8. Mimpi buruk

1.7K 86 11
                                    

Senandung kecil terus terlantun dari seorang gadis yang tengah berjalan itu, sesekali ia berjingkrak senang. Hari ini adalah hari pertamanya kuliah, universitas impian dan jurusan yang ia inginkan semuanya tercapai dan hal itu membuatnya tak berhenti tersenyum. Karena ia sangat bahagia. Tas yang gadis itu sampirkan di bahunya ia turunkan pelan dan mengambil sebuah permen lolipop dan wortel.

Gadis itu tertawa, pasti kelinci kesayangannya tengah menunggunya sekarang. "Hallo manis, kau merindukanku tidak? Heheh, hari ini aku bawakan kau wortel terenak di dunia karena ini aku beli dari uang jajanku." Ujar gadis itu senang sambil berjongkok dan mengelus kelinci putih yang ia beri nama manis.

Pembicaraan terus berlanjut, gadis itu sangat senang melihat si manis kesayangannya makan begitu lahap. Namun saking fokusnya pada satu titik, tanpa gadis itu sadari sesuatu telah menunggunya di dalam sana. Melihat beberapa mobil mewah yang berjejer rapi di halaman rumahnya, tidak membuatnya peka akan situasi. Fokusnya hanya satu, yaitu memberi wortel pada si manis.

"Nona."

Leana mendongak lalu tersenyum manis, "Iya?" Tanyanya dengan sopan lalu berdiri. Wanita paruh baya itu tersenyum nona nya selalu sopan. "Mari ke dalam, tuan sudah menunggu anda."

"Iya ayo," Jawab Leana tanpa bertanya apapun dan berjalan memasuki mansion. Namun sampai depan pintu Leana tersentak, sepertinya ada yang aneh. "Kenapa banyak sekali tamu bi?" Tanya Leana pada maid nya, yang hanya dijawab dengan senyuman. Ini terasa aneh, tapi tetap dengan senyum di wajahnya Leana membuka pintunya perlahan.

"H-hah?"

Leana berdiri kaku, bahkan tas nya sudah ia jatuhkan ke lantai. Ada apa ini?

"Leana hari ini adalah pertunanganmu, ayo kemari sayang."

"Arghh mimpi sialan!"

Leana mengusap wajahnya kasar, rasa sakit disekujur tubuhnya seketika kembali terasa. "Nalendra brengsek!" Umpatnya sambil berusaha untuk duduk, nafasnya tersengal tak beraturan. Kenapa mimpi itu harus datang lagi?

Kehidupannya yang ceria, kehidupannya yang tiada beban, hari - hari yang ia jalani hanya dengan belajar. Bergelut dengan buku - buku seharian, keluar bersama teman - teman dengan bebas. Kemanapun dan kapanpun.

"Arghhh!!!" Teriak Leana kesal dan melempar lampu tidur disampingnya. "Kenapa gue nggak mati?" Serunya sambil menjambak rambutnya sendiri. Kali ini ia benar - benar merasa tidak berdaya, kaki yang mati rasa dan tubuh yang rasanya seperti mau patah jika bergerak sedikit saja. Leana merogoh saku celananya dengan susah payah, seketika ia berbinar senang. Ternyata lelaki bodoh itu tidak menyadarinya.

Tapi kemana perginya dia, Leana berdecak acuh. Memang apa urusannya dengannya, terserah lelaki itu mau hidup ataupun mati. Leana menyalakan sebatang nikotin yang berada di sela jarinya dengan susah payah, untung saja lelaki itu tidak menyadari jika ia membawa rokok.

Sambil menghembuskan asap nikotin itu pelan hingga mengepul di udara, Leana menelisik setiap inci kamar itu. Ia tersenyum hambar, rasanya sangat sesak. Rasanya lebih menyakitkan daripada di cekik, berada di kamar ini sungguh membuat batinnya tersiksa. Asap terus mengepul, Leana sudah menghabiskan lima batang rokoknya dan sisanya cuma tinggal yang ia hisap. "Ck. Menyebalkan!" Decaknya kesal dan terus mengepulkan asap ke udara, hanya dengan ini batinnya bisa lebih tenang, juga ia tidak perlu lagi melihat bayangan kamar ini dengan jelas karena asap itu telah menutupinya.

