06

49 4 1
                                    

                        Tidak perlu khawatir

Harfi menghembuskan nafas nya dengan kasar.

"Sial"

Harfi tidak menyangka ucapan Hana tadi malah menganggu pikiran nya. Harfi mengeluarkan sebatang rokok, dan korek.

Di malam Rabu ini sedikit berbeda, ada butiran air mata yang mengalir dalam kebingungannya. Dan asap rokok yang mengepul di sebuah ruangan.

Dua ruangan yang berdampingan, satu di antara nya memilih mengosongkan ruangan tersebut, mungkin untuk selamanya.

Tidak ada yang menyangka bahwa ketergantungan seseorang akan selalu kekal. Semua ada waktunya, ya waktu di mana kita mengalami perpisahan yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan.

Harfi memijat pelipisnya pelan, dia terkekeh sembari tersenyum kecil. "Apaan si Fi, mikirin si Hana sampe segini nya,"gumam Harfi.

"Mau dia pergi dari rumah ini atau ninggalin ibu nya sendiri, apa urusannya sama gua coba. kenapa juga gua harus khawatir."

•••

"Nak Harfi, ayo makan dulu,"titah Sania saat melihat Harfi turun dari tangga.

Harfi mengangguk ringan, dia melihat ke arah meja makan sebentar sebelum menyadari, kalau Hana tidak ada di sana.

Bukan Harfi perhatian,tapi ini kebiasaan. Biasanya Hana sudah duduk manis di bangku meja makan, atau dia akan merapikan hidangan makanan di atas meja.

Tapi untuk hari ini, tidak ada kebiasaan seperti biasanya. Harfi menatap Sania yang sedang membereskan piring-piring "Bi, Hana kemana?,"tanya Harfi.

Sania tersenyum "Hana katanya ada piket pagi. Makanya tadi buru-buru banget, sampe gak sarapan dulu."

Harfi tertawa "Boong tuh. Hana gak ada piket hari Kamis."

Sania masih tersenyum mendengar jawaban Harfi, "Kalo gitu. Hana emang ada kepentingan yang mendadak."

Harfi tidak menanggapi jawaban Sania, di lihat dari manapun Sania tahu bahwa anak nya memang berbohong. Harfi tahu itu, jika Sania tidak mengetahui nya respon nya akan sangat berbeda. Bagaimanapun Harfi tahu seberapa sayang dan khawatir nya Sania terhadap Hana.

•••

"Kasef, harusnya gak usah jemput dadakan gini,"gerutu Hana kesal.

Kasef melirik nya "Suruh siapa lo gak liat notif, handphone lo sendiri."

Hana mendelik "Alesan aja bilang,"balas Hana tidak terima di salahkan.

Kasef tertawa "Ngomong aja males liat notif. Soal nya notif dari hp lo, gua yakin gak ada yang penting palingan notif berita." Hana menatap Kasef tidak percaya.

Berani dia bilang seperti itu. Walaupun memang benar, tapi Hana tidak terima!

"A-apaan sih! ada kok yang penting. Jangan sotoy deh," Hana membalikkan badannya ke samping, kesal dekat dengan saudara tirinya ini. Ia kira dia dingin, ternyata malah kurang ajar.

Kasef terkekeh melihat tingkah Hana "Ternyata bener yah. Notif di hp lo, gak pernah ada yang penting. Sampe lo males gitu, liat notif."

"IHH GAK JELAS!" Hana berteriak kepada Kasef dengan wajah yang memerah.

Kasef malah tertawa "APAAN TUH JIR! MUKE LU MAU MELEDAK GITU!"

Di balik keduanya yang sedang bercanda tawa, seseorang melihat mereka dari kejauhan.

Harfi menatap datar keduanya, kemudian dia berdecak, "Ck, gak jelas banget."

Harfi lalu melangkahkan kaki nya ke arah mereka, dari jarak yang lumayan sudah dekat Harfi memanggil Hana "Hana," teriak nya.

Lihat aku sekali sajaWhere stories live. Discover now