Cerita 3

6.8K 533 3
                                    

Ben sama sekali tidak betah berada di kantin. Ia memang sendirian karena ia sendiri yang ingin melakukannya. Rey dan Inna seperti biasa berada di perpustakaan, Noah paling-paling tidur di kelas.

Ben memainkan makanannya karena ia tidak betah. Hatinya menyuruhnya untuk pergi, tetapi tubuhnya tidak merespon dengan baik. Ben berusaha keras untuk bergerak, dan kerja kerasnya membuahkan hasil. Ben pergi dari kantin dengan makanan yang masih banyak. Saat ini tujuan Ben adalah kelasnya untuk menemui -Mengganggu- Noah.

Ben merasakan dingin sekali di kelasnya. Jendela kelas terbuka, Noah masih saja tidur. Ben berjalan menutupi jendela itu dan berusaha membangun Noah.

"Noah bangun. Kok kau bisa tidur senyenyak ini sih? Kau gak sadar apa kalau kelas ini dingin?!" Tanya Ben tepat di telinga Noah.

"Aku sadar Ben. Aku 'Alam' api ingat." Kata Noah segera menyingkirkan muka Ben dari telinganya. Ben duduk di kursi depan Noah dan menatapnya.

"Kau kenapa?" Tanya Noah sangat risih melihat Ben menatapnya seperti itu.

"Kau sudah dapat pasangan?" Tanya Ben.

"Bisa dibilang iya dan tidak." Jawab Noah.

"He... kalung itu kau beli dimana?" Tanya Ben sambil menunjuk kalung hitam Noah.

"Kau tidak perlu tahu, kau sendiri gimana? Belum dapat pasangan?" Kata Noah yang terdengar seperti mengejek.

"Ah... kata Senior Chen, di pesta nanti banyak kok cewek-cewek yang gak dapat pasangan." Kata Ben santai. Noah menatap Ben dengan curiga.

"Kau menyembunyikan sesuatu." Kata Noah terdengar seperti menuduh Ben, walau sebenarnya yang dikatakan Noah itu benar. Ben melihat Noah sekilas dan ia dapat melihat Noah yang memaksa Ben untuk bercerita.

"Ini... masalah angin hitam..." Ben pun akhirnya menceritakan semua kejadian yang ia alami sebelumnya. Rey dan Inna datang dari kelas dan berjalan kearah mereka. Ben kembali menceritakan permasalahannya ketika Inna dan Rey bertanya.

"Apa kau menonton berita hari ini?" Tanya Rey kepada Ben.

"Tentu saja tidak." Jawab Inna sebelum Ben membuat alasan yang rumit.

"Memang kenapa?" Tanya Noah.

"Status level angin hitam di museum sudah dinyatakan sangat berbahaya, aku rasa mau tidak mau kita harus mencari angin hitam yang Ben lepaskan. Aku merasa sedikit khawatir jika kita biarkan angin itu berada di sekolah." Kata Rey.

"Rey benar. Selain itu juga aku sudah membaca salah satu buku tentang Angin hitam. Dikatakan bahwa, siapa pun yang memanggil dan melepaskan angin hitam maka ia dan angin hitam itu telah menjadi partner." Jelas Inna.

"Partner?" Tanya Ben.

"Ketika telah menjadi partner, maka seseorang yang melepaskan angin hitam itu harus segera melepaskan ikatan antara angin hitam." Kata Inna serius.

"Jadi?" Tanya Ben sekali lagi. Inna memukul meja saking kesalnya.

"Kau harus segera mencari cara agar kau tidak menjadi partner si angin hitam itu, jika tidak kau juga akan bernasib sama seperti angin hitam. Kau tahu apa yang terjadi? Kau ditelan hidup-hidup!!" Kata Inna dengan suara kencangnya.

"Apa!!" Teriak Ben tidak kalah kencangnya.

"Sebenarnya kau akan menjadi angin hitam itu sendiri, bukan ditelan hidup-hidup." Kata Rey menjelaskan kembali.

"Bukannya sama saja?" Tanya Noah dengan nada biasa saja.

Tiba-tiba pintu kelas terbanting dengan kencang entah kenapa. Ben melihat jendela yang terbuka, padahal ia sudah menutup jendela atau lebih tepatnya telah mengunci jendela.

Ben terhempas ke papan tulis dengan cepat, bahkan Inna, Noah, dan Rey belum sempat bereaksi akan kejadian itu. Ben berusaha lepas tetapi ia tidak bisa, kemudian sesuatu muncul dari jendela. Angin hitam itu kembali muncul dengan sosok perempuan.

Angin itu ingin menyentuh Ben tetapi tidak berhasil ketika Noah melemparkan apinya. Angin hitam itu marah dan melemparkan kursi-kursi kearah Noah. Inna menahan kursi itu dengan gumpalan airnya. Sebisa mungkin untuk tidak menghancurkan peralatan sekolah. Karna jika itu terjadi, mereka semua harus memasuki kantor Glenda.

"Hey... mm... Non angin hitam." Panggil Ben kepada angin hitam itu. Angin hitam itu menoleh dan ia melihat Ben menyalakan senter yang ia terbangkan dengan 'Alam'nya.

Angin hitam itu melepaskan Ben dan ia seperti berteriak kesakitan tetapi tidak mengeluarkan suara. Kemudian, mereka berempat menggunakan Avrora mereka jika angin hitam itu menyerang kembali. Tetapi yang ada malah angin itu segera keluar dari kelas. Melihat perginya angin hitam itu membuat mereka berempat melepaskan Avrora mereka.

"Ben kau tidak apa-apa?" Tanya Rey. Ben membalas dengan senyuman tanda bahwa ia baik-baik saja. Inna dan Noah menyusun kursi dan merapikan beberapa peralatan kelas yang berserakan. Angin kembali bertiupan dengan kencang. Ben melihat langit itu yang sama sekali tidak menunjukan matahari.

"Ini masih jam 10 tetapi seperti malam saja." Kata Ben.

"Apa lebih baik kita memberitahukan hal ini kepada Yhogi?" Tanya Inna.

"Aku rasa tidak. Semenjak kejadian itu..." Rey menghentikan kata-katanya sebentar untuk melihat Noah. Kemudian melanjutkan kalimatnya dengan helaan nafas.

"... akan sangat susah menghubunginya, selain itu juga kelas 3 akan segera ujian nasional. Tidak baik jika menganggunya." Mendengar apa yang dikatakan Rey membuat Ben sedikit sedih.

Ia sedih karena tidak ada yang bisa membantunya dan juga sedih akan dirinya sendiri yang masih saja tidak bisa mandiri. Setelah mereka terdiam cukup lama, suara bel masuk akhirnya berbunyi.

.o.O.W.O.o.

Jeen mengucapkan kata-kata aneh pada cermin itu dan kemudian cermin tersebut retak sedikit demi sedikit. Jeen segera menunjukan jantung yang ia dapat. Cermin itu tidak kembali retak. Malah berhenti tepat ketika cermin itu hampir hancur.

"Tenang saja Ratuku. Ketika saatnya nanti, kau akan dapat melihat dunia ini kembali." Kata Jeen dengan kegilaannya.

Jeen memasukan jantung Putri Fotia ke dalan kotak yang memiliki ukiran indah. Jeen melihat di luar jendelanya. Sebentar lagi musim dingin akan segera datang dab salju akan turun. Jeen segera mempersiapkan pertemuannya yang ketiga kali bersama Guardian.

.o.O.W.O.o.

Ben tidak berencana kembali ke asramanya, ia malah berada di kelas seseorang yang sangat ia butuhkan. Walau jam pulang sekolah telah dari tadi berbunyi. Ben merasa heran kepada pemuda tersebut yang dari tadi tidak keluar dari kelasnya. Padahal Ben telah mengawasinya dan beberapa murid yang lain sudah keluar kelas mereka.

Karena penasaran Ben pun memasuki kelas itu dengan hati-hati, ia melihat ke kiri dan ke kanan tetapi seseorang yang ia cari tidak ia temukan.

"Apa yang kau lakukan Ben?" Tanya Ven dari belakang.

"Akkhh!!" Teriak Ben karena terkejut.

"Berisik amat." Kata Ven menatap Ben kesal.

"J-jangan bilang kalau kau dari tadi di luar?" Tanya Ben dengan curiga.

"Ya. Aku lewat jendela. Hitung-hitung mencoba teknik baru 'Alam' cahaya yang baru aku pelajari. Selain itu juga aku kan bisa berpindah tempat." Jelas Ven seakan mengatakan bahwa Ben ini bodoh.

"O-oh...." Kata Ben sedikit malu.

"Kau mencariku kan?" Tanya Ven.

"Ya." Jawab Ben tanpa basa-basi. Ben melihat Ven dengan serius, kemudian tepat ketika matahari mulai perlahan-lahan tidak menampakan cahayanya. Ben akhirnya berbicara dengan serius.

"Aku butuh bantuanmu."


Avrora : Black AirWhere stories live. Discover now