Pintu berdecit perlahan, Leana menyadarinya namun ia tetap fokus pada apa yang tengah ia lakukan. Di ambang pintu sana, lelaki berperawakan tinggi kekar itu menatap Leana tajam namun empunya yang acuh semakin membuatnya marah. Matanya berkilat marah, dengan kasar ia membanting pintu kasar yang menimbulkan suara yang keras. Nalendra semakin menatap tajam Leana yang sepertinya masih tidak menyadari keberadaannya, atau gadis itu berpura - pura?

"Baby!"

"Kau sangat berani, merokok di wilayahku dan juga di hadapanku? Ck. Aku harus memberimu apresiasi." Ujar Nalendra pelan sambil bersedekap dada menatap Leana datar yang masih fokus dengan kegiatannya. Ia memperhatikan sekitar, begitu banyak puntung rokok yang berserakan.

Nalendra lalu duduk di samping gadisnya sambil memangku wajahnya ia memperhatikan Leana dengan serius. Gadis itu masih saja sibuk membuat kepulan asap di udara. "Sudah cukup baby, kemarikan itu." Ujar Nalendra lembut dan dengan segera meraih sisa rokok di tangan gadisnya. Namun Leana tidak menggubrisnya dia hanya menatap datar wajah Nalendra yang mengeluarkan smirk nya.

"Bagaimana kakimu apa masih sakit?" Tanya Nalendra lembut, dan mengelus pelan kaki Leana yang diperban. Dengan pelan ia mengecup luka itu yang hanya dibalas tatapan jijik oleh empunya. "Menjijikkan!" Desis Leana pelan yang membuat Nalendra terkekeh, jika saja ia mampu ia akan menendang kepala lelaki itu.

"Aku harap ini cepat sembuh, supaya aku bisa membuat yang baru." Ujar lelaki itu tersenyum kemudian meraih kaki gadisnya dan ia taruh di pangkuannya. "Hm seperti ini baby.."

"Arghh!!" Teriak Leana kesakitan, namun dengan segera ia membekap mulutnya sendiri. Berteriak hanya akan membuat Nalendra tersenyum puas akan penderitaannya. Leana menggigit bibirnya kuat untuk menghalau rasa sakitnya, dan dengan kasar lelaki itu kembali menekan puntung rokok yang masih menyala itu di telapak kakinya.

"Kau suka kan by? Ayo katakan iya." Ujar Nalendra sambil menatap Leana penuh kelembutan. Namun gadis itu jangankan berkata, membuka mulutnya saja rasanya ia tak mampu. Sungguh ini sangat menyakitkan, ketika puntung rokok yang masih menyala itu bergerak dengan gerakan memutar di telapak kakinya.

Leana menggigit bibirnya kuat, ia tidak boleh memohon ataupun menangis. Itu harus, namun rasa sesak di dadanya kembali menyerangnya hingga ia merasakan ada cairan yang mengalir di sudut bibirnya. Itu darah, akibat menggigitnya terlalu kuat membuat sudur bibirnya mengelurkan darah segar. Tapi tidak apa, lebih baik darahnya yang keluar daripada air mata dan kalimat permohonan.

Nalendra menatap sedih rokok yang telah mati itu, lalu ia menatap gadisnya yang sudah terlihat lemas, "Yah, sudah mati. Gimana dong?"

"Baby?"

"By, ayo bicara padaku!"

Hening.

Leana memejamkan matanya sejenak, tanpa berniat menjawab lelaki itu meskipun ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. "Aww sa-sakit.." Ringisnya sambil memegang keningnya, kepalanya terasa berputar - putar. Ini sangat sakit, apakah penyiksaan ini masih belum berakhir?

"Ayo bicara padaku! Jangan seperti ini." Bisik Nalendra lembut sambil mengusap kening gadisnya yang ia benturkan ke kepala ranjang. "By, jangan diam saja. Aku tidak suka." Ujarnya lagi sambil mengusap sudut bibir Leana yang mengeluarkan darah, akibat dari gigitannya sendiri.

Leana menatap Nalendra denga sayu, kepalanya terasa sangat sakit dan segalanya terasa berputar, rasanya ia seperti berada di ambang kematian. Namun sebelum menutup mata, ia melihat air mata lelaki itu jatuh di wajahnya.

Nalendra menangis.

tbc.

Dendam dan Siksa PerjodohanWhere stories live. Discover now