14

1.1K 253 16
                                    

Naruto membaringkan tubuhnya di atas matras latihan bela diri di aula camp militer. Tubuhnya dibanjiri peluh, tentu saja karena dirinya baru saja menyiksa diri dengan melakukan kick boxing sejak sore hingga nyaris jam sepuluh malam.

Alasannya tentu saja karena dirinya nyaris gila kalau terus memikirkan soal Hinata maka dia ingin mengalihkan pikiran namun saat ini justru dirinya makin kalut.

Suara pintu besi ruang aula yang dibuka terdengar nyaring, Naruto hanya menoleh sekilas dan mendapati Konohamaru berlari ke arahnya membawa kantung berisi botol air isotonik yang memang dia pesan pada Sersan muda itu.

"Ini minumanmu." Konohamaru lalu duduk di lantai dekat matras dan mengeluarkan semua minuman dan makanan yang dia bawa.

Naruto masih berbaring menatap langit-langit "kembalilah ke asrama sekarang, aku ingin sendirian."

Konohamaru tidak peduli dengan ucapan itu, dia membuka cup ramen yang sudah diseduh dan bersiap makan di sana. Untung saja dirinya belum tidur saat mendapati telepon dari kaptennya berisi perintah untuk membawakan air isotonik kemari. Sebetulnya dia memang lapar dan ingin membeli ramen instan di minimarket di lantai satu asrama jadi permintaan kaptennya kali ini tidak begitu merepotkan.

Naruto hanya mendecak lelah saat mendengar suara Konohamaru sudah mulai menyesap ramennya dan duduk di sana tanpa berniat mengindahkan permintaannya.

Konohamaru meniup kuah ramennya. Ramen dan cuaca dingin memang perpaduan yang sangat cocok. "Aku belikan satu untukmu kapten, permintaan maaf karena sempat membuat wajahmu memar."

Naruto meraih air isotonik miliknya dan menenggaknya dengan posisi masih berbaring. "Aku mungkin akan berterima kasih karena kau memberiku memar itu." Karena Hinata membelai wajahnya begitu lama malam itu setelah menemukan memar tipis di wajahnya.

Konohamaru mengerutkan kening, semakin hari kaptennya semakin aneh saja.

Pria muda bersurai cokelat itu lalu sedikit tersentak sekaligus takjub melihat bekas luka jahitan melintang panjang sekali di pinggul kiri kaptennya, baru dia sadari ada luka baru itu di tubuh kaptennya yang tengah berbaring dengan tubuh bagian atas terekspos sempurna. "Bekas lukamu keren kapten, nampak seperti pria sejati."

"Konohamaru, kumohon untuk malam ini saja kau perlu menutup mulutmu." Naruto hanya berujar lelah, dia hanya ingin memulihkan diri dari rasa lelah sekaligus kecewa yang tengah melanda hatinya.

"Apa salahku?" Konohamaru berujar tak terima. "Kau kesal pada orang lain, kenapa aku yang harus tutup mulut?"

Naruto geram sekali, ingin menghukum Sersan pembangkang itu dengan latihan berat bak neraka yang akan dia lakukan besok. "Lakukanlah sesukamu kalau begitu."

Konohamaru lalu menenggak minumannya "bagaimana kencanmu kemarin, apa berjalan lancar?"

"Tidak, aku diabaikan sekarang." Naruto berujar kesal, karena Konohamaru terus bertanya dan dia tahu benar, jika tak dijawab pertanyaan yang dilontarkannya akan makin membabi buta.

"Ah, sayang sekali!" Konohamaru berujar kecewa. "Kau menggunakan pengharum mulut kan?"

Naruto bangkit duduk lalu merebut cup ramen instan yang Konohamaru pegang dan meletakannya di atas lantai sedangkan tangannya mengapit leher Konohamaru dan menjatuhkannya di atas matras, bocah itu perlu diberi hadiah karena sempat menggodanya saat akan berangkat menjemput Hinata kemarin. "Aku tidak bau mulut, bocah!"

Konohamaru menahan lengan kaptennya yang masih memberi kuncian di leher dan tubuhnya "aaah, kapten kau mau membunuhku ya?" Tanyanya dengan suara tercekat.

The PrayerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang