Epilog

18.4K 1.4K 121
                                    

Arka berjalan masuk ke kamar sang
adik yang beberapa hari ini kosong tak berpenghuni. Hatinya kembali berdesir perih mengingat semua kenangan nya bersama Elvano disini.

Melepas seseorang yang kita sayang adalah hal terberat, apalagi untuk selama-lamanya.

Pemuda delapan belas tahun itu duduk di sisi ranjang mengusap kasur yang terakhir kali Elvano pakai untuk tidur siang itu, dan hari itu ia masih bisa mendekap dengan erat sang adik yang kini telah tiada.

Tiga hari berlalu setelah kematian Elvano rumah yang semua berwarna kini suram, bagai semua warna ikut mati bersama Elvano.

Kematian anak manja itu memukul dada setiap orang.

"Kamu beneran gak kembali dek, abang harus gimana? abang mau kamu, mau peluk kamu, mau gendong kamu, dek. Tapi gak bisa," gumamnya sembari mengusap bingkai foto yang terpampang wajah sang adik yang sedang tertawa ceria.

"Kamu udah tau semuanya sekarang, meski kamu tau itu. El tetap adik tersayang nya abang, jangan pernah anggap diri kamu seperti yang abang bilang dulu ya dek, meski kamu jauh dari abang, abang selalu berharap kamu senyum di atas sana, bahagia selalu," Arka semakin berat melepas kala tau bahwa Elvano sudah mengetahui semua kebenaran yang ada dari Riana. Yang dimana sehari sebelum Elvano meminta jalan-jalan ke mall anak itu sengaja mengikuti langkah seorang bodyguard yang sedang berjalan menuju ruang penyekapan Riana.

Disana Riana menceritakan semua kebenaran yang ada pada Elvano, yang membuat anak itu terpukul, dan demam Elvano malam itu juga karna Riana.

Bodohnya semua bodyguard yang ada disana tak ada yang membuka mulut padanya, para bawahan bodoh itu mengikuti kemauan sang adik untuk tutup mulut, dan semua bawahan itu kini mati tak berkepala.

Arka tak bisa membayangkan apa yang anak itu rasakan ketika tau hal mengejutkan itu, namun semua usaha nya kini sudah terlambat. Anak itu sudah tenang di atas sana, bahagia tanpa rasa sakit lagi.

Jujur saja jika boleh Arka ingin menyusul adiknya disana, rasa kehilangan begitu besar menghantam dadanya kuat. Sehingga setiap berusaha untuk melepas justru semakin terasa sakit.

Pemuda delapan belas tahun itu juga berharap ketika ia membuka mata pagi hari adiknya ada di dekapan hangatnya, dan semua hanya mimpi buruk seorang Arka.

Namun ini nyata, Elvano telah berpulang meninggalkan kenangan kuat pada ingatan semua orang.

Arka lantas beranjak melihat semua pajangan ironmen yang terpajang begitu rapi di sebelah piala-piala yang berhasil anak itu raih selama hidup.

Mata nya kembali memanas, hanya menangis yang bisa Arka lakukan ketika merindukan adik tersayang nya, yang tak akan pernah kembali.

Adiknya benar-benar pergi sangat jauh hingga tak dapat Arka gapai lagi, paginya tak lagi berwarna, malamnya tak lagi terang. Hanya hampa yang menghiasi mansion besar megah ini sejak perginya sang lentera.

Dari kecil adiknya sudah bersahabat dengan rasa sakit, dan sampai akhir hayatnya pun anak itu masih berteman sakit.

Takdir sangat baik, semua yang Elvano inginkan sempat terkabul sebelum dirinya ikhlas melepas semua rasa sakit dan berpulang ke rumah tuhan.

"Dari awal abang yang salah, dan semuanya terjadi karena abang, El."

Andai saja dia tak terpengaruh oleh hasutan Riana mungkin saja hal ini tak terjadi.

Arka menghapus air matanya saat mendengar decitan pintu terbuka, yang menampilkan kedua orang tuanya disana.

Gustav dan Dina berjalan pelan menuju sang sulung yang berdiri di bawah lemari besar milik sang bungsu yang berisi figuran kartun kesayangan nya dan piala-piala.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 27, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ELVANO [END]Where stories live. Discover now