Bab 75 / fin.

290 20 46
                                    

ROOFTOP gedung ini rimbun dan tenang. Bukan hanya karena memang sengaja dibuat seperti itu, dan dipasang kanopi yang ditumbuhi tanaman jalar dan banyaknya pot-pot berisi tanaman hijau penghasil oksigen, tapi juga adanya bangku-bangku kayu damar dan meja-meja bundar berukuran kecil membuat banyak orang penghuni gedung perkantoran ini sering menghabiskan waktu istirahat di atap. Menyesap kopi setelah makan siang atau sekadar duduk menikmati langit sambil mengunyah roti isi yang dijajakan murah di kantin lantai lima.

Siang ini, berbeda dengan siang-siang sebelumnya, Nada sengaja memilih untuk duduk di atap dengan Chatime di tangan. Duduk di salah satu bangku, membiarkan rambutnya tersapu angin di siang yang terik walau sinar mentari terhalau kanopi.

Di samping Nada, pemuda melipat kakinya, memandang langit biru, dengan iPad di pangkuan.

"That was reckless."

Nada tak berkomentar. Ia bukan tak mempedulikan opini Kanza, tapi ia tak tahu apakah kalimat yang terlontar itu tertuju untuknya atau untuk laki-laki yang diceritakan olehnya.

Kanza melirik Nada, "You really want this to end this way?"

"What way?"

Kanza mengalihkan pandangannya, lagi ke langit. "Gue tahu lo nggak akan mau mengakui ini, tapi kalau lo melakukan ini karena gue, sebaiknya lo berhenti deh."

Nada menyeruput Chatime-nya, menolak menjawab langsung. Kanza menyambar gelas minuman perempuan itu, meletakkannya agak jauh agar Nada tak menggunakan minumannya sebagai alasan untuk tidak menyahuti ucapan.

"Gue tau lo juga pasti dengar slentingan orang-orang sekitar, apalagi yang tahu kalau lo mantan gue. Dengan kondisi kita sekarang yang dengan santainya ketemu, ngobrol biasa, orang-orang bilang kalau antara lo sama gue, pasti ada yang masih nyimpan perasaan," bubuh Kanza, ia menoleh pada Nada. "I can ensure you, I am not."

Salah satu alis Nada terangkat. "Is this supposed to make me feel better? Or are you implying that I am the one who still have feeling for you?"

Kanza angkat bahu, "You tell me. Lo masih ada rasa ya, sama gue?"

"Nggak."

"Bagus. Berarti kita sama-sama clear.." ujar Kanza lagi, kali ini ia mendekatkan Chatime dalam jangkauan Nada. "Gue cuma nggak mau lo berbohong sama hati lo sendiri karena lo ngerasa bersalah sama gue. It's okay to let your heart choose what it wants. Gue nggak akan berasumsi apa-apa. What we had was real, and I believe that you loved me the way I loved you."

Nada terdiam.

"Gue nggak akan berasumsi apa-apa kalau seandainya memang jauh di dasar hati lo, masih ada dia di sana. Beberapa orang memang ditakdirkan untuk terus ada di hati kita, Nad. Some calls are answered, some are not.."

Kanza bangkit dari duduknya. "Jangan lupa makan siang. Ibraham bilang minggu lalu lambung lo ngamuk lagi."

Nada tersenyum tipis.

"Gue lusa mau ke tempat Mama, lo mau gue bawain oleh-oleh?" tanya Kanza. Nada mengangkat bahu, "Apapun yang lo bawain, gue terima dengan senang hati. Titipin salam ke Mama lo, ya."

Kanza mengangguk.

"Oh, and you should stop using Ibraham as your shield, ain't he got himself a real girlfriend now?" Kanza terkekeh pelan, kemudian meninggalkan atap.

-

Akhir pekan ini harusnya jadi akhir pekan yang menyenangkan dan padat acara. Tapi semuanya batal total ketika Adisty menelepon dan mengatakan kalau rencananya berlibur pulang ke Indonesia harus diundur karena sedang sering badai di Britania, dan ia tak ingin mengambil risiko untuk terbang dalam keadaan cuaca yang buruk. Nada pun akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah dan mengunjungi makan Neala.

BIANGLALA UNTUKMU [fin]Where stories live. Discover now