Dreaming High

158 29 1
                                    

"Lo yang bener aja, deh," komentar bernada datar dari Keenan menjelaskan kekecewaannya. Lagi-lagi, ia menemukan Eja sedang tenggelam di antara kabel-kabel mesin motor butut pada akhir pekan. Eja memakai baju dinasnya—pakaian terusan denim yang sudah bolong-bolong di bagian lutut—serta penuh oleh jejak oli di lengan dan wajah.

Keenan disambut dengan kekehan ringan, utamanya karena Eja memang sibuk bermain dengan kunci inggris. Meski tidak puas dengan reaksi kawannya, Keenan tetap memilih berjalan mendekat dan bersandar di jok usang motor butut yang sedang diperbaiki itu. Ia melipat kedua tangan sambil melanjutkan, "Pentas perdana pacar lo akan dimulai dalam dua jam dan lo masih ngutak-ngatik mesin?"

Tentu saja, Eja tidak melupakan pentas Nona. Perayaan hari jadi mereka yang keenam bulan harus tertunda karena Nona melaksanakan gladi bersih pada malam itu. Mereka berjanji perayaannya dipindah ke hari ini, sehingga Eja seratus persen akan menonton pertunjukan dan memberi hadiah. Meski, tanpa hari spesial itu pun ia tetap datang.

"Segalanya ada dalam kendali gue, Nan. Lo tenang aja," jawab Eja, masih mengencangkan baut-baut mesin. "Tiket udah aman, backstage pass udah di tangan. Gue bahkan gak tidur semaleman buat bikin hadiah. Nona pasti suka!"

"Semaleman?" Keenan mengangkat alisnya, "lo memanfaatkan insomnia lo untuk ngebucin?"

Eja menghela napasnya. "Bukan memanfaatkan. Semalem emang waktu yang tepat untuk begadang. Gue gak mungkin membahayakan kesehatan gue. Udah jelas sohib gue anaknya Pak Dokter."

Pak Dokter adalah seseorang yang lebih dekat dengan definisi "bapaknya Keenan" dibanding "dokter keluarga". Saat Eja menjadi satu-satunya manusia yang memaklumi sifat serba tau dan canggung Keenan, lalu memutuskan untuk bersahabat dengannya, di saat itu pula ia menjadi anak ketiga keluarga Wisnutama. Keenan memperkenalkan keluarganya yang super intelek: ayahnya yang bekerja di rumah sakit, ibunya yang memiliki perpustakaan, dan adik laki-lakinya—si penggila teknologi sekaligus jenius muda. Mereka makan daging seminggu tiga kali. Berbeda dengan keluarga Eja yang hanya makan daging saat lebaran haji. Maka, ketika Eja berkata bahwa memarnya akibat turnamen tidak pernah benar-benar diperiksakan, hanya diurut oleh tetangga buta yang rela dibayar 20 ribu per sesi, ayah Keenan berubah histeris.

"Apa ayahmu enggak tau kalau memar juga harus diawasi?" tanya Pak Dokter.

"Nggak, Pak. Babeh saya lagi di rumah soalnya waktu itu. Sakit ambeien gak sembuh-sembuh."

"Udah berobat juga?"

"Dikasih salep aja, sih."

Sejak saat itu, Pak Dokter bersedia memberikan keluarga Eja konsultasi dan perawatan gratis perihal kesehatan mereka. Meski sudah ditolak, ada Keenan yang bekerja sebagai mata-mata untuk mengawasi. Ia yang melaporkan status luka-luka Eja setelah turnamen. Ia menggeret Rani kala kulit perempuan itu rusak karena alergi produk kecantikan. Yaya punya riwayat imunisasi lengkap karena inisiatif Keenan. Kamar tamunya digunakan sebagai kamar rawat inap sementara waktu Emak terkena hepatitis. Keenan juga getol betul menyampaikan pesan Pak Dokter untuk mereka perihal pemeriksaan gigi dan gusi. Bahkan Babeh, yang mengklaim paling kuat tubuhnya, langsung ciut ketika berhadapan dengan kata-kata tajam Keenan. Keluarga Eja berakhir berkonsultasi tentang banyak hal: batuk, pilek, radang tenggorokan, demam berdarah, luka sobek, luka bakar, insomnia, sampai struk.

"Terserah. Toh, kalau lo begadang lagi, gue tinggal ngomong ke Ayah."

"Cih, tukang ngadu." Eja berdiri dari posisi mulanya, menghadapi Keenan dengan berkacak pinggang. "Terus lo ke sini mau ngapain? Pentas Nona bakalan mulai dua jam lagi, bukannya lo harus luluran?" ledeknya.

"Gue pukul lo, ya." Nada yang digunakan Keenan masih juga datar, tetapi pukulan yang dilayangkan pada bahu Eja berkekuatan tiga manusia. Tidak peduli akan ringisan Eja yang masih terus mengusap bahunya, Keenan mengambil tas kertas yang tergeletak di samping motor sejak ia datang. Tas itu diberikan ke Eja. "Buat lo."

Dunia Ini Tidak Pernah Baik-baik SajaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora