Bab 3 - Karyawisata Ke Paris?

1 2 0
                                    

Haoran menyadari bahwa Emma telah melepaskan tangannya. Ia menoleh ke arah gadis itu dan menyipitkan matanya.

"Kau tidak mau membayar jasaku?" tanyanya dengan suara riang. "Baik... aku bisa memikirkan jenis bayaran lain."

Emma hanya memutar matanya dan berjalan meninggalkan pemuda itu. Ia telah melihat papan petunjuk yang memberitahunya arah kantor kepala sekolah. Haoran berjalan menyusul Emma dan tidak memaksa memegang tangannya. Ia tampak senang sekali bisa berjalan di samping gadis itu.

Dalam hatinya Haoran bertekad tidak akan membiarkan Emma yang sangat menarik perhatian itu dibully orang. Biasanya murid baru apalagi yang penampilannya unik akan rentan menjadi sasaran penindasan siswa lain yang jahat.

Emma memang sangat menarik perhatian. Walaupun lima puluh persen siswa di St. Catherine adalah expat dari negara-negara lain, sehingga penampilan fisik mereka cukup beragam, tetap saja gadis itu terlihat berbeda dari semuanya.

Sama seperti Hong Kong, Singapura adalah satu dari sedikit negara di dunia yang memiliki populasi yang terdiri dari berbagai macam ras di dunia. Sungguh merupakan 'melting pot' bagi warga internasional. St. Catherine adalah sekolah yang cukup populer dan banyak menerima siswa internasional, terlihat dari persentase ras siswa yang ada di sana.

Namun demikian, tidak ada satu pun dari siswa St. Catherine yang memiliki wajah secantik peri, kulit seindah pualam, rambut panjang berwarna platinum, dan mata biru muda seperti Emma Stardust. Dari pertama melihat Emma, Haoran sudah terpesona.

Ia tidak mengira gadis secantik ini ternyata memiliki kepribadian yang cukup berbeda dari kebanyakan gadis cantik yang ditemuinya. Emma juga sangat kuat dan tidak segan-segan membantingnya ke tanah karena merasa terganggu. Selain itu, ia juga tampak acuh tak acuh. Sebagai siswa baru gadis itu tidak terlihat malu-malu atau tidak percaya diri.

Semua ini merupakan undangan untuk ditindas, pikir Haoran sambil mengerling ke arah Emma yang berjalan dengan langkah tenang menuju kantor kepala sekolah di sampingnya. Ia tahu di SMA St. Catherine ada beberapa kelompok geng pelajar yang pasti tidak suka melihat orang seperti Emma masuk dan menarik perhatian.

"Kau pindahan dari mana?" tanya Haoran sebelum mereka tiba di depan pintu kepala sekolah.

Emma berhenti. Ia menunjuk pintu di depannya dan mengangguk kepada Haoran. "Aku sudah tiba. Terima kasih sudah mengantarku."

Ia lalu mengetuk pintu dua kali dan masuk ke dalam, meninggalkan Haoran yang menatapnya tanpa berkedip.

***

Emma dipersilakan duduk oleh Pak Albert Young, sang kepala sekolah. Pria berusia akhir 30-an itu meneliti dokumen Emma dan mengangguk-angguk sebentar. Ia lalu menelpon seseorang dan menyuruhnya datang ke kantor.

"Selamat datang di St. Catherine. Kau masuk di tengah tahun ajaran, jadi kau pasti butuh waktu untuk menyesuaikan diri." Ia menatap Emma dengan pandangan ramah dan membuat Emma seketika suka kepadanya. Kepala sekolah tampaknya adalah orang yang baik, tidak seperti Mabel yang selalu menatapnya dengan penuh kebencian.

"Terima kasih, Pak. Aku akan belajar sebaik-baiknya." Emma mengangguk.

"Kulihat nilai-nilaimu sangat bagus. Tetap pertahankan prestasimu di sini ya..."

Terdengar ketokan di pintu dan masuklah seorang wanita setengah baya berpenampilan rapi ke dalam kantor kepala sekolah.

"Selamat pagi, Pak Young. Murid baru saya sudah datang?" tanya wanita itu sambil melirik ke arah Emma.

Pak Young mengangguk. "Emma, ini Bu Sharon Wen, dia adalah wali kelasmu di kelas 2 A."

Emma bangkit berdiri dan mengangguk sedikit. "Selamat pagi, Bu. Namaku Emma Stardust."

Finding Stardust: Putri Dari AkkadiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang