chapter 3

5K 85 0
                                    

Gadis dengan rambut panjang yang indah sangat pas dengan wajah mungil nan cantik gadis manis itu. Kulit putih bersih namun ad beberapa bekas luka dan lebam di sana. Gadis berusia 17 tahun itu kini sedang membantu bibi memasak, bibi adalah panggilan untuk seorang wanita yang sudah bekerja bertahun-tahun di rumah itu. Bibi yang sudah di anggap ibu gadis itu, bibi yang merawat nya hingga menjadi dewasa.

"Fasya, biar bibi aja kamu istirahat pasti lelah nanti kamu sakit lagi." Saran bibi, Fasya hanya menggeleng.

"Gak usah takut, Bu Dian juga gk ada sana istirahat." Lanjutnya.

"Gk usah bi, Fasya bisa kok." Ucap Fasya.

Fasya Aditama, putri dari pasangan Aditama dan Lela. Namun naasnya saat Fasya lahir Lela tak terselamatkan jadilah ia di rawat oleh bibi. Sedangkan Aditama membencinya karna ia kira karna kesialan Fasyalah Lela meninggal 1 tahun kepergian Lela Aditama kembali menikah dengan Dian, yang ternyata adalah kekasih gelap Aditama yang sudah memiliki putri dari pernikahan nya itu ia memiliki seorang saudara tiri bernama Sasa Aditama. Dian dan Sasa bahkan sangat membenci Fasya, Fasya di anggap sebagai parasit mereka bahkan menyiksanya. Bahkan Aditama sendiri selalu menampar bahkan melukai Fasya saking bencinya namun Fasya tak pernah dendam ia pikir ini hanyalah kesalahpahaman.

Fasya bahkan sekolah di sekolah negri dengan biaya kebutuhan ditanggung dirinya sendiri dengan bekerja di sebuah cafe. Dirinya benar-benar di terlantarkan namun ia menerima semua itu dengan ikhlas. Jam 4 subuh Fasya akan bangun dan mengerjakan pekerjaan rumah untuk membantu bibi, jam 6.30 ia akan berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki, setelah pulang sekolah ia akan ke cafe untuk bekerja sampai jam 8 malam lalu pulang. Selalu seperti itu, meski tak membuat salah Fasya bahkan selalu di lempar, di marahi, bahkan  di tampar oleh Aditama, Dina bahkan Sasa.

"FASYA!!!!, BAWAIN JUZ ALPUKAT KE KAMAR GUE!." Teriak Sasa, bahkan Sasa sangat kurang ajar terhadap Fasya.

"Iyaa." Jawab Fasya, lalu mengambil juz alpukat di kulkas yang tadi sudah di buatkan untuk Sasa .

Tok ..tok....

"Ini minumnya Sasa." Ucap Fasya memberikan jus itu kepada Sasa yang tengah baring sambil bermain ponsel.

"Taro di situ!, Oh iya itu cuci pakaian gue and jangan sampai luntur ngerti!." Sinis Sasa, Fasya mengangguk dan mengambil keranjang pakaian kotor Sasa untuk di cuci lalu prgi.

Hari ini ia dari rumah sakit untuk memeriksakan keluhannya beberapa tahun terahir, namun biayanya belum cukup jadi, ia kembali tanpa mendapat hasil pemeriksaan. Ia pernah meminta pada Aditama namun ia hanya mendapat tamparan.

1 tahun kemudian.....

Fasya kini sudah hampir lulus sekolah ia sangat senang ia tak pernah berpikir untuk melanjutkan kuliah lagi karna ia pikir ia akan bekerja saja dan membiayai hidupnya.

Hari ini Fasya pulang larut malam karna cafe sedang ramai, ia memasuki pintu belakang tapi saat itu Aditama sedang mengambil sesuatu di kulkas.

"Kamu!, Udah berani kamu pulang larut malam yah!! Hahh!!." Aditama langsung mencengkram dagu Fasya dengan keras membuat Fasya merasa kesakitan.

"Maaf ayah, cafe lagi rame jadi Fasya pulang telat." Ucap Fasya, perih itu yang Fasya rasakan sekarang.

"Dasar! Anak pembawa sial!." Aditama menghempaskan Fasya hingga gadis itu tersungkur di lantai.

Hiks....hiks.....
Suara tangisan Fasya terdengar sangat lirih di dapur yg sepi itu. Sedangkan Aditama sudah melenggang pergi.

"Ibu, Fasya rindu maaf Bu Fasya belum bisa bahagian ayah." Ucap Fasya lalu mencoba berdiri.

Ia berjalan ke kamarnya yang berada di balik tangga,kamar yang tak begitu luas namun di sana Fasya bisa meluapkan kesedihannya, saat masuk ke dalam kamar mandi ia merasakan nyeri itu pada bagian dada kanannya tepatnya di payudaranya, sakit yang sudah beberapa tahun lalu ia rasakan.

"Ibu Fasya sakit Bu, Fasya kesakitan,....hiks....." Lirih Fasya terduduk di lantai sambil memegang dadanya lalu kegelapan menerpanya ia pingsan.

Keesokan paginya Fasya terbangun dengan keadaan sudah di kasur, di sana ad bibi juga.

"Syukurlah nak kamu baik-baik saja, bibi sangat khawatir semalam bibi menemukanmu pingsan di WC. Bibi sebenarnya mau membawamu ke rumah sakit tapi bibi tidak tau harus meminta bantuan ke siapa." Ucap bibi merasa bersalah.

"Gk apa-apa bi, Fasya baik-baik aja lagian Fasya juga udah biasa." Ucapnya bangun lalu duduk.

"Iya tapi bibi saranin kamu harus segerah periksa ke dokter sudah berapa tahun kamu menahan sakitnya itu bisa berbahaya." Saran bibi sambil mengusap rambut Fasya.

"Iya Bu nanti aku usahain, tabungan Fasya juga udah cukup kayaknya buat periksa ke dokter." Fasya hanya tersenyum, gadis yang sangat kuat.

"Astaga ini sudah jam 7 Fasya udah telat!." Kaget Fasya saat melihat jam.

"Sudah bibi udah kerja semuanya, lebih baik kamu absen hari ini kamu ke dokter bibi khawatir jika kamu terus-terusan begini." Ucapan bibi ada benarnya, ia harus tau apa penyebab ia selalu kesakitan.

Fasya pun bergegas mandi setelah itu ia akan membantu bibi di dapur, jam 8 ia akan berangkat ke rumah sakit.

"Kamu Masi di sini? Kenapa gk ke rumah sakit?." Tanya bibi, melihat Fasya ke dapur.

"Bentar aja bi, Fasya bantu dulu jam nanti Fasya berangkat." Ucap Fasya seraya tersenyum dan mulai membantu.

"Heh!!, Kamu anak sial cepetan cariin cincin saya di kamar kayaknya jatuh, atau kamu yang ambil!?." Tuduh Dian pada Fasya.

"Maaf Bu, Fasya ngk ambil." Ucap Fasya sopan.

"Ya sudah! Cepatan cari sana kalau ngk ketemu, berarti kamu yang ngambil!." Kecam Dian ibu tiri Fasya.

Fasya segera ke kamar dian, ia mencari terus mencari cincin Dian yang hilang, ia hrus menemukannya jika tidak Dian akan mengadukannya ke Aditama bahwa dialah yg mengambilnya. Sudah di pastikan Fasya akan di siksa.

"Ibu bantuin Fasya Bu." Keluhnya pada sang ibu yang sudah kembali ke sang pencipta.

10 menit berlalu ahirnya Fasya menemukan cincin berlian itu ternyata ad di dekat kaki kasur, Fasya sangat bersyukur. Ia lalu memberikannya kepada Dian yg sedang menonton di ruang keluarga.

"Bu ini cincinnya." Fasya menyerahkan cincinnya pada Dian.

"Bagus, sana kamu pergi saya muak liat muka kamu!." Usir Dian menendang kaki Fasya hingga tulang kering Fasya sedikit memerah karna terkena sendal berbahan keras.

Fasya meringis tapi ini sudah biasa semuanya akan kembali normal meski akan meninggalkan bekas luka nantinya.

"Bibi Fasya prgi dulu." Pamit Fasya, ia sudah siap ke rumah sakit sambil membawa uang tabungannya yang di gunakan untuk biaya pemeriksaan.

Gadis yang memakai  rok kotak-kotak di padukan dengan switer putih tak lupa tas selempang kecil berwarna crime.

Gadis yang memakai  rok kotak-kotak di padukan dengan switer putih tak lupa tas selempang kecil berwarna crime

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ia menaiki bis menuju rumah sakit Pramudya yang dekat dari sana.


Olahhh!!!!

Jangan lupa vote+ coment

Suka gk sama cerita DOCTORS RULES ini?

Doctors RulesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang