Vingt-Sept ; The Truth

541 136 10
                                    

.
.
.
꧁𝓚𝓪𝓻𝓮𝓷𝓲𝓷𝓪꧂

___________________

"Nggak, Pa." Radheska menyandarkan punggungnya dengan kasar. Pembicaraan ini lagi!

"Ke ruangan Papa sekarang!"

Sambungan telepon terputus begitu saja setelah sang papa memberi perintah bahkan Radheska belum mengiyakan perintah itu. Dari suaranya, Radheska tahu bahwa papanya sedang dalam mood yang buruk.

Tidak ingin mendapat masalah yang lebih jauh lagi, Radheska segera meninggalkan ruangannya untuk pergi ke ruangan sang papa.

Tidak biasanya juga, papanya berkunjung ke Medica Sentra. Mungkin ini karena Radheska mengabaikan pesan mamanya yang meminta lelaki itu untuk pulang.

Sedikit tegang, jemari Radheska mengetuk pintu berwarna coklat tua itu hingga terdengar seruan ijin masuk dari dalam.

"Duduk."

Satu kata yang tidak bisa dibantah. Setelah pintu tertutup, Radheska menarik kursi dan menjatuhkan dirinya disana.

"Sampai kapan kamu mau menghindari mama dan papa?"

Radheska memutar bola matanya jengah. Seharusnya tanpa perlu ia menjawab, papanya sudah tahu jawabannya.

"Sampai perjodohan dengan Eva dibatalkan."

"Kenapa? Itu yang terbaik buat kamu!"

"Terbaik buat papa atau terbaik buat aku?"

Radheska dan papanya sama-sama keras kepala dan tidak mau mengalah. Sekarang papanya tahu bahwa Radheska benar-benar anaknya, hanya dengan melihat dua sifat itu.

"Papa sudah tua. Kamu juga semakin tua, mama kamu bisa stress karena mikirin kok anak lelaki satu-satunya nggak laku-laku!"

Radheska menghembuskan napas frustasi, kadang-kadang papanya bisa lebay juga. Tapi ucapan yang baru saja terdengar ada benarnya juga.

"Papa curiga jangan-jangan kamu nggak normal."

Mata Radheska membulat sempurna setelah mendengar pernyataan papanya.

"Radheska normal!"

"Normal kok nggak punya pacar. Apa nggak ada yang mau sama kamu?"

Radheska berdehem menetralkan kegugupannya karena ia sedang menyusun kalimat yang pas untuk menyampaikan sesuatu hal penting pada papanya.

"Papa inget Nina?"

Satu nama yang disebut Radheska membuat papanya mengernyitkan dahi, seakan sedang mengingat siapa pemilik nama itu.

Gelengan kepala lelaki paruh baya itu membuat Radheska menghela napas. Ingatan papanya benar-benar buruk.

"Nina, anaknya Om Bram."

Tapi saat mendengar nama lelaki yang menjadi karibnya dulu, sang papa tidak bisa menyembunyikan wajah terkejutnya. "Bramantyo? Nina yang cengeng itu?"

Radheska mengangguk. "Radheska cuma mau nikah sama dia."

Sedetik selanjutnya suara tawa terdengar menggema di ruangan bercat putih itu. "Bukannya dia masih bocah?"

"Ck! Nina lebih muda 8 tahun dari Radheska."

Mendengar penuturan anaknya, sang papa mengggerakan jemarinya. "Berarti umur dia 24?"

Kembali Radheska menggerakan kepalanya.

KARENINA [Hunsoo]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon