Bab 6 - Kelima Murid Emma (1)

1 2 0
                                    

Mereka belajar di kamar Haoran di lantai dua yang luasnya ternyata hampir tiga kali lipat luas apartemen Oma Lin. Emma terkagum-kagum melihat penataan perabotan yang serba mewah di kamar pemuda itu.

Pelayan rumah yang bernama Bibi Chan membawakan mereka banyak sekali camilan dan minuman untuk menemani belajar.

"Baiklah.. aku ingin tahu sampai di mana kemampuanmu yang sebenarnya, biar aku bisa menentukan cara mengajarimu dengan baik. Aku sudah menyiapkan beberapa tes Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi."

Emma mengeluarkan beberapa kertas dan menyerahkannya kepada Haoran. Pemuda itu meneliti soal di kertas-kertas tes tersebut dengan penuh perhatian lalu mengangguk.

"Bagus sekali, kapan kau membuatnya?" tanya pemuda itu sambil mengangkat wajahnya. "Kau sudah pernah mengajar les sebelumnya?"

Emma mengangkat bahu. "Sejak pindah ke sini aku sudah berencana untuk mengajar les. Aku hanya tidak menyangka akan secepat ini mencari murid. Terima kasih atas bantuanmu."

"Sama-sama. Baiklah... berapa lama waktu yang kau berikan kepadaku untuk mengerjakan masing-masing soal?" tanya Haoran.

"Lima belas menit. Satu jam lagi aku akan memeriksanya dan memberikan penilaianku."

"Baiklah. Haoran menyesap jus yang ada di sampingnya lalu dengan serius mengisi jawaban untuk semua soal yang diberikan Emma. Ia berganti-ganti posisi dari menunduk ke meja, mengangkat kaki ke kursi, berdiri dan berjalan mondar-mandir sambil berpikir, meregangkan badannya ke belakang dan memejamkan mata selama lima menit, dan lain-lain.

Emma sendiri berjalan mengitari kamar luas itu untuk mengamati berbagai tanaman dalam pot yang ada di beberapa sudutnya. Pintu menuju balkon terbuka dan dengan penuh minat gadis itu berjalan ke sana. Ia membelai tanaman cemara di kiri kanan balkon lalu berdiri di tepian balkon menatap pemandangan taman di bawahnya. Villa besar ini memiliki taman yang sangat indah dan jelas dirawat oleh seorang tukang kebun profesional.

"Sudah selesai," kata Haoran setengah jam kemudian. Emma terhenyak dan menoleh ke arah pemuda itu yang mengacungkan kertas-kertasnya dengan ekspresi penuh kemenangan.

Cepat sekali, pikir Emma. Ia berjalan menghampiri Haoran dan memeriksa jawabannya dengan cepat. Soal yang ia berikan kepada Haoran tadi adalah soal-soal tingkat dasar, hanya untuk mengetahui tingkat pemahaman pemuda itu akan keempat mata pelajaran tadi.

"Hmm... jawabannya benar semua..." Emma mengangkat wajahnya dari kertas di tangannya dna menatap Haoran dengan pandangan penuh selidik. "Aku tidak percaya kau pernah tinggal kelas dua kali. Bagaimana bisa?"

Haoran mengangkat bahu.

"Bisa saja. Setiap ujian aku selalu membiarkan kertas jawabannya kosong. Mereka tidak punya pilihan selain membiarkanku tinggal kelas."

Emma menatap pemuda itu dengan pandangan tidak percaya.

"Kau.. sengaja? Kenapa?" Seketika ia merasa kedatangannya kemari menjadi sia-sia.

"Aku tidak mau bersekolah. Aku hanya berangkat ke sekolah setiap hari karena dipaksa. Kau tahu kan, kalau anak tidak masuk sekolah, maka orang tuanya bisa dihukum pemerintah. Jadi aku dipaksa bersekolah," jawab Haoran.

Emma menggeleng-geleng. "Aku tidak mengerti... Kenapa kau memberiku pekerjaan mengajar les kalau nanti kau hanya akan merusak ujianmu sendiri? Kau membuang-buang waktuku..."

"Kau tidak usah kuatir. Aku pasti akan bertanggung jawab. Aku tidak akan merusak ujianku lagi." Haoran tersenyum manis sekali. "Ayahku akan berterima kasih kepadamu karena sudah membuat anaknya termotivasi untuk belajar."

Finding Stardust: Putri Dari AkkadiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang