part 22

245 51 6
                                    

Senin pagi, matahari yang cerah cerahnya ditambah amanat pembina upacara yang belum juga usai sejak 10 menit yang lalu. Danial menguap lebar, berbeda dengan Mokta yang sudah berjongkok sembari menutupi wajahnya yang sudah merah padam disengat panasnya matahari.

"Cuk berdiri tolol, belakang ada pak kumis"

Mokta masih jongkok, tendagan kecil dari Fahrozi tak membuat dia bangkit dari rasa malasnya.

"Itu yang jongkok mau nambah jam upacara sendiri, berdiri kamu"

Mampus Mokta, ketauan kan!

Danial berusaha menahan tawanya, sedang si pelaku yang sejak 2 menit lalu berjongkok ditengah tengah barisan siswa yang berdiri berusaha bangkit dengan sisa sisa gairah semangat siswanya yang serasa tinggal 13%.

Mokta membatin menyumpah serapah kepala sekolah yang entah berkotbah tentang apa, tapi yang jelas dia sudah muak mendengarnya.
Ralat tidak mendengar tetapi lebih ke-menunggu menyudahi mandatnya karna dari runtutan kalimat yang lelaki pertengahan 40 tahun itu utarakan tak satupun yang masuk ke otak Mokta.

Pasrah, biar tenggorokannya seperti tercekik saking keringnya juga sengatan matahari yang membuat dia merasa kehilangan banyak cairan akibat keringat yang malang melintang menetes didahi yang tertutup rambut panjangnya.

"Pingsan aja gue, tapi malu diliatin banyak orang", bisik Mokta yang dibalas kekehan kecil dari Danial

Upacara selesai, laporan selesai

Bubarkan!

Siap, bubarkan!

Sungguh rasanya Mokta seperti ingin melemparkan sepatu hitam yang dia gunakan kearah komandan pleton yang tidak kunjung membubarkan barisannya.

Untuk menuju kelas masing-masing, tanpa penghormatan umum, bubar jalan!

Huffttt

"Huwa, dancuk. Panas banget astoge, mana tenggorokan kering krontan".

Yang lain sudah geleng geleng kepala, tidak memperdulikan ocehan Mokta yang bukannya jalan menuju kelas yang terletak dilantai 2 malah berbelok menuju kearah kantin.

"Bahh, Mokta ambil tebs dingin yang kaleng 1. Nanti istirahat Mokta bayar sekalian makan. Terimakasih"

Peria paru baya yang akrab dipanggil Abah pun sudah tidak keget lagi, tidak sekali dua kali siswa langganannya itu membuat kegaduhan dilapak dia berjualan, pria tersebut justru selalu menanyakan Mokta kepada teman temannya jika saja tidak dia temui batang hidung Mokta barang sehari.

"Iyeh ambil aja, ada keripik singkong tuh ditoples tango kalau mau", teriak Abah yang disibukan dengan beberapa gelas kosong dipojokan tempat biasanya dia menaroh barang kotor.

"Mokta plastikin dikit Bah, lumayan lupa gak sarapa"

"Yok ambil aja, babeh udah makan dirumah"

Dengan semangat Mokta meraup beberap untuk dimasukan kedalam plastik bening uang dia ambil sebelumnya.
Ah lumayan
Rezeki anak sholeh.

Setelah menandaskan 1 kaleng soda rasa teh dan mengantongi setengah platik kripik singkong yang terlihat menggiurkan itu, Mokta lalu melangkahkan tungkainya menuju kelas setelah tidak lupa mengucapkan terimkasih kepada lelaki yang justru dia anggap seperti Ayahnya sendiri itu.

"Dih, gak balik kelas malah mampir ke kantin"

Mokta terlonjak kaget, lalu netranya menangkap presepsi gadis dengan gigi gingsul dan rambut sebahunya.

oktroubleDove le storie prendono vita. Scoprilo ora