happy reading
-🐸🐣-
.
.
Tanpa kemunafikan, tanpa drama berlebihan, usai Wesa menggoda putrinya dan putra antah-berantah yang melamar putrinya, ia berkata serius dengan tangan yang menyampir di pinggang, "Ibun mau nyusul Dika dulu ke rumah Pak Haji RW, menjelang magrib baru pulang. Selama Ibun pergi, Gara duduk di teras luar ya, tolong jaga jarak semeter dari anak gadis Ibun. Bukannya Ibun mencurigaimu, akhir-akhir ini setan udah pada punya sertipikat pelatihan memperdaya, jadi agak jago kalo ngegoda. Maka kitanya yang harus waspada. Oraik Gara?"
"Oraik Bun" Gara tertawa lepas usai mendengar pesan serius tapi bercanda milik Wesa. Mengangguk-angguk patuh. Sejurus kemudian langsung berdiri dari duduknya dan meninggalkan ruang tamu. Berjalan menuju teras rumah.
"Sena nggak boleh ya ikut Ibun ke rumah Pak Haji RW? Ngapain Sena ditinggalin ama Gara di sini, Bun?" Senandung protes, matanya manja menggoda sang bunda. Tak peduli dengan sosok Gara yang kini sudah tak lagi ada di hadapannya.
Wesa menampol pelan bahu gadisnya, geregetan. "Kalo kamu ikut Ibun, rumah ini Gara yang jaga?"
Senandung mengangguk. "Apa salahnya?"
"Nanti kalo kita telat baliknya, jendela dia yang tutup?" Wesa bertanya dengan tatapan mengintimidasi gadis ayunya itu.
"Sekali-kali bantu orang, 'kan bakalan dia juga yang dapat pahala Bun." Senandung membalas santai tanya ibunya. Merasa tak salah mengeluarkan kata-kata.
"Lampu seluruh ruangan dia yang hidupin?" Wesa masih belum berhenti, melototi Senandung tak kira-kira. "Kalo hujan tiba-tiba turun, jemuran dia yang angkat? Terus air bak mandi dia yang kuras? Iya? Sama kopi untuk Pak Haji RW dia yang buat? Hm?"
Senandung memelintir jarinya, menyerah pasrah. "Ya udah, Sena tinggal. Tapi Ibun bilang dong ama Gara, jaga jaraknya jangan semeter aja, nanggung. 10 kilometer kalo bisa."
Wesa menggeleng-geleng pelan mendengar kalimat putrinya, heran tanpa dibuat-buat.
Setelahnya, seolah tak ingin membuang waktu, Wesa melangkah meninggalkan ruang tamu, menghampiri Gara yang duduk termenung di teras depan, "Nak Gara, bisa tidak kamu duduknya di jembatan layang batas kota sana? Karena Sena pesan sama Ibun kalo kamu harus jaga jarak 10 kilometer darinya, dan dari rumah ini ke jembatan layang batas kota jaraknya pas kok 10 kilometer."
Tentu saja Gara tertawa atas ucapan Wesa barusan. Dengan tulang pipi memerah dan bibir yang merekah, Gara tak bisa untuk mengontrol geli diperutnya, ia terpingkal-pingkal. Senandung unik, tetapi ternyata ibu gadis itu jauh lebih ikonik.
Wesa ikut tertawa mendengar tawa Gara yang tak tertutupi kemunafikan, namun setelahnya ia berlalu sambil membawa wajah serius seolah-olah tadi tidak sedang berkelakar. Melangkah sambil membaca doa-doa penguat hati, berjalan lurus menuju rumah Pak Haji RW.
Setelah punggung Wesa menghilang di balik pagar dan dedaunan, Gara langsung mendekat ke dinding rumah, berbicara pada Senandung tanpa masuk ke dalam. "Senandung, kau masih di ruang tamu? Aku ingin menanyakan sesuatu."
"Mm" Senandung yang kebetulan masih duduk di sofa luar yang menghadap ke teras menjawab datar. Ia bisa mendengar dengan jelas suara Gara. "Mau nanya apa?"
"Ibumu tidak sedang serius nyuruh aku jadi imam pas solat magrib nanti 'kan?"
"Kalau dari cara bicara Ibun, sepertinya dia serius." Senandung menimpali dingin tanya Gara. Wajahnya datar tanpa rona. "Kenapa emang?"

VOCÊ ESTÁ LENDO
Senandung-Surga
Ficção Geral[CERITA KE 4] 🐸🐥 Kategori : baper berkah Ketika dia yang mati-matian menentang keluarganya demi mewujudkan mimpi dipertemukan dengan dia yang mati-matian mewujudkan mimpi demi keluarganya. . . Start : 7 Maret 2022 End : 9 Juli 2024