#13

66.3K 8.3K 948
                                    

Suara siswa-siswi yang berada di lapangan terdengar sampai sini, dikarenakan koridor sangat sepi. Hening. Semuanya terasa melambat. Bahkan sepertinya waktu sengaja berhenti untuk kedua insan yang masih saling bersitatap.

Masih mempertahankan posisinya, sedikitpun tatapan pemuda itu tak lepas dari Vreya. Lalu, dengan lambat sebuah senyuman terukir di bibirnya seperti lukisan yang indah.

Ia menunduk. Ujung hidung nya menyentuh hidung Vreya. Itu terasa menggelitik.

Gadis bermanik hazel itu terhenyak lalu melangkah mundur. Ia mendongak menatap salah satu most wanted SHS itu.

"Ap-"

"Gua mau balikan, Vre." Pemuda itu hendak menggapai pergelangan tangan Vreya, namun dengan cepat ia tangkis.

"Enggak!" Vreya menyipitkan alisnya dan menggeleng tegas. Tidak! Sampai kapanpun ia tak akan sudi kembali bersama mereka, tidak seorang pun!

Dapat ia dengar kekehan berat dari pemuda didepannya. Dia Reyga. Pemuda yang terkenal dengan status playboy nya.

"Lo aneh." Suaranya terdengar berat. Reyga meraup surai nya kebelakang. Raut frustasi tergambar jelas pada wajah tampannya.

"Lo mutusin gua semudah itu? Tanpa alasan yang jelas? Setidaknya kasih tau gua kenapa?" Reyga mengambil langkah mendekat. Ketika gadis itu hendak mundur, sebelah lengan kokohnya dengan sigap membelit pinggang ramping Vreya.

Tenggorokan Vreya tercekat, seakan ada tangan yang tak kasat mata mencengkram lehernya. Bibirnya terkatup rapat. Bahkan sulit rasanya untuk meraup oksigen. Reyga, terlihat menyeramkan di situasi ini.

"Lo datang ke kehidupan gua, ngasih segalanya yang gua butuhkan, dan seenak jidat pergi gitu aja?" Pemuda itu kembali bertanya. Kini, suaranya terdengar basah dan gemetar.

"Di mata lo gua cuma mainan, Vre?"

Tetap. Vreya tak menjawab barang sekali pun. Sama seperti Fano, tak mungkin Vreya mengatakan jika mereka bertiga pernah menyuruhnya bunuh diri. Dan melalui itu, rasa dendam, benci, dan jijik yang tak terhingga mulai menguasai hatinya.

"Vre-"

"Iya! Lo cuma mainan di mata gua! Lo mainan yang berubah menjadi usang! Ga kepakek lagi!" Vreya membuang pandangannya. Dadanya naik turun seiring dengan nafasnya yang tak beraturan.

Membasuh kilas bibir bawahnya, kedua manik hitam pekat milik Reyga bergetar. Pemuda itu kembali terkekeh, berbeda dengan hatinya yang baru saja dihantam oleh penuturan Vreya.

Ia mengangguk pelan, lengan yang tadi membelit pinggang Vreya mulai merenggang, sebelum ia lepaskan.

"Ya, pada akhirnya semua orang bakal kaya gini. Ninggalin gua disaat gua udah nyerahin segalanya buat dia."

Pemuda itu tersenyum kecut. Ia menunduk, menatap kepalan tangannya yang mengeras di bawah sana.

Bagian yang paling menyakitkan dari kepergian gadis itu adalah, kenangannya yang masih tertinggal.

Vreya menghela nafas panjang. Gadis itu menatap sekitar dan sama sekali tak menemukan orang lain selain mereka berdua.

"Gua harap kita ga ketemu lagi. Tolong sadar diri kalo lo dan kedua sahabat lo itu udah ga berguna lagi di hidup gua."

Tak menyanggah, Vreya mengakui jika perkataannya sangat kasar. Tapi apa boleh buat? Saat ini hatinya hampir menggelap untuk mereka bertiga.

Namun kenyataannya, untuk saat ini ketiganya tak bisa disalahkan, karena mereka belum melakukan kejahatan padanya. Ini memang tidak adil bagi ketiganya. Namun kejadian itu masih menghantui Vreya setiap kali melihat wajah salah satu mantannya.

ANTAGONIS LOVE STORY {End}Where stories live. Discover now