Mimpi Buruk

71 3 0
                                    

Untuk mendapatkan sesuatu yang besar maka perlu merelakan sesuatu yang besar juga, tetapi bukan ini yang Stevan inginkan. Ia memang ingin memusnahkan ular tersebut tapi bukan berarti sahabatnya harus ikut menjadi korban.

Tidak pernah terlintas sedikit pun jika Stevan harus kehilangan teman-temannya sejak ia mulai mendaratkan kakinya di pulau terlarang ini. Awalnya ia berpikir semua akan berjalan dengan baik, menjelajahi hutan seperti yang sudah mereka lakukan selama tiga tahun terakhir.

Selama ini mereka sudah sering menaklukkan hutan dan gunung bersama, meskipun tidak dipungkiri jika di Indonesia masih mempercayai hal yang berbau mistis saat memasuki kawasan yang mungkin jarang dikunjungi oleh manusia.

Hal yang sangat ia sesali adalah, mereka tidak mematuhi satu aturan saat mulai memasuki kawasan tersebut. Kata para tetua sebelum memasuki hutan salah satu orang yang pertama memasuki sebuah kawasan hutan harus menutup daun ke tanah. Hal itu agar mereka tidak tersesat dan terpenting selamat selama melakukan penjelajahan.

Namun, entah hal itu benar atau tidak, tetapi selama ini mereka sering melakukannya saat memasuki kawasan hutan ataupun mendaki gunung. Kemudian saat meninggalkan kawasan tersebut, orang yang paling belakang membalik daun itu lagi, artinya mereka sudah selesai.

Malam ini mata Stevan sulit terpejam, bahkan ketika semua teman-temannya sudah terlelap dengan suara dengkur yang cukup mengusik indra pendengarannya.

Berulang kali Stevan membalik tubuhnya ke kiri dan ke kanan, tetapi tak juga ia menemukan posisi yang nyaman, menurutnya. Entah apa yang harus ia katakan pada orangtua Dion saat ia kembali. Orangtua Stevan cukup dekat dengan keluarganya.

Stevan melihat jam tangannya yang berbunyi, menandakan jika saat itu telah pukul 00.00. Ia berusaha sekuat tenaga untuk memejamkan mata. Tetapi bayangan tentang Dion yang berlari dari dalam api yang membakar sebagian tumbuhnya membuat pemuda itu membuka mata kembali.

Terlihat jelas begaimana Dion berusaha untuk menyelamatkan dirinya dari kobaran api. Bahkan ketika tubuhnya sudah terbakar sebagian, ia masih tetap keluar dari sana. Stevan membayangkan bagaimana sakitnya terkena api yang berkobar. Namun, Dion sudah tenang, semoga.

Stevan berusaha untuk mengalihkan semua pikirannya yang berhubungan dengan Dion sampai akhirnya ia berhasil terlelap, entah jam berapa yang terpenting ia bisa mengistirahatkan pikirannya sejenak.

“Van, bangun! Stevan ....”

Peter menepuk-nepuk pipi Stevan yang tengah mengigau. Berulang kali ia berteriak memanggil Dion membuat tidur Peter terganggu hingga akhirnya ia bangun dan menyadarkan Stevan dari mimpinya. Keringat mengucur membasahi seluruh tubuhnya.

Merasakan seseorang yang menepuk pipi membuat Stevan terkejut dari tidurnya.

“Dion!” teriak Stevan dalam tidurnya hingga ia terbangun dan duduk.

“Mimpi buruk?” tanya Peter. “Minum dulu,” ujarnya lagi seraya menyodorkan air minum.

Stevan menerima botol air minum pemberian Peter kemudian meneguknya hingga tersisa setengah.

“Iya, aku mimpi Dion dikejar-kejar ular. Yang bikin aku takut karena ular itu udah hancur sebagian tubuhnya. Apa jangan-jangan ular itu masih hidup? Kalau benar, kita harus segera meninggalkan pulau ini,” jawab Stevan.

“Itu Cuma bunga tidur, mana ada ular udah hancur gitu trus masih hidup. Itu karena kamu terlalu memikirkannya. Kalo gak percaya, besok kita liat kondisi ular itu. Pasti sudah hangus.” Peter menenangkan Stevan.

Ruangan yang tadinya terang saat membangunkan Stevan kini kembali gelap karena Peter mematikan senter milik Putra tersebut.

“Udah, mendingan tidur, gak usah dipikirkan, besok kita cek ke lokasi kebakaran itu. Dan Dion, dia udah tenang jadi jangan dipikirkan lagi, ya,” ujar Peter sebelum akhirnya ia memejamkan matanya.

Stevan melihat jam di pergelangan tangannya, waktu masih menunjukkan pukul 04.00 dan masih dua jam lagi menuju pagi sedangkan matanya kini sulit terpejam padahal seharusnya ia mengumpulkan tenaganya untuk menyusuri hutan dan melihat keadaan bekas kebakaran kemarin.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi, tetapi Stevan belum juga terbangun dari tidurnya.

“Jangan bangunin Stevan dulu, ya! Nanti dia bangun sendiri aja. Tapi kalo sampe jam sembilan dia gak bangun-bangun, nanti aku yang bangunin,” ujar Peter saat mereka sedang duduk di halaman rumah seraya menyalakan api untuk menyiapkan sarapan.

“Kenapa? Tumben juga dia telat bangun,” tanya Leo.

“Semalam dia susah tidur, sekalinya tidur malah mimpi buruk,” jawab Peter seraya menuangkan air panas ke dalam gelas besar berisi kopi. Kopi sasetan yang mereka ambil di speedboat beberapa waktu lalu.

“Mimpi buruk? Kok bisa tau?” tanya Helena.

“Ya taulah, Sayang. Dia aja sampe mandi keringat gitu teriak-teriak manggil Dion,” jawab Peter.

Beberapa saat kemudian Stevan berdiri di pintu kemudian menuruni anak tangga satu persatu sampai akhirnya ia melangkah menuju ke arah teman-temannya yang sedang mengelilingi api yang menyala untuk menghangatkan tubuh mereka.

“Sudah bangun? Gimana tidurnya?” tanya Peter seraya melangkah mendekati Stevan yang kini duduk di samping Leo.

“Nyenyak, kok. Kenapa kalian gak ada yang bangunin aku?” ucap Stevan lagi menerima gelas berisi kopi pemberian Peter.

“Gak masalah, gak tega bangunin kamu yang baru aja nyenyak tidur,” jawab Peter.

“Jadi jam berapa kita masuk ke hutan lagi? ” tanya Stevan.

“Kalau kamu sanggup nanti kita berangkat setelah sarapan,” jawab Peter.

“Sanggplah, aku udah tidur cukup lama ini,” jawab Stevan memperlihatkan mimiknya jika ia sanggup.

Akhirnya mereka mulai menikmati sarapan, setelah itu mereka mulai mempersiapkan diri untuk melakukan penjelajahan, mereka membawa bahan makanan seadanya karena hanya berniat mengambil tas dan melihat lokasi kebakaran. Jika sempat, mereka ingin memasuki gua.

“Senter siapa yang masih bisa nyala?” tanya Stevan.

“Masih pada nyala sih ini, buat apa?” tanya Peter.

“Kalian mau masuk ke gua, gak? Mumpung kita masuk ke hutan, aku rencana mau ngecek gua itu,” ujar Stevan.

“Boleh juga, aku ada tiga senter sih ini, masih nyala semua,” jawab Leo.

Akhirnya terkumpullah beberapa senter yang akan mereka gunakan untuk menyusuri gua, semua memutuskan untuk membawa tas dan mengisi beberapa alat yang diperlukan termasuk senjata tajam yang bisa dijadikan alat buat jaga-jaga jika di dalam gua bertemu binatang buas atau berbahaya lainnya.

Bersambung...

The Giant Snake (END) Where stories live. Discover now