#39 Titik Temu

7 3 0
                                    

Kita berada di tempat yang sama, namun dengan luka yang berbeda.

Alesha Azzahra

**

Tempat yang berbeda, namun memberi kesan yang sama. Sesak rasanya saat memasuki ruangan ini, seperti ada sesuatu yang mengganjal di dada. Entah kenapa, aku seperti tidak menyukai ruangan ini. Padahal dahulu aku sangat menyukai tempat ini, bahkan rela berdiri berjam-jam hanya untuk melihatnya. Tawa memang tidak bisa bertahan lama.

Para wanita berpakaian pink senada, melangkah serempak dari arah utara, menuju pusat dari sang pemilik tempat. Di arah yang berlawanan, ada para wanita yang berpakaian biru. Kami berjalan menuju garis tengah yang melingkar. Kami akan melakukan pertandingan bola basket, lawan kami berasal dari kelas sebelah. Alias, kelasnya Ayna.

Tapi aneh, dia tidak ada di antara tim basket wanita perwakilan dari kelasnya. Aku juga tidak melihatnya di bangku penonton.

"Sudah siap?" tanya pak Ikhsan. Selaku wasit.

Pak Ikhsan bersiap melempar bola, lalu melambungkan tinggi ke atas. Bola digapai tim lawan Fika. Mereka sangat jago, kami sempat dibuat kelelahan di awal. Postur tubuh mereka yang lebih besar, membuat kami lemah. Hingga kami kalah di awal pertandingan. Tapi kami tidak mau kalah begitu saja, sehingga kami mengeluarkan seluruh tenaga, hingga kami bisa memenangkan pertandingan akhir.

"Good job, gaes!" ucap Nadia semangat.

Saling tos, tanda kemenangan, setelah menjatuhkan kesombongan tim lawan yang tiada duanya itu. Tapi benakku tidak bisa bohong, sejak awal ulangan hingga technical meeting aku jarang melihat Ayna bersama kedua ajudannya ini. Semoga aja dia baik baik saja.

°°°°

Setelah memenangkan pertandingan, kami di adu dengan tim yang juga masuk ke babak final, di keesokan harinya. Yaitu, teamnya ka Aisyah. Entah kenapa, kian hari Suporter nya semakin banyak. Saat pertandingan kemarin, aku sama sekali tidak melihat keberadaan ka Sabian. Tapi kenapa sekarang ia berdiri paling depan? Apa mungkin dia ingin menyemangati ka Aisyah, Mungkin saja kan.

Karena tidak mungkin jika ia datang hanya untuk menyemangati aku. Disebelah ka Sabian ada ka Barra, dan Nadia pun melihat itu. Tapi ini juga aneh, Nadia bersikap biasa-biasa saja. Ada apa dengan semua orang? Kenapa waktu seketika berputar ke balik. Bola melambung tinggi, pertanda pertandingan telah dimulai.

Entah kenapa hari ini aku lebih semangat seperti ingin menunjukkan kepada ka Sabian, bahwa aku lebih jago dari ka Aisyah.

"Alesha makin jago aja," puji ka Aisyah saat Alesha berhasil memasukkan bola ke keranjang, dalam hitungan menit pertandingan dimulai.

Aku hanya melempar senyuman tipis.

"Good job, Sha," bangga Nadia.

Aku tidak punya dendam pribadi, tapi entah kenapa aku selalu mengincar bola yang berada di tangan ka Aisyah, secara anarkis. Setengah menit pertandingan dimulai, aku terus berhimpitan dengan ka Aisyah yang sedang memegang bola di tangannya. Tanpa sadar kaki aku menghalangi langkah ka Aisyah, hingga tidak sengaja membuat ka Aisyah terjatuh.

"Kak, gak papa ka?" aku sangat panik, saat melihat ka Aisyah jatuh.

Ka Aisyah tersungkur, sembari memegangi kakinya terus. Ka Aisyah terus meringis kesakitan. Aku panik di hadapannya, memegang tangannya dan terus bertanya. Semua peserta langsung mengerumuninya, termasuk ka Sabian. Yang membelah kasar kerumunan hingga menyenggol aku sampai terjatuh duduk.

"Syah, kamu gak papa?" tanya ka Sabian panik.

"Kaki aku bian," ucap ka Aisyah baru membuka mulutnya.

Silent Voice Donde viven las historias. Descúbrelo ahora