11. Chapter Sebelas

43K 7.3K 287
                                    

Pukul delapan malam, pria berambut pirang itu baru kembali dari rumah Calvin. Dibantu oleh kurcaci kecil dan sahabatnya, akhirnya Aroon bisa menghafal setengah juz tiga puluh. Lumayan, padahal Aroon tidak membayangkan itu sebelumnya.

Pria berambut pirang itu menghentikan mobilnya ketika lampu berwarna merah. Melihat ke samping, pria itu tertegun melihat perempuan paruh baya yang membawa kerupuk di setiap tanganya.

"Kasian banget, udah malem gini dagangan-nya belum habis," gumam Aroon.

Oke, hati mungil Aroon tersentuh kali ini. Lampu hijau menyala, Aroon menepikan mobil. Berjalan ke arah ibu tadi. Kata Carel dia harus banyak bersedekah dan membantu orang kan? Nah saatnya pria itu melakukan saran kurcaci kecilnya.

"Permisi, Bu. Ibu dari mana?" tanya Aroon mencoba basa-basi.

Ibu tadi mengerutkan kening bingung, "Saya dari kampung."

Duh, kasian banget jauh-jauh dari kampung. Jualan nggak laku, batin pria itu.

"Berapa harga satunya, Bu? Biar saya borong."

Ibu tadi melirik Aroon sekilas kemudian menggeleng, "Enggak, Mas."

"Loh, saya mau borong dagangan ibu, ibu jual berapa biar saya borong semua."

Kembali ibu tadi menggeleng, membuat Aroon berdecak.

"Kenapa? Ibu nggak percaya sama saya? Saya orang kaya, Bu. Saya punya uang banyak." Pria itu mengeluarkan dompetnya.

Mengambil beberapa lembar uang seratus ribuan. Mulai menghitungnya. "Berapa, Bu?"

"Enggak, Mas. Nggak usah."

"Loh saya mau beli kerupuk ini."

Ibu tadi menggeleng, "Saya nggak jualan kerupuk, Mas."

"Hah?" beo Aroon terperangah. Matanya mengerjab beberapa kali.

"Terus ini apa?" tunjuknya pada kerupuk di tangan kanan dan kiri ibu tadi.

"Saya memang dari kampung, Mas. Ini buat oleh-oleh anak saya. Anak saya baru pergi ke toilet."

Demi spongebob yang berubah warna jadi pink. Siapalun tolong hilangkan Aroon sekarang juga. "Jadi ibu nggak jualan?"

"Enggak, Mas." Jawab ibu tadi sambil menggeleng.

Aroon menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tersenyum kikuk ke arah ibu tadi.

"Yasudah Bu kalau begitu, saya pamit dulu. Maaf saya kira Ibu tadi penjual kerupuk."

Ibu tadi tersenyum "Nggak apa-apa, Mas."

Aroon melangkahkan kaki menuju mobil, meninggalkan ibu tadi. Pria itu bergumam tak jelas. Memukul jidatnya beberapa kali. Merutuki kebodohan dirinya sendiri.

Salahkan ibunya yang malam-malam berdiri di pinggir jalan sambil membawa kerupuk, Aroon pikir ibu tadi pedagang kerupuk. Eh, tidak. Salahkan anak ibu tadi yang tega meninggalkan ibunya di pinggir jalan hanya untuk ke toilet. Tapi, kalau kebelet kan tidak bisa ditahan juga. Intinya, salahkan salah satu dari mereka. Jangan salahkan Aroon, dirinya hanyalah korban di sini.

Karena pasal satu ayat satu dalam kamus seorang Aroon Rodrigo adalah, pria itu yang tidak akan bisa disalahkan ketika Aroon berbuat salah, maka kembali lagi kepada pasal tadi.

***

Aroon mengarahkan stir mobil ke minimarket. Sepertinya pria itu membutuhkan minuman, supaya lebih fokus.

Pria itu masuk ke minimarket, mengambil beberapa minuman kaleng dan air mineral. Tak lupa beberapa cemilan untuk menemaninya hafalan nanti malam.

Aroon keluar dengan kresek besar di tanganya, duduk di kursi depan minimarket. Membuka air mineral,. mata Aroon memicing ketika melihat bapak-bapak mendekati tong sampah di depan minimarket terlihat mengacak tong sampah itu seakan mencari sesuatu.

Dalam Setiap Lafal (TERBIT)Where stories live. Discover now