BIG SIN 2 - TwentyNine

346 30 6
                                    

Multimedia: Mauria Mahardika Sadewa and Khumaira Azzahra.

*-----*

"MAURIA!!!" Dika melirik pada gadis cantik yang masih mengikutinya sampai menuju ke kamar mandi. Tubuh keduanya masih tidak tertutup oleh kain dan Dika bisa melihat perbuatannya berbekas kemerahan diantara kulit putih milik gadisnya.

Se-biadab itu kah dia? Pikir Dika terhadap dirinya.

Dengan pandangan kosong, Dika terdiam di tempat saat Zahra mendekat lantas mendekap tubuh jangkung milik Dika dengan lembut "Aku benar-benar baik-baik saja, Mauria" bisik si cantik diantara pelukan mereka yang semakin mengerat.

Tangan milik Dika bergerak lamban diantara kulit tubuh milik Zahra "Aku minta maaf" saat mendengar itu, Zahra langsung melepaskan pelukan mereka berdua untuk melihat ekspresi si tomboy yang tampak hilang.

"Kamu minta maaf?" ulang Zahra seolah pendengarannya tidak berfungsi dengan baik dan benar.

"Aku terlalu berlebihan" lanjut Dika.

"Tak apa. Aku sungguh baik-baik saja"

"Tapi kamu ketakutan" bantah Dika mengatakan apa yang ia lihat dengan jelas.

"Aku hanya terkejut" bantah Zahra seraya menarik pandangan Dika kepada dirinya "Aku tidak takut, Mauria. Sungguh"

Masih dengan pandangan kosong, Dika berkata, "Kamu benar-benar ketakutan, Zahra" dengan nada lirih dan semakin hilang di ujung kata. Gadis itu berlalu meninggalkan Zahra yang masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar oleh kedua pasang telinganya.

Zahra?

Apa gadis tomboy itu baru saja memanggilnya dengan nama akhirnya?


*BIG SIN 2 2022 by Riska Pramita Tobing*


Sudah hampir dua minggu lamanya Zahra merasa sendirian meskipun Dika selalu tetap dengan dirinya. Besok, Zahra dan Dika akan melaksanakan Ujian Nasional dan gadis cantik itu kesulitan untuk berkonsentrasi karena hubungannya dengan Dika sedang tidak baik-baik saja.

Malam ini, Dika belum pulang ke rumah. Sering kali Zahra mendapati gadis tomboy itu pulang sangat larut sampai-sampai Zara kebingungan tentang apa saja yang gadis itu lakukan sampai pulang ke rumah pagi-pagi sekali.

Zahra bangkit berdiri dari meja belajar milik Dika yang dibagi dua dengan dirinya lantas pergi menuju dapur untuk mengambil air hangat.

Terdapat catatan kecil yang menenpel tepat di samping kompor 'Aku harus pergi mengurus banyak hal malam ini, jadi mungkin aku tidak akan pulang sampai besok. Kunci rumah dengan baik, jangan sampai ada pintu atau jendela yang terbuka. Jangan khawatir dan tidurlah dengan nyenyak. Aku menyayangimu. --Dika"

Zahra tersenyum kecut saat ia sampai di akhir hurup yang tertulis rapi dari tangan Dika. Ia sudah berubah menjadi seseorang yang tidak Zahra ketahui dengan perlahan.

Sebelumnya, Zahra tidak pernah mendapat catatan berakhir dengan nama tengah milik si tomboy. Jika saja gadis itu meninggalkan catatan, ia pasti mengakhirinya dengan nama 'Mauria' seperti ia memanggil nama gadis itu di setiap saat.

Tapi, akhir-akhir ini si gadis tomboy tidak memperlakukannya dengan baik seperti biasanya dan itu membuat Zahra kacau bukan main. Gadis itu kemudian menarik napas panjang, ia rindu pada gadis tomboynya yang dulu.

Sejak saat terakhir kali mereka melakukan sentuhan yang tergolong intim, Dika tidak pernah menyentuhnya lagi.

Gadis itu tidak memberikan pelukan selamat tinggal ataupun pelukan hangat disaat mereka tidur bersama. Ia juga tidak memberikan kecupan manis di setiap pagi dan malam atau di tengah-tengah hari seperti yang biasanya ia lakukan untuk mengganggu Zahra agar gadis cantik itu tersenyum karena kelakuannya.

Jujur saja. Zahra rindu. Tapi ia tidak ingin mengaku.

*--*

Tanpa disangka-sangka sebelumnya, Zahra menjalankan ujian nasional dengan lancar meskipun hatinya kacau berantakan tersiksa oleh rindu. Gadis itu ternyata bisa belajar meskipun dirinya ditikam rasa perih tidak terkira yang semakin menumpuk didalam dirinya.

Baik Zahra maupun Dika --masing-masing dari keduanya, terlalu keras kepala untuk menyerah terhadap beban rindu yang menggelayut di pundak mereka. Sehingga mereka lebih memutuskan untuk saling mendiamkan terhadap satu sama lain jika harus dibandingkan dengan mengungkapkan perasaan sensitif keduanya yang terdengar menyedihkan dan kekanakan.

Sebelumnya, baik Zahra maupun Dika tidak pernah saling mendiamkan seperti ini. Tidak pernah terjadi pertengkaran diantara keduanya karena Dika selalu pandai membuat Zahra nyaman dan senang jika sedang bersama dengan dirinya.

Tapi akhir-akhir ini gadis tomboy itu berubah. Ia sedikit sering memaksa kehendak Zahra agar menurut padanya. Sebenarnya, Dika selalu seperti itu sejak lama. Orang yang suka menuntut agar terpenuhi.

Sedikit perbedaannya adalah; sekarang, Zahra tidak terlalu mengikuti apa yang di inginkan gadis itu kepadanya. Karena jika saja boleh jujur, Zahra juga memiliki keinginan sendiri dan ia layak untuk memperjuangkan keinginannya dengan kukuh.

Perselisihan jarang terjadi diantara keduanya karena sebelumnya hanya ada satu nahkoda di kapal mereka. Tapi sekarang, Zahra juga memiliki tujuan yang ia inginkan sehingga kapal jadi terbelah karena ada dua nahkoda dan menciptakan pertengkaran diantara keduanya.

Bukankah itu hubungan yang sehat? Pikir Zahra.

Tidak mungkin kan jika ia harus terus-menerus mengekori keinginan Dika? Ia juga harus berjuang untuk keinginannya. Dan Zahra ingin Dika mengerti bahwa Zahra juga cukup keras kepala untuk memperjuangkan keinginannya.

Zahra ingin mereka baik-baik saja. Kembali menjadi seperti sebelumnya. Dimana Dika memperhatikan dirinya seperti tidak ada orang lain di atas dunia, dimana Dika memperlakukan Zahra seperi dirinya adalah sesuatu yang spesial dan tidak bisa tergantikan oleh siapa-siapa, dimana Dika menjadikan Zahra satu-satunya tempat bagi dirinya untuk kembali, dan dimana Dika mengerti tentang apa yang diinginkan oleh Zahra sehingga membiarkan gadis cantik itu membuat dirinya bahagia dengan caranya.

Dika telah berubah.

*--*

Kenyataan dimana Zahra mengontrol dirinya merupakan sesuatu yang baru diantara hungungan keduanya. Dika tidak terbiasa dengan hal seperti ini.

Selama Dika bersama dengan Zahra yang sudah mendekati tahun ke tiga, Dika selalu menjadi orang yang mengatur bagaimana jalan hubungan mereka. Dan semuanya selalu baik-baik saja.

Namun, sejak Zahra memiliki pemikiran dan jalan sendiri diantara hubungan keduanya, mereka jadi kacau dan terpisah oleh keegoisan masing-masing.

Mau tidak mau, hal itu membuat Dika berpikir bahwa Zahra masih kalut dalam mengatur hubungan. Zahra tidak berbakat menjadi seotang diktator sepertinya. Gadis cantik berpipi tembam itu sangat payah menjadi seorang pemimpin dan hal itu membuat Dika memberontak karenanya.

Dika tidak bisa diatur. Apalagi jika aturannya tidak masuk akal seperti yang diucapkan oleh Zahra terhadap dirinya dimana Dika harus berubah menjadi dirinya yang dulu. Dan Dika tersesat karena ucapan itu benar-benar terlontar dari bibir Zahra kepada dirinya.

Dika tidak pernah berubah. Ia tetap menjadi dirinya sepanjang waktu, dan Zahra meminta Dika untuk berubah menjadi dirinya yang dulu. Memang apa yang berubah dari Dika?

Bukankah semuanya baik-baik saja? Dika tidak pernah berubah dan Zahra menyangka dirinya berubah?

Apa mungkin Zahra yang berubah?

Iya! Benar!

Sekarang, Zahra lebih menuntut kepada dirinya jika harus dibandingkan dengan Zahra yang dulu!

Bukan Dika yang harus berubah! Seharusnya Zahra yang berubah!

*-----*
Riska Pramita Tobing.

Author note: Hmmmm... Bau-bau sad ending.

BIG SIN 2 (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang