Bab 29 - Patah Tumbuh, Hilang Berganti

43 4 0
                                    

Dokter Heru_ Dokter yang membantu proses pemulihan Dante dari narkoba, tengah memeriksa hasil pemeriksaan Dante

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dokter Heru_ Dokter yang membantu proses pemulihan Dante dari narkoba, tengah memeriksa hasil pemeriksaan Dante. Aya menunggu penjelasan Dokter Heru dengan perasaan cemas.

"Kemungkinan asam lambung kamu naik nih," ucap Dokter dan berhasil membuat Aya bernapas lega mendengarnya.

Tapi, untuk memastikan semuanya, ada baiknya kamu cek darah ya. Takutnya ada infeksi virus atau bakteri," saran Dokter bertubuh tambun tersebut dengan lugasnya.

"Baik Dok..." jawab Dante lemah.

"Terima kasih Dok..." Aya turut mengucapkan terima kasih, karena ucapan dokter benar-benar menghilangkan segala perasaan resah di hatinya.

Dokter Heru sibuk menulis resep dan surat rujukan lab untuk Dante cek darah.

"Oh iya... kapan terakhir kamu cek HIV?" tanya Dokter Heru santai, tanpa memikirkan yang dirasakan Dante maupun Aya saat mendengarnya.

Dante dan Aya saling menatap tegang.

"Terakhir saya cek, kira-kira delapan bulan yang lalu Dok... dan itu udah cek kedua," jawab Dante.

"Oh, ya udah... kamu cek sekali lagi ya, buat make sure aja..."

Dante meremas tangan Aya dalam diam. Aya merasakan segala kekhawatiran yang terus melintas di benak Dante.

Setelah melakukan beberapa test dan menunggu hasilnya di sebuah bangku rumah sakit hingga malam menjelang. Dante termenung lemah seperti kehilangan harapan menatap sebuah kertas yang berisi tulisan 'POSITIF' di tangannya. Tampak pergolakan batin di wajah Dante.

Lalu sebuah tangan menyentuh pundak Dante dengan hangat dan lembut. Aya duduk di samping Dante sambil meraih tangan Dante yang meremas hasil testnya. Ada kesunyian di antara mereka.

"Kalau kamu mau batalin pernikahan kita... aku siap," ucap Dante. Tidak hanya memecah keheningan, tapi juga hati Aya yang mulai hancur karena ucapan Dante.

"Kamu mau menyerah?" tanya Aya sambil tersenyum tipis tak percaya. Genggaman Aya melemah.

"Aku ingin realistis... akan ada banyak hal yang dipertaruhkan apabila pernikahan kita tetap dilanjutkan..." jelas Dante melepaskan genggaman tangan Aya.

"Pertaruhan bukan hanya mengenai menang kalah Dante... dan nggak akan ada yang namanya kekalahan saat kita masih bersama..." Aya mencoba memperjuangkan hubungan mereka. Sedangkan Dante, hanya bisa tertunduk lemah, tak ingin mengikat Aya pada hubungan yang hanya akan memberatkan dirinya.

"Selama ini aku selalu bersikap egois... aku terus mempertahankan kamu meskipun aku selalu menyakiti kamu..." ucap Dante lirih.

"Kalau kita berpisah sekarang, apa kamu yakin kita akan bahagia?" Aya kembali mengeratkan genggamannya untuk memberi Dante kekuatan.

Dalam hatinya, Dante merenungkan setiap kata yang diucapkan Aya. Pikiran dan hatinya terus 'bergelut' dengan logika yang saat ini memimpin.

"Kita akan sama-sama terluka..." lanjut Aya.

"Bukankah lebih baik kita menanggungnya bersama, dibanding menanggungnya sendiri-sendiri?" tanya Aya sambil menatap wajah Dante yang mulai terbujuk ucapannya.

"Aku pernah mau menyerah sama kamu... dan aku menyesal... aku tidak mau menyerah dengan jalan hidup yang sudah kita pilih...!" jemari Aya semakin menggenggam erat jemari Dante.

"Aku takut mati...." ucap Dante sambil menitikan air mata.

"Mati sebelum aku bisa membahagiakan kamu..." lanjutnya.

Aya menatap wajah Dante dengan teduh. Ia berusaha tersenyum, untuk mengatakan bahwa ini bukan saatnya Dante menyerah hanya karena selembar kertas.

"Aku akan pastikan... Ketika salah satu dari kita mati duluan... kita berdua sudah sama-sama bahagia."

Dante menatap wajah Aya. Air mata terus menetes di wajah Dante. Benar-benar pemandangan yang memilukan. Air mata yang keluar dari pria yang selama ini selalu tersenyum dalam situasi apa pun.

Kini Dante terlihat sangat rapuh dan tak berdaya. Perasaan yang lebih membuatnya takut karena tidak mampu membahagiakan wanita yang paling berharga dalam hidupnya.

"Aku takut Ay. Takut menularkan virus ini ke kamu, takut tidak bisa memberi kamu anak, seperti yang kamu impikan selama ini," rintih Dante.

Stigma salah yang selama ini Dante dengar tentang penularan HIV lewat hubungan intim, dan bahwa seorang dengan HIV positif tidak bisa memiliki keturunan, benar-benar membuat dirinya ketakutan.

"Pada tahap ini, aku bukan lagi pria sempurna yang bisa mewujudkan setiap mimpi kamu Ay, dan kamu tidak akan menjadi wanita seutuhnya karena tidak bisa merasakan kehamilan dan melahirkan. Aku takut itu semua akan menyiksa kita. Menyiksa kamu karena tidak mendapatkan keinginan terbesarmu, dan itu juga akan menyiksa ku karena akan terus diselimuti rasa bersalah kepada kamu seumur hidup aku."

Dante benar-benar sudah berpikir panjang mengenai kondisinya saat ini, konsekuensi-konsukensi yang akan mereka alami bila tetap nekat untuk melanjutkan pernikahan mereka.

"Aku nggak mau ngeliat kamu hancur karena diri aku Ay..." Dante tertunduk, tak berani lagi menatap wajah Aya.

"Aku nggak selemah itu Dante..." ucap Aya membela diri.

"Aku wanita kuat, yang bisa mendampingi kamu dalam kondisi apapun. Aku yakin cinta kita akan mengalahkan segala keresahan yang saat ini kamu rasakan," lanjutnya.

Aya tetap berusaha mempertahankan niat mereka untuk membangun bahtera rumah tangga. Aya percaya, bahwa rintangan apapun akan mampu mereka hadapi selama mereka masih bersama.

"Percaya sama aku! Kita akan bisa melewati ini semua bersama," ucap Aya tegas.

Aya mengangkat wajah Dante yang tertunduk lesu. Memaksa Dante menatap bola matanya.

"Dante, kita akan lewati ini bersama. Apapun yang terjadi ke depannya, biarlah terjadi... karena aku mencintai kamu tanpa syarat."

"Apa kamu tidak takut Ay?"

"Aku takut... tapi aku memilih untuk tidak menyerah, dan aku harap, kamu pun melakukan hal yang sama!" ketegasan kembali meluncur dari mulut Aya.

Air mata Dante jatuh bercucuran, mendengar keteguhan hati Aya. Cinta Aya, benar-benar membuat hati Dante tersentuh dan haru. Perlahan, Dante merebahkan kepalanya di pangkuan Aya. Aya membiarkan itu semua, sambil membelai lembut rambut hitam Dante. Air mata menetes perlahan dari kelopak mata Aya. Namun, senyuman tetap menghiasi wajahnya. Senyum penuh keyakinan. Senyum penuh cinta.

"Bantu aku melewati ini semua Ay," pinta Dante lirih.

"PASTI!"

***

Aw aw aw aw... Aya benar-benar cinta mati sama Dante...
Dante juga sudah lebih dewasa karena sekarang lebih memikirkan Aya dibandingkan dirinya sendiri...

Jangan sampai ketinggalan Bab terakhir Unconditional Love yang akan di Publish hari ini pukul 20.00 WIB!

Jangan sampe kehilangan euforianya ya!
Selamat Membaca :D

Unconditional LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang