Sembilan

1K 54 2
                                    

Wounds In Marriage
Bab Sembilan

***

Anggya FOV

Aku kembali berdua dengan Latya saja di rumah sakit karena Mas Naufal pagi sekali sudah pergi ke kantor. Entahlah aku juga sedang malas berada di dekatnya karena pada akhirnya kami hanya akan bertengkar saja. Sebenarnya Mama memaksa untuk menginap di rumah sakit, tetapi aku tidak mungkin mengizinkan mengingat bagaimana kondisi kesehatan beliau. Lalu Ibu dan Ayah yang semalam juga langsung datang ke rumah sakit setelah meneleponku. Mereka juga tidak kuizinkan untuk tetap berada di sini. Lagipula masih ada Bibi yang siap siaga membantu diriku. Sekarang beliau sedang pulang ke rumah untuk mengambil beberapa keperluan.

Ketika aku ingin keluar membeli sarapan, pintu ruangan Latya terbuka. Aku tertegun melihat sosok yang berdiri di depan pintu. Lelaki dengan kaca mata yang selalu setia membingkai di wajahnya. Lelaki dengan sorot mata lembut itu tersenyum ke arahku. "Assalamu'alaikum," salamnya dengan nada pelan. Mungkin takut jika kehadirannya mengganggu istirahat Latya. Dia Keenan, lelaki yang kemarin sempat membuat Mas Naufal cemburu.

"Wa'alaikumussalam." Aku bangkit berdiri dari kursi, melangkah ke arahnya. "Hei kok kamu bisa tahu kalau aku ada di sini?" tanyaku dengan heran. Memang enah sekali kenapa Keenan bisa sampai ke sini padahal aku tidak pernah memberitahukan apa pun kepadanya. Bahkan kami sama sekali tidak pernah berhubungan atau mengirim pesan.

Keenan tersenyum meminta maaf. Terlihat agak sungkan. "Aku dapat informasi dari Arsyia kalau kamu tidak datang untuk cek-up kehamilan hari ini. Karena katanya Latya sedang sakit. Jadi kuputuskan untuk datang ke sini." Keenan masih berdiri di tempatnya, ia menatapku. "Boleh, kan?" tanya lelaki itu kemudian dengan wajah polosnya.

Aku ingin sekali terkekeh pelan. Mengingat gelarnya sebagai dokter dan semua prestasi yang berhasil ia raih di luar negeri mengapa sekarang ia bisa terlihat segugup itu? "Tidak sama sekali, Keenan. Ayo masuk."

Keenan menghela napas lega. Ia melangkah mendekati ranjang pasien di mana Latya sedang tertidur pulas, lalu menaruh buah tangan ke atas nakas. "Aku bawa sarapan untuk kamu dan Latya," kata Keenan ketika aku tengah memperhatikan dirinya.

Aku mengerjap pelan. "Nggak perlu repot-repot, Keenan."

"Nggak apa-apa, Nggi. Cuma bubur aja, kok, sama beberapa buah dan susu."

Dia masih sama seperti dulu. Ketika kami sering menghabiskan waktu bersama. Masa SMA yang terasa indah karena kehadiran dirinya. Namun, aku tentu sadar bahwa sekarang diriku sudah menikah. Keenan juga terlihat cocok sekali dengan dokter Arsyia. Mereka sama-sama memiliki gelar. Mereka pun sama-sama terpandang dan keduanya merupakan orang yang cukup berada. Aku sendiri sudah memiliki keluarga kecil. Ya walaupun saat ini bahtera rumah tangga yang aku dan Mas Naufal bina sedang tidak baik-baik saja. Aku hanya bisa berharap dan berdoa semoga firasat buruk yang aku rasakan selama ini salah. Semoga saja Mas Naufal memang tidak pernah berkhianat di belakangku.

"Terima kasih banyak, Keenan," kataku. "Ayo silakan duduk." Mengambilkan sebuah kursi untuknya, tetapi Keenan dengan cepat membantu.

"Jangan angkat yang berat-berat, Nggi. Kamu kan lagi hamil."

Aku tersenyum kecil mendengar nasihatnya. Dan tiba-tiba saja merasa sedikit sedih sebab aku sadar bahwa Mas Naufal kini terlihat tidak terlalu peduli dengan diriku. Kepedulian Keenan malah membuat diriku rindu dengan sikap hangat Mas Naufal.

"Kamu mau makan buburnya sekarang?" Keenan kembali menunjukkan sikap perhatian kepadaku yang semakin membuat diriku teringat dengan Mas Naufal. Suamiku itu bahkan lupa mengingatkan diriku untuk meminum susu sekarang. Ia benar-benar terlalu sibuk dengan pekerjaannya atau mungkin dengan omong-kosongnya. Sebab kemarin aku sudah menelepon pihak kantor dan mereka mengatakan kalau Mas Naufal sudah pulang dari kantor sejak sore. Tetapi lelaki itu tidak kunjung datang ke rumah sakit dan baru datang ketika malam.

Wounds in MarriageWhere stories live. Discover now