun matanya membelalak tersadar. ia melihat Key teman sekelasnya berjalan gontai kearah sungai Mali yang kebetulan arusnya menerjang deras. dengan sekuat tenaga, Dai berlarian keluar kelas, menerobos hujan dan mengabaikan teriakan Linju yang ikut mengejar Dai.

"Daii! mau kemana? ini aku beliin lemon!"Beberapa anak perempuan yang melihat Dai ikut mengekor, namun langkah mereka terhenti, begitu Dai menerobos hujan dan melompat dari pagar pembatas sekolah.

Jalanan bukit yang curam membuat tubuh anak ini tergelincir beberapa kali, yang ia takutkan terjadi , Key memang ingin melompat ke dalam sungai. Namun karena kesusahan menyeimbangkan tubuh, Dai tidak sempat mencegah Key terjun.

"Keyy!!" teriak teman-teman yang lain, histeris dan khawatir. beberapa anak langsung berlari mencari guru dan pegawai sekolah.

Dai akhirnya berdiri di salah satu batu besar sungai, tubuh Key tidak terlihat selama beberapa detik, namun sebuah tangan pucat mencuat dari derasnya arus sungai. entah apa yang di pikirkan Dai, ia juga ikut terjun ke dalam sungai. meskipun seumur hidup, ia tidak pernah diajari berenang.

Linju yang panik melempar dua buah lemon yang sengaja ia beli untuk Dai, ia harus menyusul sahabatnya, meskipun tidak yakin bisa berenang apalagi selamat jika terjun tanpa pikir panjang, ia hanya akan memberatkan tugas pihak sekolah karena harus mencari 3 tubuh muridnya yang tewas karena alasan ikutan teman. setidaknya ia melihat wajah Dai untuk terakhir kalinya.

Sebelum Linju nekat menuruni bukit kecil menuju sungai Mali, semua orang tampak heran dan bingung, melihat air Sungai Mali yang tidak pernah tenang menjadi tenang, tidak hanya air sungainya, hujan juga perlahan lebih tenang.

"Apa ini keajaiban?" gumam salah satu penjaga sekolah "Sungai Mali tidak pernah tenang, ini pertama kalinya." Mereka tampak takjub.

"Panggil kepala desa." Usul yang lain. saat hujan reda semua orang mendekati pinggiran sungai, sudah hampir 5 menit, Linju tampak khawatir dan mulai berpikir yang tidak-tidak.

"Jangan-jangan ini semacam tumbal?" Linju menatap Loi, wajah perempuan itu juga tampak khawatir.

"Hushh, di desa ini nggak ada yang berani belajar ilmu hitam." gumam murid lain.

"Tapi kalau alam meminta kita bisa apa?" Linju turun ke dalam air, bahkan Sungai Mali yang sebelumnya nampak berbahaya, sekarang terlihat jauh lebih ramah, ikan-ikan untuk pertama kalinya terlihat, warga lain ikut berkumpul, satu dua berbisik, beberapa ikut mencelupkan tangan kedalam air sungai.

"Siapa yang tenggelam?" Kepala Desa, Pak Regi muncul dengan wajah panik.

"Dai sama Key pak." Jawab Loi

"Dimana kepala sekolah?"

"Ini diluar kendali saya Regi." Seseorang yang berwajah identik dengan pak Regi membelah kerumunan murid-murid. Pak Riga menjabat sebagai kepala sekolah selama 20 tahun, yang menurut rumor tidak pernah menua sedikit pun.

"Gimana kronologinya?" Tanya Pak Riga, menatap anak-anak di sekelilingnya.

"Tadi Dai tiba-tiba lari-larian ke sungai pas hujan deras, saya mau nyusul tapi anak itu keburu nyemplung nyusul Key." Jawab Linju singkat, kepalanya menunduk, sedih. Loi mengusap pelan punggung Linju, menenangkannya.

"Telusuri sungai!" Teriak Pak Regi, memerintahkan semua orang. tapi beberapa detik setelah itu di tengah-tengah sungai Mali yang luas, seorang anak laki-laki muncul, sambil menggendong Key.

"Daiii!!" Linju berlarian karena mengetahui kedalam sungai Mali saat ini hanya beberapa senti diatas mata kakinya.

"Linju!" Loi juga menyusul, setelah beberapa meter mendekat dengan Dai, ia menyadari sesuatu. "Mustahi" Gumamnya lalu buru-buru membantu Dai membawa Key.

"Key, kamu baik-baik saja?" Ujar pak Regi begitu mereka tiba di daratan. Key hanya mengangguk, wajahnya masih ketakutan.

"Dia ikan!" Key menunjuk Dai, anak itu sedang terengah-engah mengambil nafas.

"Eh, emang Dai ini Nino, bukanya bilang makasih!" Key terdiam mendengar Linju membentaknya.

"Sudah-sudah kita selesaikan di sekolah, kalian harus kembali belajar, Key sama Dai kalian ke UKS dulu ya." Pak Riga menuntun murid-murid kembali ke sekolah, semua orang berdesas-desus.

Namun beberapa warga langsung bersuka cita, mereka yang hanya seorang petani, mungkin akan mulai memikirkan menjadi nelayan juga.

"Kita tunggu beberapa hari, memastikan sungai Mali sudah aman untuk dijelajahi." Pak Regi pergi menyusul Pak Ragi setelah mengingatkan warga yang terlalu bersuka cita.

Diruang UKS anak-anak masih penasaran dengan cerita sebenarnya, jadi mereka berkerumun, saling bertanya satu sama lain.

"Berapa lama sih aku di dalam air?, kenapa kalian heboh banget." Dai yang duduk dibangsal berbicara berbisik.

"Hampir 10 menit." jawab Loi, anak itu ikut menjaga Key.

"Udah aku bilang dia itu ikan." Key kekeuh meyakinkan semua orang.

"Kamu mau memuji Dai dengan analogi atau apa?" Linju mendekati Key, membandingkan keadaan Dai dengan anak perempuan berkawat gigi itu.

"Bukan!, aku beneran liat dia berubah jadi ikan di dalam air, ikan putih!"

"Untung bukan ikan lele, enak dijadiin lalapan."

"Tapi aku serius Linju!"

"Yang lebih penting, kenapa kamu nekat loncat ke sungai Mali?" Loi menghentikan perdebatan mereka, Key tampak berpikir lama.

"Aku liat Pino, anak anjingku yang mati minggu lalu, jadi aku mengikutinya " Key tertunduk.

"Dai, gimana keadaan kamu?" Pak Riga muncul bersama kepala desa.

"Baik, sangat baik."

"Yang lain keluar kecuali Dai dan Key."

"Yah saya nggak boleh ikutan ni pak?" Linju tidak tega meninggalkan Dai,  lebih tepatnya sangat penasaran dengan apa yang terjadi.

Semua murid kembali ke kelas, sementara Dai dan Key harus menjawab beberapa pertanyaan dari kepala desa .

"Kamu lahir dimana Dai?" Itu adalah pertanyaan yang cukup melenceng, ia di tanyai langsung oleh kepala desa, sementara key berurusan dengan kepala sekolah.

"Apa hubungannya sama kejadian ini pak? ehmm saya yatim piatu, saya tidak tau tepatnya dimana saya lahir, saya sejak kecil di rawat oleh panti." Dai menatap pak Regi yang sedang menatap tajam ke arahnya.

"Di panti mana?"

"Asuhan Asih." jawab Dai singkat. lalu kepala desa pergi begitu saja, membuat Dai bingung.

"Kalian istirahat disini sampai bel pulang." Pak Riga juga meninggalkan mereka.

"Kamu serius liat aku berubah jadi ikan?"Key mengerlingkan mata.

"Mungkin kamu salah liat."

"Terserah!" Key meninggalkan ruangan uks.

Dai menyibak lengan baju yang menutupi bahunya, ia tidak ingin menunjukkan temuan ini pada siapapun.

Sebuah Kelat bermotif ikan melingkar kuat di lengannya, Dai mencoba melepasnya, namun kelat itu menggenggam kuat.

" Ini apa?" Dai bergumam.

Bel sekolah membuyarkan lamunan Dai, Linju menjemputnya ke ruang UKS, membawakan barang-barang milik Dai.

"Ayo pulang, atau mau mampir ke kedai bukit dulu?" Linju memberikan jaket miliknya agar Dai tidak kedinginan, meskipun sangat kebesaran.

"Aku mau memastikan sesuatu." Dai menaiki sepedanya, lalu mengayuhnya menuju arah berlawanan dengan jalan pulang.

"Dai mau kemana?" Linju ikut memacu sepedanya.Dai menyusuri persawahan, mengikuti aliran sungai Mali, lalu berhenti jauh dari keramaian orang-orang yang masih penasaran ingin melihat keadaan sungai Mali.

"Mau nyebur lagi?" Linju mengawasi Dai.

Dai mencelupkan tangannya ke dalam air, dan betapa terpananya Linju begitu melihat ikan-ikan di sungai mendekati tangan Dai, seperti artis yang sedang meet n greet, namun penggemarnya adalah ikan-ikan yang jumlahnya mungkin ribuan.

"Eh apa ini? kenapa ikan-ikannya mendekat?" Linju ikut mengelus salah satu dari ikan-ikan itu. Namun Dai merasakan ada yang aneh, Kelat itu semakin kuat mencengkram lengannya.

"Dai?? kamu nggak papa?"

"Ayo pulang."

"Tapi ikannya gimana?" Begitu Dai mengeluarkan tangannya, ribuan ikan itu menghilang dalam sekejap.

"Woww." Linju terpana lagi.

Mereka akhirnya kembali ke rumah, di sepanjang perjalanan Dai hanya termangu, bahkan beberapa kali menabrak jerami yang akan diangkut oleh petani.

"Aku masuk dulu." Linju berpamitan, begitu juga Dai.

Apapun yang terjadi hari ini padanya di sekolah, Dai tidak akan menyangka ini adalah permulaan dari rangkaian kisah ajaib yang sedetikpun tidak akan pernah ia bayangkan.

"Dai!" Velo langsung menyeret Dai ke ruang makan, ada setumpuk buku tulis disana.

"Ini PR ku minggu ini, jawab yang bener, nilai-nilaiku harus bagus." Velo mengambil tablet miliknya, menaikkan kaki ke atas meja makan, mengawasi Dai.

"Boleh aku mandi dulu?" Dai memohon.

"Nggak." Velo menatap sinis Dai "Buat sekarang!"

Dai memegang perutnya, menyadari hanya memakan sehelai roti dari Linju seharian ini.

"Laper?" Dai mengangguk, meskipun di meja makan selalu banyak cemilan, ia tidak bisa sesuka hati menikmatinya.

"Nih." Velo melempar sebutir kacang bawang ke arah Dai "Jawab dulu, baru makan!" Dengan terpaksa, Dai harus mengerjakan semua tugas Velo untuk mendapat makan malamnya hari ini.

Alibhan Kingdom | The Wrong PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang