#26 Melayang Tinggi

5 5 0
                                    

Aku tidak ingin
terbang sendiri.

**

Akibat lelah beraktivitas seharian penuh, membuat tidurku menjadi sangat nyenyak. Aku terlelap pulas di atas kasur, hingga aku lupa membuka mata tatkala alarm berdering keras di samping tempat tidurku. Jika bukan karena mama yang membangunkan aku, aku mungkin akan tidur hingga matahari naik kembali. Jam sudah menunjukkan jam setengah tujuh pagi, aku tidak sempat sarapan pagi hanya sempat minum segelas susu hangat.

Laalu berlari ke mobil yang sudah siap dikemudikan oleh supir papah, mobil kami melaju cepat menuju sekolah. Batinku terus berharap, semoga saja aku bisa datang tepat waktu. Tibanya di sekolah aku langsung berlari menuju gerbang sekolah, tapi sayangnya gerbang sudah ditutup rapat.

Ah, bagaimana ini? Kudapati seorang perempuan yang baru tiba juga, wajah yang tidak asing lagi bagiku.

"Kamu telat juga?" sapaku padanya, melontarkan pertanyaan yang sudah aku ketahui jawabannya.

"Iya, kamu sendirian, mana temen-temennya?" ucap Ayna dengan nada angkuhnya.

"Kamu juga sendiri, ke mana teman kamu, udah di dalam ya?" jawabku, membalikkan pertanyaannya dengan nada ngeselin.

Ayna terdiam tidak bisa berkata-kata, mungkin ucapanku lebih tajam dari ucapannya. Kalo dia merasa sakit hati lalu kenapa ia membuat orang sakit hati seenaknya? Egois ya. Aku melangkahkan kaki melewatinya yang terdiam kesal. Lalu aku berjalan menuju belakang gerbang, dia memandangiku heran.

"Kamu mau ke mana?" tanyanya, menghentikkan langkahku.

Aku membalikkan badan, "Kamu mau ikut?"

"Ke mana?" tanyanya ingin tahu.

Aku tidak menjawab pertanyaannya, dengan rasa penuh penasaran ia mengikuti aku berjalan ke belakang sekolah menuju pintu rahasia. Maaf tembok, aku harus melewatimu lagi kali ini. Kata Iqbal ini boleh dilakukan kalau lagi ke pepet, benar begitu kan Bal? Tapi semoga saja kali ini semesta berpihak kepadaku.

"Kamu mau ngapain?" heran Ayna, melihat Aku menaiki anak tangga yang bersandar di tembok.

"Mau masuk ke sekolah gak?" tawarku baik.

"Mau, tapi gak gini caranya, ini gak boleh," tolak Ayna mentah-mentah.

"Itu artinya kamu gak mau Ay." celaku.

"Ta–tapi kan," terbata-bata Ayna.

"Kalo kamu gak mau masuk, lebih baik pulang aja sana." perintahku seenak jidat.

Ayna terdiam berpikir, sepertinya dia memang tipe murid yang patuh. Jadi aku memilih untuk melanjutkan menaiki anak tangga, mata elangku mengintai tajam mengawasi lingkungan sekitar. Syukurlah kali ini semesta berpihak kepadaku, aku sudah duduk di atas tembok bersiap untuk melompat ke dalam halaman sekolah.

"Tunggu Sha," henti Ayna.

Aku membalikkan badan.

"Aku ikut," ucapnya pasrah.

Aku tersenyum lepas, "Yaudah, ayo."

Aku lantas melompat dari atas tembok, memasuki halaman sekolah, lalu disusul Ayna menaiki anak tangga, dan aku menunggunya dari balik tembok.

"Terus ini gimana?" tanya Ayna panik saat sudah berada di atas tembok.

"Lompat." perintahku.

"Yang bener aja?" terkejut Ayna.

Silent Voice Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang