30. Chapter Tiga Puluh

44.8K 7K 156
                                    

Zein menatap takjub oleh-oleh yang berada di atas lantai. Beberapa pakaian merk ternama, makanan, souvenir dan masih banyak lagi.

"Banyak banget," gumam wanita itu lalu menoleh ke arah Aroon.

"Sedikit."

"Maksudnya?"

"Biasanya mamah kasih dua koper. Satu koper isi makanan, satu koper isi baju baru. Tapi, kenapa kali ini cuma satu?" ucap Aroon menerawang.

"Alhamdulilah, Zawji."

Aroon menoleh, tersenyum singkat, "Iya, Alhamdulilah."

Pria berambut pirang itu memicingkan mata ketika melihat sesuatu di antara baju-baju tadi. Matanya seketika membola lalu dengan segera mengambil benda tersebut, membuat Zein terkejut.

"Kenapa?"

"Enggak," jawab Aroon menggeleng. Pria itu menyembunyikan benda tadi di belakang tubuhnya.

"Itu apa?" tanya Zein penasaran.

"Bukan apa-apa."

"Mau lihat," ujar Zein lalu mendekat.

Aroon menggeleng, masih dalam keadaan duduk. Pria itu kemudian memundurkan tubuh.

"Lihat."

"Nggak."

"Kenapa? Cuma mau lihat sebentar," tanya Zein penasaran.

"Nggak boleh."

"Lihat nggak?"

Zein tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya, wanita itu jatuh di atas tubuh Aroon yang kini terlentang di lantai. Membuat keduanya mematung untuk beberapa saat.

"Mau lihat," keukeh Zein.

Aroon menggeleng, semakin mempererat pegangan pada benda di belakang tubuhnya.

"Lihat sebentar."

Tangan Zein merambat, merebut paksa benda yang ada di belakang tubuh Aroon. Zein kembali mengubah posisinya menjadi duduk setelah berhasil merebut benda tadi.

Mengangkat benda di tangannya tinggi, dengan kening mengkerut. Kolor bergambar Dora.

"Punya siapa?"

Aroon menggeleng, "Nggak tau," ucapnya mengalihkan pandanganya.

"Punya kamu?"

"Nggaklah, itu kan masih baru. Mana mungkin punya aku."

"Oleh-oleh buat kamu, mungkin."

"Yakali."

"Terus, masak buat aku," ujar Zein tidak percaya.

"AROON, KOLOR YANG GAMBAR DORA ADA DI KOPER PALING BAWAH."

Mampus, kenapa Mamahnya justru berteriak seperti itu?

"Ha, ah iya Mah, makasih," sahut Aroon dari dalam kamar.

Pria itu menatap Zein yang kali ini tidak ber-ekspresi. Malu, definisi yang dapat menggambarkan Aroon kali ini.

"Punya kamu kan? Kenapa nggak bilang?"

"Kenapa emang?"

"Ya nggak apa-apa," jawab Zein seadanya.

Tangan Zein dengan lihai lalu melipat kolor bergambar Dora itu.

"Ilfil nggak?" tanya Aroon hati-hati.

"Kenapa harus ilfil?"

"Ya, ya nggak tau. Udah, aku mau mandi."

"Tunggu."

Aroon menghentikan langkah ketika Zein memanggilnya. Pria itu menoleh, menunggu ucapan yang akan keluar dari mulut istrinya.

"Kolor Doranya ketinggalan."

Sumpah demi apapun, Aroon sangat malu kali ini. Apalagi melihat ekspresi Zein yang berusaha mati-matian untuk tidak menyemburkan tawa.

Berjalan tergesa, Aroon mengambil kolor tadi lalu masuk ke kamar mandi.



***

PART DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN






Dalam Setiap Lafal (TERBIT)Where stories live. Discover now