#41 Langit & Rahasianya

3 2 0
                                    

**

Suasana yang semakin malam semakin ramai orang, membuat aku sulit menemukan seseorang yang telah menolongku tadi. Tapi aku tidak akan mudah untuk menyerah, mata elangku terus mencari dengan sangat teliti. Hampir satu tempat ini aku telusuri, tapi nihil tidak aku temui batang hidungnya sedikitpun. Aku berpikir apa mungkin ia sudah pulang? Tapi tidak mungkin jika secepat itu.

Di saat aku mulai menyerah untuk berhenti mencarinya, manik mataku tertuju pada seorang wanita yang sepertinya tidak asing bagiku. Wanita kurus memakai hoodie sedang duduk di pinggir taman, aku berinisiatif untuk menghampirinya. Namun seketika langkah aku terhenti, saat melihat seorang pria menghampiri wanita itu. Hal itu membuat aku terkejut dan langsung membalikkan badan tidak ingin melihat.

Bruk!

Saat membalikkan badan aku, tidak sengaja menabrak seseorang yang sedang berjalan ke arahku.

"Maaf, maaf," lirihku meminta maaf.

"Alesha," ucap pria yang aku tabrak barusan.

"Eh, ka Barra?" ternyata ka Barra juga ada di sini, pria yang aku tabrak barusan.

"Kamu ngapain di sini?" tanya ka Barra terlihat heran.

"Oh, ini aku-"

Ka Barra menunggu jawaban aku, karena gugup aku sampai tidak bisa berpikir mencari alasan..

"Jadi gini ka, aku tadinya mau nemuin ka Sabian," ucapku sembari menunjuk ke belakang, tempat ka Sabian sedang duduk dengan seorang wanita.

"Tapi aku langsung dapet telpon dari papah aku, buat segera pulang. Jadi tku boleh titip uangnya ka Sabian gak ka? Soalnya aku gak bisa lama-lama di sini, aku harus segera pulang sekarang." jelasku dengan memasang ekspresi panik.

Melihat aku yang terlihat panik membuat ka Barra mengerti, padahal aku panik karena aku sedang berbohong kepadanya.

"Boleh ko, mana sini." ucap ka Barra ingin menolong.

Aku memberikan beberapa lembar uang untuk mengganti uang ka Sabian, kenapa ka Sabian? Karena aku yakin bahwa orang yang dimaksud bapak penjual bakso itu ka adalah Sabian. Dari ciri-ciri yang di sebutkan itu tertuju pada ka Sabian, karena aku juga tadi sempat berpapasan dengannya sebelum ke tukang bakso. Pria yang tadi memakai Hoodie dan topi, walau wajahnya tidak terlihat namun aku yakin itu dia. Dan prasangka aku itu benar, tatkala melihat wajahnya tadi.

Ka Barra yang biasanya kepo dan selalu ingin tahu, kini sama sekali tidak bertanya apapun kepadaku. Jadi bisa dibilang, Ia membantu aku tahu apa masalahnya. Syukurlah, karena ini hanya aku dan ka Sabian saja yang tahu.

"Terimakasih ya ka," ucapku penuh syukur.

"Sama-sama, Sha."

"Kalo gitu, aku pamit dulu ya ka. Assalamualaikum," kataku pamit untuk undur diri.

"Waalaikumsalam," jawab ka Barra.

Aku lantas berjalan kembali pulang ke rumah, dan ka Barra langsung menghampiri ka Sabian yang sedang berbincang serius dengan ka Aisyah. Yang tadi aku lihat mereka hanya berdua saja, hingga menimbulkan kecurigaan bagiku tentunya. Tapi faktanya, mereka tidak berdua. Banyak teman sekelas mereka yang juga sedang berkumpul hanya saja Alesha telat melihatnya.

"Bian nih, dari Alesha," ucap Barra, memberikan titipan dari Alesha.

Ka Sabian yang sedang duduk, langsung berdiri menyeimbangkan Barra yang sedang berdiri.

"Alesha nya mana?" tanya Sabian penasaran.

"Barusan pulang, katanya gak bisa lama-lama. Udah di telepon bokapnya." Jelas Barra.

Silent Voice Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang