24

1.7K 289 34
                                    

Naruto memejamkan mata seraya menarik napas dalam-dalam sambil membuat gestur salib dari kening, dagu, ke bahu.

Dirinya tak pernah merasa begitu gelisah menghadapi sesuatu, bahkan di tiap hari pelantikannya di kemiliteran tak pernah terasa begini. Tapi hari ini, dirinya serasa nyaris mati saja karena degup menggila di jantungnya.

Bulan berlalu dengan cepat, hari yang dia tunggu-tunggu akhirnya tiba juga.

Ya, ini adalah hari pernikahan.

Banyak hal terjadi di hari-hari sebelumnya, mengurus pernikahan syukurlah terasa mudah bagi Naruto karena Hinata selalu berada di sampingnya, membantu memutuskan ini dan itu terkait pernikahan.

Juga teman serta keluarga selalu memberi masukan dan bantuan tanpa pernah diminta, membuat mereka selalu merasa bersyukur.

Saat sedang fokus berdoa di dalam mobil, tiba-tiba saja kaca mobilnya diketuk dari luar.

"Cepat turun Kapten, kau ingin menikah atau tidak?!" Konohamaru bertanya dengan kesal karena dia sudah diminta datang di sini sejak jam 7 pagi.

Naruto lalu melangkah turun dari mobil dan merapikan jas yang melekat di tubuhnya. "Bicaralah sesukamu hari ini Konohamaru, aku akan memaafkanmu karena ini hari bahagia."

"Baiklah aku akan bicara sesukaku setelah upacara pernikahan. Sekarang aku akan diam." Konohamaru lalu berjalan di samping kaptennya itu.

"Hinata belum datang?" Naruto menoleh ke arah pekarangan gereja yang masih cukup sepi, tentu saja dia datang lebih pagi hari ini karena ingin memastikan semuanya sudah siap saat Hinata tiba nanti.

"Belum, tadi Pastor memberitahuku bahwa mereka sudah berangkat." Konohamaru telah membantu persiapan pernikahan ini sebisanya di tengah pekerjaan yang memang tengah berlangsung cukup padat.

Saat Naruto masuk ke area gereja sudah ada beberapa kerbat dan teman yang datang dan dia menyempatkan diri untuk menyapa dan berucap terima kasih karena sudah datang jauh-jauh dari Tokyo ke Osaka untuk menghadiri pernikahannya.

Naruto lalu menemui Pastor untuk bicara singkat.

Pastor menepuk bahu tegap sang mempelai pria sambil tersenyum "lihat, jika Tuhan sudah berkehendak."

Naruto tersenyum simpul, dia ingat dulu pernah bicara di hadapan Pastor dengan begitu putus asa karena cinta, tapi mereka di sini hari inienunggu upacara pernikahan. "Tuhan baik sekali padaku dan Hinata."

"Semoga pernikahanmu diberkati." Pastor berujar dengan tulus.

...

Suara khidmat pagi yang cerah di gereja itu terasa amat syahdu. Naruto berdiri di depan altar menghadap ke arah pintu gereja yang kanan dan kirinya diapit bunga besar dan selendang putih yang terbentang dari atas pintu hingga ke altar.

Pria itu tersenyum tipis kala dua daun pintu gereja akhirnya dibuka dan di sanalah mempelainya berdiri, mengapit lengan ayahnya erat-erat.

Saat pandangan mereka bertemu, Naruto terasa membeku beberapa saat. Di tengah harapannya yang sempat pupus dulu, dia pernah berdoa dengan sungguh-sungguh di hadapan Tuhan, ingin Hinata jadi kekasih sejatinya dan di tengah keputus asaan itu, ternyata Tuhan telah mendengar doanya.

Hinata berdiri di sana dengan gaun putih menjuntai di atas lantai gereja. Degupan di dadanya menggila kala benar-benar mendapati pria itu berdiri dengan gagah di atas altar mengenakan tuxedo hitam yang kontras dengan gaunnya, sedang menatapnya dengan tatapan serius yang terasa hangat.

Para tamu yang telah memenuhi kursi-kursi gereja diminta berdiri untuk menyambut mempelai wanita yang akan diantar oleh ayahnya naik ke atas altar.

Hinata merasa hari ini perjalanan menuju altar terasa begitu jauh, padahal biasanya dia akan berjalan cepat di tengah jajaran kursi.

Setapak demi setapak langkah dia berjalan bersisian dengan ayahnya untuk menghampiri prianya yang sudah menunggu.

Hiashi membantu putrinya naik ke atas altar dan memberikan lengan putrinya yang berbalut sarung tangan putih untuk digenggam oleh Naruto "jaga putriku."

Naruto meraih tangan Hinata, menggantikan pegangan kuat Ayah perempuan itu yang telah mengantarnya. "Tentu saja." Ujarnya dengan pelan.

Hinata terlalu malu untuk sekedar menatap wajah pria itu yang sudah memegang tangannya dengan lembut.

"Cantik sekali, istriku." Bisik Naruto sekilas sebelum Imam memulai upacara pernikahan.

"Terima kasih." Hinata menundukan pandangannya, tak sanggup menatap mata pria itu yang pasti terus menatapnya.

Naruto mencoba menenangkan dirinya begitupula dengan Hinata karena sebetulnya degupan menggila di dada sama-sama dirasakan keduanya.

...

Kala upacara pernikahan dilaksanakan, semua kerabat dan tamu yang datang berdiri dan mendengarkan secara khidmat ikrar perkawinan yang akan diucapkan kedua mempelai.

Naruto berujar dengan sangat tenang dan lugas kala Imam memulai upacara pernikahan dengan pertanyaan yang harus dijawabnya.

Begitupula Hinata yang sudah jauh lebih tenang saat dirinya telah berdiri di samping pria itu.

Keduanya fokus pada apa yang Imam ucapakan untuk memimpin upacara pernikahan mereka.

Naruto sesekali melirik ke arah mempelainya, ingin lihat seberapa cantik perempuan itu saat mengatakan bersedia menikah dengannya, bersedia menghabiskan sisa umur bersamanya.

Hinata sempat memberanikan diri untuk menoleh dan mendapati pria itu sedang menatapnya. Dirinya tersenyum lembut dan kembali menundukan pandangan untuk fokus pada upacara perkawinannya.

Di gereja ini, mereka dipersatukan.

Gereja saksi bisu kala dua hamba Tuhan sama-sama memasrahkan diri dan meminta untuk hati satu sama lainnya.

Naruto tak akan pernah lupa, hari-hari dimana dia menatap punggung Hinata yang tengah berdoa.

Hinata juga tak akan pernah lupa rasanya, melantunkan doa yang sama dengan pria itu meski selalu duduk berjauhan.

Dan hari ini Tuhan mengijinkan mereka berdiri di sisi satu sama lainnya untuk mengucap janji pernikahan untuk bersama sampai kehidupan berakhir.

Selepas Imam memimpin doa, Naruto dipersilakan membuka waring yang menutupi wajah cantik mempelainya.

Dan kini dirinya bisa menatap jelas wajah istrinya yang setelah hari ini akan bisa dengan puas dipandangnya sepanjang hari.

Keduanya bertukar tatap, ingin memuji satu sama lainnya namun kalimat itu tertahan di bibir kala Imam mengarahkan prosesi pertukaran cincin.

Hinata memasangkan cincin di jari manis kanan pria itu begitupula sebaliknya, mengikat satu sama lain secara simbolik, menandakan pergantian status yang sah.

Selepas itu, upacara pernikahan memasuki babak akhir, Pastor memimpin doa bersama yang ditujukan kepada sepasang suami-istri yang baru menikah tersebut.

Dan bagian akhir dari seluruh rangkaian, yang paling Naruto tunggu-tunggu. Mungkin semua mempelai pria di dunia juga menunggu hal yang sama.

Naruto meraih dagu lancip istrinya. "Boleh memejamkan mata." Bisiknya di hadapan perempuan itu.

Hinata tersenyum simpul dan benar memejamkan mata setelah diijinkan suaminya. "Baiklah."

Naruto menundukan tubuhnya sedikit dan mengecup bibir istrinya dengan lembut.

Pada detik itu, dirinya merasa sangat bahagia dan semoga saja Hinata merasakan hal yang sama.

"Aku mencintaimu, Hinata." Ucap Naruto sekali lagi. Kalimat yang akan terus berulang terucap dari bibirnya tanpa pernah lelah.

...

"Jangan biarkan ku pulang ke rumah yang bukan engkau"

.

Omake?

The PrayerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang