"Penting."
Jennie mendengar nada suara yang dia rasa perlu dihiraukan. Gerald sudah menjadi temannya selama dua tahun terakhir yang sangat ia percayai. Namun di saat hubungannya bersama Ethan membaik, Jennie disadarkan ada sosok penting lain di hidupnya.
"Lo dimana?"
"Di apartemen temen gue, satu gedung apartemen sama lo kok."
"Ok gue otw," ujar Jennie pelan.
Ethan yang sudah penasaran setengah mati akhirnya bertanya, "Gerald siapa?"
"Temen." Jennie menyimpan kembali hpnya, mulai menjalankan sepeda lagi. "Gue harus ke apartemen duluan, Than. Lo ke kampus aja gapapa selesain kerjaan lo."
"Gak, gue anterin lo dulu."
Ethan dan Jennie memarkirkan sepeda pada tempatnya dan kembali masuk ke dalam mobil. Keduanya tidak banyak mengobrol, hanya alunan musik yang mengisi ruang.
Ethan dengan jaket jeans hitamnya menatap lurus jalanan, tidak melirik sedikitpun ke kursi sebelah. Begitu pun Jennie yang merasa dirinya adalah penghancur mood hari ini.
Sesampainya di depan lobby, Jennie melepas sit belt lalu menarik handle pintu.
Terkunci.
Lagi-lagi Jennie menariknya, tapi tetap tidak dibuka. "Than, gue mau turun."
"Tell me, lo mau ngapain?"
"Ya, pulang. Ini kan apartemen gue."
"Gue tau lo bisa jaga diri, tapi atleast bisa gak kasih tau gue siapa aja orang yang deket sama lo? Gue gak tau kenapa gue jadi gini. Everything about you makes me feel sick, Jen. So please, let me love you the way i should."
Jennie terdiam. Wah━ gue bener-bener ngeliat sisi lain dari Ethan sekarang, batinnya.
"Temen doang, Ethan Aldebrick. Udah ah, buka cepetan." Walau terlihat tak acuh dengan ucapan Ethan barusan, Jennie akui hatinya senang. Dia merasa aman.
Tanpa bantahan lagi, Ethan membuka kunci pintu mobilnya, membiarkan Jennie keluar. Punggungnya yang semakin jauh hanya ditatap Ethan dari depan setiran. Dia bukan siapa-siapa, hanya objek atau alat sementara Jennie untuk mewujudkan keinginannya, itulah yang Ethan rasakan.
━
Jari telunjuknya memencet tombol bel di samping pintu. Tidak ada yang respon, kini Jennie mulai mengetuk pintu pelan.
"Bentar!" Terdengar suara yang sangat dikenal, Gerald. Suara pintu password canggih ini mulai terbuka, menampilkan Gerald yang seperti biasa menyambutnya dengan senyuman lebar. Tubuhnya yang tinggi menahan pintu, mempersilahkan Jennie masuk.
"Apart temen lo tapi kenapa yang nyambut lo ya?"
"Kan gue yang ngajak."
"Jennie ya?" tanya orang di sofa itu melirik.
"Eh, iya kak," balas Jennie membungkuk sedikit sopan.
"Santai aja, panggil gue Arga. Duduk, Jen."
Jennie akui teman Gerald punya kemampuan sosial yang sangat baik. Dia begitu santai mempersilahkan orang baru masuk ke apartemennya. Berbeda dengan Jennie, ia tidak semudah itu terbuka.
"Jen, ini kakak gue."
Matanya membelak tersedak, "Ekhm, engkh━"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bucket List
FanfictionSemua berawal dari ide Jennie yang menawarkan siapapun untuk bisa mewujudkan bucket listnya seperti orang "pacaran" di papan confess. Hanya satu yang bersedia, Ethan Alderick. Laki-laki yang tak pernah akur dengannya kini justru menjadi sosok yang s...