9. Bipolar

1.7K 83 8
                                    

Rintik hujan turun perlahan, hawa udara semakin terasa dingin. Jemari kokoh itu menyentuh kaca balkon yang berembun itu perlahan, lalu bergerak seperti menulis sesuatu. Dalam hidupnya, dalam hatinya hanya ada satu nama, dan nafasnya berembus pun hanya untuk satu nama. Satu nama yang ia perjuangkan hingga kini. Satu nama yang berhasil merubah hidupnya, satu nama yang mampu membuat emosinya bergejolak cepat. Hanya dia, tidak ada yang lain. Nalendra tersenyum, sembari menghisap nikotin yang terselip di jarinya dengan pelan lalu dihembuskannya ia menulis nama lengkap gadis yang belum sadarkan diri itu dengan indah.

Kerleeanna Alina

"Secantik orangnya.." gumamnya sambil tersenyum lalu ia menoleh pada seorang gadis yang selalu memenuhi pikirannya. Nalendra berjalan pelan, hari sudah larut dan Leana belum memakan apapun selain bubur tadi pagi. Tangannya tergerak mengelus pipi yang sedikit tirus itu, keduanya memar. Apa ia terlalu keras menamparnya?

Nalendra tersenyum, sepertinya tidak. Jika ia tidak memberikan tamparan itu, gadisnya akan semakin membantahnya. Setidaknya itulah yang ada dipikiran lelaki itu. "Baby..." panggil Nalendra pelan, sambil mengecup pipi Leana dan seketika ia tersentak kaget.

"Shit!"

Lelaki itu berlari cepat mengambil handuk dan air untuk mengompres Leana, ternyata gadisnya demam. Suhu tubuhnya begitu terasa panas. Dengan telaten Nalendra mengompres Leana, mengganti handuk yang sudah kering lalu menempelkannya lagi. Sesekali ia juga menggosok tangan dan kaki Leana. Lalu seketika erangan kecil terdengar, sepertinya gadisnya sudah bangun.

Leana mengerjap pelan sambil memegang kepalanya yang terasa berputar - putar, rasanya tidak enak sepertinya ia akan demam, "Brengsek apa ini!" umpatnya sambil menyingkirkan handuk kecil yang tertempel di keningnya itu kasar yang membuat Nalendra menghela nafas pelan. Ia harus bersikap lembut kali ini.

"Jangan aneh-aneh, kamu demam by.." seru Nalendra sambil kembali menempelkan handuk kecil itu di kening gadisnya. Namun ditepisnya kasar yang membuat Nalendra menatap tajam Leana.

"Ck. Gue mau pulang!"

"Apa?" tanya Nalendra dingin.

"Lo budek? Gue mau pulang!" teriak Leana lantang, dengan menekankan setiap kata yang ia ucapkan.

Nalendra diam lalu ia beralih mengambil handuk kecil yang dilempar Leana dan kembali menempelkannya di kening gadis itu, dan kembali juga di hempas kasar gadis itu yang membuat amarah yang coba Nalendra redam tiba-tiba tersulut, "Ini rumah kamu juga by," desis Nalendra tajam sambil meninju tembok di belakang Leana yang membuat gadis itu tersentak kaget.

Dengan berani Leana tersenyum lalu melemparkan tatapan tajam pada netra biru terang itu lalu berkata, "Ini bukan rumah gue, dan lo bukan siapa-siapa gue lagi!"

"Lo-gue, lagi?" beo Nalendra pelan sambil mengelus surai Leana lembut, lalu sejenak ia terdiam "Bukan siapa-siapa?" tanyanya lagi dengan begitu lembut yang membuat Leana merinding seketika.

"Arghh.." pekik Leana nyaring kala Nalendra menjambak rambutnya kasar, sungguh ini terlalu menyakitkan terlebih kepalanya yang masih sakit. Rasanya seperti rambutnya akan terlepas dari tempatnya. Sekuat tenaga Leana memukul dada lelaki itu dan tangan kokoh yang menjambaknya, namun tarikannya semakin terasa kuat.

Ia tidak sanggup.

"Kenapa kamu begitu keras kepala by?" bisik Nalendra lirih sambil menyatukan keningnya dengan Leana, namun tangannya masih menjambak gadis itu. "Tidak tahu bagaimana lagi menyiksamu dengan cara lembut atapun halus, tapi kau selalu keras kepala," lanjutnya lagi sambil menatap dalam iris mata hitam legam itu.

"Aku tahu kau tidak menyukaiku by, apalagi mencintaiku dan aku tidak pernah memintamu untuk mencintaiku balik, karena rasa cintaku saja itu lebih dari cukup diantara kita bukan? Tapi setidaknya hargai aku, dan tolong jangan pernah katakan lagi bahwa kita bukan siapa-siapa," seru Nalendra sambil mendekap erat Leana, jambakannya sudah ia lepaskan dan kini ia tengah mengelus pucuk kepala gadisnya sambil mendepakapnya erat.

Dendam dan Siksa PerjodohanWhere stories live. Discover now