Dua Puluh

1.7K 68 6
                                    

Wounds In Marriage
Bab Dua Puluh
***

Tasya POV

Aku dan Mas Naufal pergi ke apartemen baru. Tempat yang jauh dari apartemen lamaku. Kabar baiknya lagi, Mas Naufal mengatakan kepada diriku bahwa aku akan bekerja di sebuah perusahaan milik teman dekatnya. Dan kabar yang jauh lebih baik lagi, gajinya bahkan empat kali lipat dari pekerjaan lamaku. Benar-benar bertemu dengan Mas Naufal itu suatu keberkahan. Aku bisa memiliki penghasilan yang banyak dan ditambah dengan uang transfer-an Mas Naufal yang selalu mengalir. Aku pasti bisa membeli apa pun yang aku inginkan. Bahkan impianku ingin membuka usaha kecantikan bisa terwujud tanpa perlu bantuan dari mereka. Ya, siapa lagi kalau bukan teman sosialita-ku itu. Sejak insiden kemarin, aku menjadi malas dengan mereka. Memangnya mereka tidak pernah memiliki dosa sehingga dengan santai men-judge seperti itu? Pasti mereka juga pernah memiliki hubungan gelap dengan seorang lelaki. Manusia-manusia munafik memang.

"Mas kamu laper nggak?" Aku sudah berganti pakaian santai, tunik sepaha dengan rambut diikat rapi. Tetapi tetap wajahku penuh dengan polesan make-up, juga tidak lupa dengan parfum yang selalu aku pakai setiap kali berada di dekat Mas Naufal. Itu yang lelaki suka, bukan? Aku yakin sekali Anggya pasti jarang berpenampilan rapi saat berada di rumah sehingga Mas Naufal bosan. "Aku akan memasak sesuatu untukmu. Katakan saja apa yang kamu inginkan?" Aku tersenyum.

Mas Naufal yang semula sibuk dengan ponselnya kini menatap ke arahku. "Boleh, deh. Mas mau sup, ya?"

Aku mengangguk riang dan segera pergi ke dapur untuk membuat masakan yang Mas Naufal inginkan. Semua sisa belanjaan bulananku sudah dibawa ke apartemen ini. Tadi Mas Naufal menyewa seseorang untuk melakukan hal itu. Sehingga kami tidak perlu repot untuk pergi belanja lagi. Aku juga masih memiliki beberapa potong daging ayam serta sayuran yang bisa aku jadikan sup. Aku akan selalu bersikap manis di depan Mas Naufal agar dia semakin luluh kepadaku. Dengan begitu, perlahan-lahan dia akan melupakan Anggya dan membuangnya jauh-jauh. Itulah harapan yang aku inginkan.

Ketika tengah sibuk memotong sayur di meja dapur, tiba-tiba aku merasakan sebuah lengan melingkar di tubuhku. Membuatku tersentak kaget, tetapi rasa nyaman segera menjalari tubuhku. Membuatku diam dalam pelukan hangatnya. Mas Naufal lalu menaruh dagu di atas bahuku dan berbisik dengan pelan, "Kamu seksi banget kalau lagi masak gini, ya?" Astaga! Dasar lelaki otak mesum! Aku ingin sekali menyingkirkan lengannya dari tubuhku, tetapi aku tahu hal itu hanya akan membuat harga dirinya merasa terluka. Aku memutuskan untuk diam. Berpura-pura menikmatinya. Terkadang semua ini tidak selamanya indah. Ada beberapa hal yang aku pribadi merasa tertekan untuk melakukannya. Aku beberapa kali merasakan risih seperti saat ini. Namun, aku tahu hal itu sudah menjadi risiko yang harus aku terima.

Aku berusaha memfokuskan diri dengan sayuran dan beberapa bumbu dapur. Mas Naufal pun akhirnya menjauh, memberi diriku ruang untuk bergerak. Aku menghela napas lega karena dia ternyata masih bisa mengerti bahasa tubuhku yang tidak terlalu nyaman dengan perkataannya. Tiba-tiba dia bertanya pelan. "Ada yang bisa Mas bantu?" Jenis pertanyaan yang mungkin saja dia lontarkan untuk meminta maaf atas perkataannya tadi. Aku lantas tersenyum kepadanya.

"Kayaknya nggak perlu deh, Mas. Lebih baik sekarang Mas nunggu di ruang TV aja." Aku sudah mulai sibuk mencuci potongan daging ayam. Mas Naufal menatapku sejenak, lalu mencium kepalaku sebelum akhirnya berlalu pergi. "I love you, Mas." Dan dia membalasnya seraya melangkah pergi dari dapur.

Sebenarnya tadi pagi setelah pulang dari salon, aku mendapatkan kabar dari salah seorang tetangga apartemen bahwa lelaki asing menanyakan keberadaan diriku. Lelaki itu bukan Mas Naufal yang sudah sering datang dan tetanggaku mengenalnya. Katanya postur lelaki itu tinggi besar, brewokan dengan alis tebal. Lelaki itu mengenakan sweater cokelat yang agak kusut dan menunggu di depan pintu selama beberapa menit. Hingga akhirnya kesal dan memukul dinding. Aku yakin sekali yang dimaksud tetangga apartemenku itu pasti Angga. Beruntung sekali aku tadi tidak memutuskan untuk pulang ke apartemen lebih cepat. Setelah selesai dari salon, aku mampir di sebuah toko tas. Kalau saja aku pulang lebih awal, pasti sudah habis oleh lelaki psikopat itu!

Wounds in MarriageDonde viven las historias. Descúbrelo ahora