°•°•°44°•°•°

39 13 0
                                    

Author's pov

Hujan turun dengan derasnya disertai dengan angin yang begitu kencang, membuat rintik rintik hujan masuk ke dalam ruangan. Hari berlalu begitu cepat hingga akhirnya warna jingga itu menyelimuti langit, namun kumpulan awan yang tebal menutupinya dan tentu saja yang tampak hanyalah warna abu abu yang mulai gelap.

Seharusnya sejak tadi penyerahan gelar juara battleband telah diumumkan, namun hal itu diundur hingga besok. Para siswa pun membanjiri lapangan menuju gerbang sekolah karena ingin pulang.

Rista, gadis itu berjalan lesu menuju gerbang sekolah sembari meremas penyanggap payung yang ia gunakan. Kali ini dia harus pulang sendiri karena ia sama sekali tak menemukan dimana para sahabatnya berada tadi. Sejak gadis itu masuk ke dalam kelas bersama Vincent, dia tak ingin lagi menunjukkan dirinya di koridor sekolah.

Vincent yang tadinya bersama dirinya kini tiba tiba saja menghilang ketika gadis itu tanpa sengaja tertidur di kelas, membuat hatinya semakin takut.

Seharusnya saat ini Dreynan menjemputnya, namun karena di sekolahnya menggelar sebuah acara membuatnya terpaksa harus ikut. Orang tua gadis itu belum pulang sehingga tak dapat dihubungi karena sibuk, terlebih lagi ibunya yang tentu saja belum pulang ke Indonesia.

Di saat saat seperti ini, supirnya bahkan tak bisa menjemput karena saat itu Rista meminta supirnya untuk tidak menjemput. Dia pikir gadis itu akan pulang bersama sahabatnya. Sialnya lagi, ponselnya bahkan kehabisan daya sehingga gadis itu tak bisa menghubungi siapapun.

Dengan langkah gontai, gadis itu melewati trotoar sembari menunduk. Untung saja Vincent meminjamkan jaketnya sehingga gadis itu bisa pulang tanpa merasa takut.

"Bahkan udah pake jaket tetap aja dingin," ujar Rista sembari berlari kecil menuju halte bus kemudian duduk disana sembari memeluk tubuhnya yang hangat. Entah kenapa hari ini hal buruk terus saja menimpa gadis itu. Terlebih lagi Nicky, gadis itu benar benar membenci Rista hingga ia melakukan hal sekasar ini.

Rista termangu sejenak sembari menunduk menatap genangan air yang berada tak jauh darinya, "Entah kenapa Rista ngerasa kalau hal buruk terus terjadi sama Rista." Gadis itu tersenyum perih sembari mengingat hal hal yang begitu buruk terjadi pada dirinya. Tak terbayang betapa hancurnya hati gadis itu.

Dimulai dari kejadian satu tahun yang lalu kemudian hubungan kakak dan Ayahnya yang mulai merenggang dan sekarang gadis itu kembali dirundung oleh Nicky membuatnya terus menangis di setiap malam. Rista tak tahu ingin menceritakannya kepada siapa.

Terlebih lagi gadis itu merasa takut untuk menceritakannya pada kedua orang tuanya bahkan sahabatnya sendiri.

"Nak, seseorang disana memanggilmu." Ucapan seorang pria paruh baya yang duduk tak jauh darinya membuat Rista membuyarkan lamunannya. Gadis itu hampir saja meneteskan air matanya.

Sembari tersenyum, Rista melihat ke arah mobil sedan berwarna hitam yang tengah terparkir di pinggir jalan. Disana terlihat siluet seseorang yang sangat Rista kenali.

Dengan sedikit berlari, Rista menuju kesana, Vincent. Pria itu menatap Rista sembari menyuruhnya mundur sedikit, "masuklah."

Pria itu membukakan pintu mobil dan menyuruh Rista masuk, awalnya gadis itu sedikit ragu, "ah, makasih, tapi Rista nunggu bus aja."

"Aku tak ingin mengulangi kata kataku untuk kedua kalinya," ucap Vincent seraya menatap Rista dengan tajam. Untuk yang kesekian kalinya tatapan pria itu mampu membuat Rista takut. Dengan gelagapan, Rista masuk dan menutup pintu mobil.

"Jalan, Pak." Mobil sedan itu pun kembali melaju di tengah derasnya hujan.

Rista menunduk meremas roknya dengan gugup. Gadis itu tak suka dengan keheningan, namun melihat Vincent yang tengah fokus menatap keluar jendela, membuat gadis itu harus bungkam.

DejarteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang