BIG SIN 2 - Three

728 37 5
                                    

Multimedia: Mauria Mahardika Sadewa

*-----*

              Dika tersenyum dengan disertai ekspresi semangat saat ia melihat mobil mewah berwarna merah menyala yang terlihat kontras dengan perkampungan seperti ini terparkir tepat di hadapan rumah Zahra.

Gadis tomboy itu tahu betul kalau itu adalah Abangnya, Dika segera berlari ke arah mobil lantas membuka mobil untuk mendapati Rafael yang masih duduk di balik kemudi karena enggan untuk menghampiri rumah Zahra yang bahkan terlihat terlalu sederhana untuk dirinya. "Apa ini benar-benar rumah Zahra?" ekspresi Dika dengan cepat berubah "Memangnya kenapa?" dan kini, gadis tomboy itu tengah menatap Abangnya dengan tatapan heran.

Rafael segera menunduk karena tahu kalau dia salah dalam mengatakan ujarannya. "Maaf, Dek. Abang minta maaf" ujar pemuda itu sambil mengambil tangan Dika sebelum gadis itu sempat menyangkalnya "Abang nggak usah minta maaf sama aku. Harusnya Abang minta maaf sama Khumaira" dan gadis tomboy itu pergi keluar dari mobil mewah itu lantas kembali ke rumah sederhana milik Zahra.

Saat Dika masuk ke rumah Zahra, ia disuguhi dengan Zahra yang tegah menyetrika beberapa baju termasuk baju miliknya yang sempat ia kenakan hari kemarin "Loh? Abangnya nggak di ajak?" sapa Zahra seraya menyimpan satu kemeja milik Dika yang sudah selesai ia setrika.

Si gadis tomboy yang diajak bicara justru hanya diam dan menghampiri bajunya yang sudah selesai untuk segera ia masukkan ke dalam tas ransel miliknya "Hey, aku nanya kamu nggak dengar?" tegur si gadis cantik sambil mengusap paha si tomboy yang berada dekat dengan dirinya.

Dika meggelengkan kepalanya sedikit "Abang istirahat di mobil" ujar gadis itu sambil lalu membawa setrika dari tangan Zahra yang lincah dan mencoba untuk membantunya "Awas nanti jari kamu kena setrika lagi. Luka bakar yang kemarin aja belum sembuh kan?" dan Dika segera menyerahkan kembali setrika yang ada ditangannya karena ujaran Zahra benar adanya.

Karena melihat Dika langsung pasrah dengan ejekannya, Zahra kemudian terkekeh kecil dan segera melanjutkan kegiatannya "Jadi, kita akan segera berangkat setelah aku selesai kan?"

"Ya"

Si cantik berpipi chubby langsung mengerutkan kening karena mendapatkan jawaban sangat singkat dan berbunyi cuek dari Dika "Mauria.. kenapa??" Zahra mengatakan itu dengan sedikit berbisik dan tanpa lupa dengan disestai usapan lembut di paha si gadis tomboy. "Jangan khawatir, aku akan segera membaik"

Zahra hanya bisa melihat punggung tegap milik Dika saat gadis tomboy itu berjalan menuju ke kamar miliknya yang sempat ditinggali oleh mereka berdua, Zahra hanya bisa berharap bahwa gadis tomboy itu akan membalik punggung lebarnya lantas menjelaskan apa yang terjadi di antara dirinya dan Kakaknya. Namun ternyata harapan Zahra hanya dijawab dengan kekosongan semata.

*BIG SIN 2 by Riska Pramita Tobing*

               Zahra tersentak saat ia melihat rumah yang dimiliki gadis tomboy yang selama ini satu kamar dengannya ini merupakan sebuah rumah yang lebih pantas untuk disebut sebagai mansion mewah yang besar dan megah. Gadis catik berpipi tembam itu kemudian melirik tidak yakin pada Dika yang masih saja tertidur meringkuk di kursinya dan ia menoleh kembali ke tempat mewah yang akan ia singgahi selama liburan sekolah kenaikan kelas ini berlangsung.

"Bangunkan bocah itu" Zahra sedikit kaget saat ia mendengar suara serak dan dalam milik Rafael membawanya ke alam nyata dimana mereka bertiga sudah berdiam di dalam mobil dengan logo cincin empat ini selama hampir sepuluh menit lamanya.

Dengan begitu, Rafael membuka pintu mobil lantas membereskan bawaan milik Zahra sementara gadis cantik itu sedang berusaha untuk membangunkan sleeping beauty yang menemplok di bahunya. Iya, sleeping beauty itu Dika. 🙄

Sekali, Zahra menggoyangkan bahu milik Dika dengan perlahan dan gadis tomboy itu hanya bergerak sedikit dari posisi nyamannya "Mauria" bisik Zahra mencoba untuk membangunkan gadis itu lagi namun Dika justru semakin betah bergulung di bahunya.

Zahra tahu ia akan kesulitan untuk membangunkan gadis itu. Hufth.

"Hey, bangun. Sudah sampai" kini, Zahra mencubit pipi Dika karena gemas.

"Ungh!! Iyaa" dan akhirnya gadis itu bangun dari tidur panjangnya.

Zahra sedikit terkekeh saat ia melihat raut masam milik Dika dengan disertai mata yang masih tampak sangat mengantuk dan bahkan terlihat merah terpampang jelas di hadapannya "Ugh! Aku baru aja tidur, Khumaira" meskipun kini gadis tomboy itu sudah siap-siap untuk keluar dari mobil, nyatanya ia tetap saja menyempatkan diri untuk meruntuk kasar.

Zahra tidak bisa berbuat apa-apa selain memberikan kekehan kecil pada gadis tomboy yang tiba-tiba saja berubah menjadi perutuk dan manja. Selama Zahra kenal dengan Mauria yang bisa dihitung hampir mencapai dua tahun lamanya, gadis tomboy itu tidak pernah menampakkan sifat seperti ini.

Dika biasanya akan selalu tampak cool dan berwibawa. Tegas disetiap keputusan maupun perkataan, keras dalam setiap didikan maupun perlakuan, tangguh atau bahkan pemarah sekalipun. Baru kali ini Zahra dipertemukan dengan sosok Dika yang senang meruntuk dalam ujaran manja. Karena sebelumnya, Zahra lah yang biasanya melakukan hal seperti itu pada Dika.

Biasanya, Zahra bersikap persis seperti bocah berusia lima tahun pada Dika yang dengan senang hati memanjakannya. Dan sekarang, melihat sisi lucu dibalik tegas dan kerasnya Dika membuat Zahra jadi tidak henti ingin tertawa. Itu sangat menggemaskan.

Zahra sedikit bingung saat ia melihat rumah seluas ini terlihat kosong tanpa penghuni. Gadis feminim itu kebingungan dengan suasana yang tidak terasa seperti rumah namun lebih tepatnya terasa seperti ruang kosong yang hampa.

Meskipun Zahra disuguhi dengan interior rumah yang sangat menawan dan terlihat indah juga mewah, tapi Zahra tidak bisa menemukan kehangatan keluarga seperti apa yang dimilikinya di rumah. Saat Zahra dibawa Dika menuju kamarnya yang ada di lantai dua, gadis berpipi tembam itu sedikit heran melihat ekspresi enggan yang ditampilkan gadis tomboy itu padanya dan Zahra menekuk alis karena itu.

Setelah lebih dulu membuka hijab dan merapikan cepolan rambutnya, Zahra menyusul Dika yang sedang duduk menghadap jendela yang berada tepat di samping tempat tidurnya. Dari sana, Zahra bisa melihat belakang rumah Dika yang dikelilingi oleh pepohonan rindang dan tidak lupa persawahan di sebagian wilayah. Pantas saja udara di sekitar perumahan Dika masih terawat dan cukup sejuk -bahkan hampir menyerupai udara sejuk di perkampungan Zahra.

Setelah merasa cukup untuk membiarkan Dika bergeming dengan pemikirannya, Zahra kemudian mengusap jemari panjang milik gadis tomboy itu sebelum akhirnya menggenggamnya di tangannya sendiri "Kenapa mukanya di tekuk terus, hmm?" ujar si cantik sambil memberikan senyum terbaik pada gadis di sampingnya.

Karena diberikan senyum merekah, Dika jadi ikut memberikan senyum kecilnya pada Zahra. Gadis itu balas menggenggam erat jemari milik Zahra yang lebih kecil serta lebih lembut darinya itu sebelum akhirnya menjawab dengan suara serak dan dalam "Aku benci tempat ini. Aku rindu Ibu dan aku sudah tidak bisa melihat dia lagi"

*-----*

Riska Pramita Tobing.

BIG SIN 2 (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang