/44/

969 99 0
                                    

"Dihukum?"

"Ya."

































Bright tidak tahu kalau ia akan semenyesal ini. Tidak tahu kalau dihukum yang dimaksud Win adalah, mereka tidak tidur bersama di satu tenda alias Win akan tidur dengan Racha dan Love dengan Bright.

Bukan itu yang disangkanya. Bukan itu pula keinginannya. Lantas ia berkali-kali membujuk Win agar tidur dengannya namun yang ia dapatkan hanyalah penolakan tegas.

Bright kesal, tapi ia tidak bisa mengubah keputusan Win. Itu salahnya, tapi bukan salahnya.

Ia bergerak gelisah dalam tidur- namun tidak bisa bergerak banyak. Mengingat Love benci dengan orang yang dalam keadaan tidur bergerak sana-sini. Katanya cukup mengganggu.

Ia lantas keluar dari tenda, berniat menuju tepi pantai dan duduk disana sambil merutuki kesalahannya.

Namun saat sudah diluar, ia melihat ada sosok lain yang sudah duluan ditempat yang ia maksud- sedang berjalan menyusuri air laut dengan sesekali melompat, guna menghindari air.

Bright berlari kesana, mendekati sosok tersebut.

"Tidak bisa tidur?"

Sosok itu berbalik. Ternyata ia adalah Win.

"Tanyakan pada dirimu juga." cibirnya. Bright terkekeh lalu ikut berjalan disamping Win.

"Aku minta maaf soal tadi."

Win menghentikan langkahnya, ia kemudian menghadap laut yang tampak tenang dengan terang yang remang-remang karena disinari bulan.

"Jangan hanya minta maaf, kasih tahu juga identitasnya."

"Kalau aku cerita, jangan langsung marah dan dengarkan sampai selesai dulu. Oke."

"Ok."

Lagi, Bright terkekeh. Ia kemudian menarik lengan Win, bermaksud untuk mengajak lelaki itu duduk bersama, sambil melihat pemandangan alam didepannya. Tampak sejuk dan menenangkan bagi Bright, namun menyakitkan bagi Win.

"Namanya Nevy. Umurnya sama denganku. Dia cantik, baik dan selalu mendukungku di setiap situasi." ucapnya, masih melihat ke depan. Sementara Win menatapnya sendu. Belum benar-benar siap mendengarnya. Ada sedikit rasa sakit di dadanya, namun ia tahan.

"Dia juga suka sekali memasak. Terutama memasak makanan kesukaanku." Bright tersenyum seraya bercerita. "dia juga senang belajar sesuatu yang baru, seperti.. ia tahu aku suka bermain musik, dia pun ingin juga bisa bermain musik. Katanya supaya aku dan dia bisa mencover lagu romantis." Bright terkekeh miris, mengingat-ingat masa-masa itu.

"Banyak orang berpikir aku adalah orang yang sangat cuek, aku tidak cocok dengan gadis yang ramah dan suka berbaur seperti Nevy. Tapi mereka tidak tahu aku sangat amat peduli terhadap dirinya. Mereka tidak tahu aku.." ia menggantung kalimatnya, menimbang-nimbang untuk mengatakannya atau tidak, namun akhirnya, "aku sangat amat mencintainya."

Win mematung. Kalimat terakhir Bright terngiang-ngiang dipikirannya. Ia jadi overthinking sekaligus insecure.

"Lalu kenapa kalian berdua berpisah?" masih ada satu kekuatan untuk ia bertanya.

"Ia hamil dengan orang lain."

Win terkejut, melirik Bright untuk memastikan kondisi lelaki itu.

"Tapi kalian saling mencintai, kan?" tanyanya, tidak percaya dengan kata-kata Bright barusan.

Bright tersenyum, "Pernah." ralatnya.

"Maksudnya?"

Bright menggeleng, kemudian tangannya mengelur kepala Win dengan sayang, "itu tidak penting. Aku tidak ingin mengingatnya lagi. Yang pasti, aku sudah tidak punya rasa apa-apa lagi untuknya."

Win terdiam. Sejujurnya ia masih penasaran. Tapi kalau dipaksa bercerita, pasti cukup menyakitkan bagi Bright.

"Aku.."

"Iya?"

"Sebenarnya cemburu."

Bright tersenyum lalu kembali mengacak rambut Win gemas. "Aku tahu."

Win membuang muka, ia malu karena sudah bersikap seperti bocah yang baru pacaran. "Maaf."

"Tidak perlu. Memang seharusnya aku tidak menggodamu dan langsung bercerita saja. Aku hanya tidak ingin mengingat seseorang yang sudah bukan bagian dari diriku lagi." ucapnya sembari melihat Win.

"Dan bagian dari diriku yang baru adalah kau."

Win tersipu, wajahnya memerah. Namun kemudian ekspresinya berubah kembali sendu.

"Bright, aku boleh tanya sesuatu?"

Tanpa menoleh, Bright menjawab, "tentu, tanya saja."

Ada sedikit keraguan dalam batin Win, saling bergejolak menyusun kata yang tepat untuk ditanya. Setelah hatinya siap, ia kemudian menarik tangan kiri Bright untuk digenggam tangan kanannya dengan erat.

"Seandainya.. seandainya bagian dari dirimu kembali hilang untuk yang kedua kalinya, apa yang akan kau lakukan?"

Nineteen • [Bright×Win]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang