Chapter 3 ; Kenang-kenangan

72 13 2
                                    



Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komentar kalian ..


Pulang malam sudah menjadi kebiasaan Simra sesungguhnya, terlebih lagi ketika dirinya diharuskan begadang demi menyelesaikan pekerjaannya di kantor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pulang malam sudah menjadi kebiasaan Simra sesungguhnya, terlebih lagi ketika dirinya diharuskan begadang demi menyelesaikan pekerjaannya di kantor. Orang-orang rumah pun tidak akan kebingungan mencari dirinya seolah mereka menaruh kepercayaan besar terhadap si sulung tanpa perlu merasa khawatir.

Hanya saja akhir-akhir ini kebiasaan begadang telah ia singkirkan dan memilih membawa sisa pekerjaannya pulang. Sekaligus menjadi penyebab tak seorangpun anggota keluarganya yang akan pergi tidur jika dirinya belum sampai dirumah. Jazel memandang Simra yang tengah berjinjit agar bisa melihat suasana di dalam rumahnya yang pagarnya telah terkunci sempurna. Lampu taman dan lampu-lampu di dalam rumah sepertinya sudah dimatikan sebagai pertanda bahwa orang-orang rumah sepertinya sudah pergi tidur.

Simra mendengus kesal sembari memikirkan beberapa rencana agar dirinya bisa memasuki rumah tanpa berniat membangunkan anggota keluarganya. Salahnya juga yang sering lupa membawa kunci cadangan yang berakhir menyusahkan dirinya sendiri disaat seperti ini. Ia melepaskan tas-nya, memberikannya kepada Jazel. Seperti biasa Jazel sama sekali tidak menolak perintah dari calon kakak iparnya. Tidak hanya itu saja, Jazel bahkan rela menjadikan punggungnya sebagai tanjakan agar Simra apat mencapai bagian atas pagar dan melompatinya dengan selamat.

Tidak, sebelum kehadiran sebuah cahaya asing dengan kurang etis-nya sengaja menyorot kedua manusia yang tengah bahu membahu hendak memanjat pagar. Derap langkah kaki menghampiri Jazel dan Simra yang sama sekali tidak merubah posisi. Kala sebuah tatapan tajam dilayangkan kepada mereka, Simra pun mengurungkan niatnya untuk memanjat begitupula Jazel yang bangkit untuk membersihkan bagian lutut celananya yang kotor terkena tanah.

Tatapan tajam itu mereka dapatkan sebagai bentuk rasa penasaran yang belum meluap bahkan tidak ada sepatah katapun terucap sebelum akhirnya Jazel merasakan tamparan panas di pipi kirinya yang tadinya mulus tanpa cacat. Ia meringis sebentar sembari mengelus bekas kemerahan menyerupai telapak tangan yang terlukis indah di wajahnya. Sedangkan si tersangka sedang mengatur deru nafas yang naik turun dengan kedua mata berkaca-kaca menahan bulir bening yang hendak jatuh.

"Wilma?" panggil Jazel lirih.

"Kalian apa-apaan sih! Nih ambil, masuk lo!" teriak Wilma mengusir sang kakak yang sedang berdiri menatap kebingungan ke arahnya.

"Wil, lo kenapa sih? Ngapain nampa--"

"Gue bilang masuk duluan, denger nggak sih!" ujar Wilma lagi penuh penekanan.

Hembusan napas kasar dari Simra seolah mengungkapkan kekecewaan terhadap sikap sang adik yang selalu gegabah, namun, ia tak berniat membantah sama sekali atau kejadian yang akan lebih parah dari ini membuatnya harus melihat Jazel lebih menderita.

CANDALA  [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang