rusuh

10 2 0
                                    

"Mau sarapan ga?" Tanya Riki.

"Aku udah makan sih, kamu aja ya, aku mau ke kamar mandi bentar."

Riki mengangguk mendengar jawaban dari sang pacar.

"Mau dianter?"

"Ngga lah!"

Riki terkekeh, "iya yaudah gih, aku tunggu di lapang."

"Okay."

Dyra berlari kecil hingga ke dekat kamar mandi khusus perempuan. Baru saja ia akan membuka pintu, suara pecahan gelas dan juga guyuran air terdengar dari dalam kamar mandi.

"Astaga, pasti ada yang di bully lagi." Gumam Dyra.

Ia membuka ponselnya, menyiapkan alat perekam agar bisa ia gunakan untuk membela disaat nanti dibutuhkan.

"Lo tuh kegatelan banget ya? Udah kemarin deketin Yudha, kemarinnya lagi jalan bareng kak Riki, kepergok lagi sama kak Dyra, ga tau malu ya lo?!"

Dyra mengerutkan keningnya, masalah ini menyangkut dirinya?

"M-maaf kak, a-aku..."

"Halah ga usah bela diri lo ya. Intinya, jangan ganggu-ganggu lagi Yudha, kak Riki, atau cowok-cowok kelas 12 lainnya, ngerti?!"

"Ngerti kak."

"Awas ya lo."

Pintu dibuka, tiga orang siswi yang sepertinya masih kelas 11 itu sangat terkejut mendapati Dyra yang tengah memandang ketiganya dengan tatapan datar, tatapan yang selama ini jarang sekali Dyra tunjukan.

"Udah ngerusuhnya?"

"Maaf kak, kita--"

"Jelasin semuanya di ruang BK." Riki muncul dari arah belakang.

"Gue sama Riki yang punya hubungan, kok kalian yang ribet? Sampai celakain orang lain pula."

Dyra menoleh ke arah Riki, "suruh anggota osis antar mereka ke ruang BK."

Lalu dengan cepat Dyra masuk kedalam kamar mandi, dilihatnya Zheya yang tengah menangis sembari memungut serpihan kaca di lantai.

"Astaga, lo gapapa? Mereka bikin lo luka? Atau kenapa? Ini Zheya kan? Zhe, jangan diem aja dong." Dyra menggoyangkan pundak Zheya tak sabaran.

Zheya tersenyum, "aku gapapa kak."

"Tapi lo sampe basah kuyup gini, terus--ini kaca kenapa bisa berserakan gini?"

"Aku gapapa kak, beneran, bentar ya kak aku bersihin ini dulu."

"Ngga, udah-udah, berdiri. Kita ke UKS."

Zheya buru-buru menolak. "Ngga usah kak, beneran."

"Bukan penawaran, Zheya, itu keharusan, ayo."

Dengan terpaksa dan sedikit tidak enak hati Zheya berdiri sembari dirangkul oleh Dyra. Ia khawatir, bisa saja Zheya terluka.

Riki menatap Zheya khawatir, lalu melirik Dyra. "Zhe? Kenapa ini?"

"Nanti aku jelasin, ayo gendong Zheya nih, tolong bawa ke UKS."

"Kak, aku gapapa beneran kok, masih bisa jalan nih."

"Udah ga usah banyak omong, naik." Riki berjongkok di depan Zheya.

Zheya menoleh ke arah Dyra.

"Naik aja gapapa Zheya, buruan, muka lo pucet banget."

"Y-yaudah kak, maaf ngerepotin."

Dengan cepat mereka membawa Zheya ke uks, dan sepanjang perjalanan mereka ditatap heran oleh siswa dan siswi yang ada di koridor.

Sesampainya di UKS, Riki langsung menyerahkan Zheya kepada dokter yang berjaga.

Kini ia dan juga Dyra tengah berada di luar UKS.

"Baju kamu basah, ganti dulu sana."

Riki tersenyum tengil. "Gantiin dong, Ra."

"Ngada-ngada ya kamu."

"Ahahaha! Iya nanti, aku pake kaos lagi kok, khawatir amat aset kamu diliat."

Dyra mencubit pinggang Riki gemas, pipinya memanas seketika mendengar ucapan Riki.

"Diem ah, berisik banget."

"Ra, kamu kalau salting kok tetep cantik sih?"

Dyra menyentuh pipinya sendiri. "Apaan? Emang aku lagi salting?"

Riki mengangguk lalu menusuk-nusuk pipi Dyra, "tuh, merah gitu, lucu banget pengen gigit."

"Riki, ih! Malu tau diliatin." Bisik Dyra, lalu bersembunyi dibalik tubuh tinggi Riki.

"Gapapa dong, biar mereka tau kalau kamu saltingnya sama aku doang."

"Harus banget mereka tau?"

"Harus dong!"

Dyra terkekeh, "biar apasih begitu?"

"Biar bikin aku sombong."

"Ga jelas banget sih."

Riki tertawa, lalu memeluk kepala Dyra kepalang gemas.

"Abis lulus nikah yuk, Ra?"

"Siapa tuh yang mau nikah?" Celetuk ibu dokter yang baru saja keluar UKS.

Dyra buru-buru melepaskan diri dari Riki lalu berjalan mendekat ke arah ibu dokter.

"Ahaha engga Bu, Riki suka banyak ngawur emang."

Ibu dokter ikut tertawa, "ada-ada aja ah. Oh ya, ini dia yang tadi kalian antar tuh emang lagi sakit ya?"

"Iya Bu, kanker." Jawab Riki jujur.

"Pantesan, dia ga bisa lama-lama kedinginan gitu, untung kalian cepat bawa dia kesini, jadi bisa ditangani."

Dyra menghembuskan nafasnya lega. "Syukurlah."

"Terus sekarang gimana keadaannya?"

"Perlu istirahat aja sih, sudah saya kasih obat tadi."

Riki mengangguk. "Yaudah makasih banyak ya Bu."

"Sama-sama."

Dyra memegang tangan Riki, "mau masuk ga? Kabarin dulu tuh bang Hesa-nya."

"Jangan ah nanti khawatir, dia lagi kerja jam segini."

"Gitu ya? Yaudah yuk ke BK, aku ada bukti sih. Biar manusia kayak mereka ga ada lagi disini."

Riki mengangguk lalu langsung merangkul Dyra, "Ra kamu tuh kayak ibu peri tau."

"Masa? Tapi aku ga ada sayap?"

"Emang ibu peri harus ada sayapnya?"

"Ga tau sih, ibu peri kan bukan pembalut."

Riki mendengus, "nyindir ya."

"Ahahaaha! Aduh, masih inget aja."

"Tapi serius, kamu kenapa baik banget sih Ra?"

Dyra tersenyum tipis. "Aku juga bisa jahat, bisa egois sewaktu-waktu, Riki. Makannya, kamu harus siap-siap ngadepin itu."

"Iya udah siap kok, kalau buat Dyra kan semuanya siap."

"Banyak lagu kamu."


































...

Tbc YAGESYA

Riki as My BoyfriendDonde viven las historias. Descúbrelo ahora