#15 Jalan Penyesalan

4 5 0
                                    

 

**

Hari ini merupakan hari yang begitu dinantikan para murid katanya, kami dipersilahkan untuk masuk ke ruang Laboratorium Komputer. Karena kami hanya mendapatkan beberapa kesempatan saja untuk memasuki Lab Komputer dalam satu minggu. Ini seharusnya menjadi hari yang berharga tapi juga menjadi hari yang buruk bagiku, kenapa?

Karena hari ini aku bangun terlambat, akibat cuaca sejuk membuat aku terlena. Oh Astaga. Sifat seperti ini harus segera dibasmi, agar tidak merugikan aku nantinya.

"Mangkannya kalo tidur tuh jangan malem-malem!" geram Ka Yordan yang terus memarahiku sepanjang perjalanan.

Tibanya aku di sekolah, aku bergegas turun tanpa berpamitan dengan ka Yordan. Lalu berlari kencang menuju pintu gerbang, tapi sayangnya pintu gerbang sudah tertutup rapat.

"Ah!" aku berdecak kesal.

Aku harus gimana ini? Tidak  mungkin aku pulang, itu akan menambah kemarahan ka Yordan, juga orang tua aku tentunya.

"Sha!!" teriak seseorang dengan suara ngos-ngosan.

"Joddy, kamu telat juga?" tanyaku mendapati Joddy yang sedang berlari.

Joddy membungkukan badan karena lelah berlari, lalu memegang dengkul dengan tangannya, Joddy berusaha mengatur deru nafas menstabilkan.

"Gerbangnya udah ditutup?" tanya Joddy mendongakkan kepala.

Aku mengangguk pelan, dan Joddy mendengus kesal. Aku juga merasakan hal yang sama, menyalahkan diri sendiri yang tidak bisa memanajemen waktu!

"Mau ke mana?" henti Joddy melihat aku membalikkan badan hendak pergi.

"Pulang."

"Segitu aja masa nyerah!"

Aku mengerutkan kening, "Nyerah?"

"Ayo ikut aku," pintanya.

"Ke mana?" aku tidak mengerti.

Joddy tidak menjawab, membuat aku Bertanya-tanya. Nyerah? Aku bukannya nyerah tapi kan ini memang kesalahan aku. Aku mengikuti langkah kakinya, berjalan mengitari tembok belakang sekolah.

"Jadi, waktu itu aku sama Iqbal, nemuin jalan masuk di belakang sekolah," jelas Joddy sambil berjalan.

"Ada pintu di belakang?" ulangku terkejut.

"Bukan." elak Joddy.

"Terus apa?" tanyaku semakin penasaran.

"Jadi ini tuh.. Astagfirullah!" nyebut Joddy, menatap terkejut ke depan.

Manik mataku mengikuti manik mata Joddy yang melihat ke depan, melihat apa yang membuat pria dingin ini sangat terkejut, dan aku ikut terkejut melihatnya.

"Iqbal, Nadia?" kataku tidak percaya.

Iqbal dengan kaki yang bergelantung memanjat tembok, dan Nadia yang sedang memegang tangga, menahan agar Iqbal tidak jatuh.

"Kalian telat juga?" tanya Joddy.

"Suttt, jangan berisik!" bungkam Iqbal.

Silent Voice Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang