chapter 28

3.2K 71 0
                                    

"Ada apa dengan Bunga?." Tanya fasya serius sambil menatap manik mata raga.

Mendengar pertanyaan fasya membuat raga diam seribu bahasa tatapannya yang berbinar tadi redup dengan tatapan dingin dan sendu, ia tak bisa ia belum siap membagi lukanya yang sudah lama bersarang dalam hatinya.

"Kak?." Fasya melihat raga meninggalkan nya dan mengambil sebungkus rokok di meja kemudian ia ke balkon. Menyesap batang nikotin itu bisa membuatnya lebih tenang.

Fasya menatap punggung raga yang terhalang pintu kaca, ia bisa merasakan betapa besar luka raga yang di sembunyikan pria itu. Fasya merasa sedih namun ia harus membantu raga di titik terendah pria itu.

Menguatnya tekatnya fasya membuka pintu kaca  dan berdiri di samping raga yang menghembuskan asap rokok, angin malam membawa asap itu pergi. Raga menoleh sebentar ke arah fasya yang sedang menatapnya lalu menghadap ke depan lagi, ia bekum siap.

"Dari kecil fasya gk pernah merasakan kasi sayang ibu, fasya menjadi penyebab perginya ibu namun fasya tau ibu bahagia melihat fasya sekarang. Ayah fasya menikah dengan perempuan yang memiliki anak dan itu membuat fasya ikut bahagia karna fasya pikir ia akan memiliki sosok ibu namun fasya salah mama tidak suka fasya saudara fasya pun tidak suka. Ayah membenci fasya karna ayah pikir penyebab ibu meninggal adalah fasya bahkan ayah sampai menjual fasya, itu semua benar fasya tak mengelak namun itu semua juga tak bisa fasya hentikan fasya tak memilih untuk hidup seperti ini fasya juga sedih, marah, capek dan benci dengan diri fasya tapi fasya gk bisa apa-apa. Sampai fasya bertemu kakak fasya merasa bahagia namun kakak bohong ke fasya membuat fasya membenci kakak dan semakin membenci diri fasya. Seiring waktu berjalan fasya mencoba berdamai dengan keadaan  fasya tau kakak raga berbohong karna sebuah alasan. Fasya memberikan hidup fasya ke kakak, membagi luka dan kesedihan fasya tapi fasya sedih bahkan marah kepada diri fasya kenapa kak raga tidak bisa membagi kesedihan dan kebahagiaan kakak?, Apa fasya tidak berharga bagi kakak?." Fasya menceritakan semua unek-unek nya pada raga, air matnya terus mengalir isaknya tak bisa ia hentikan, semua ini sangat sulit bagi fasya.

Raga membuang puntung rokoknya ke asbak lalu memeluk erat fasya, gadis itu menangis tubuhnya bergetar. Gadis 18 tahun itu menyimpan luka sendiri sama halnya dengan dirinya namun bedanya fasya siap membagi lukanya dengan orang yang bahkan sempat ia benci lalu raga kenapa ia masi berpikir untuk membagi lukanya dengan fasya bukankah fasya adalah sumber kekuatannya beberapa bulan ini fasya mampu merubah raga.

"Fasya siap mendengar kakak." Ucap fasya di sela tangisnya.

"Saya akan menjawab pertanyaan itu tapi berjanjilah besok kita akan menikah." Ucap raga, hemm sedih gini eh masi cari keuntungan. Fasya mengangguk lalu raga menariknya pergi fasya haya mengikuti raga, mereka membelah jalan raya, fasya hanya diam begitupun raga keadaan di dalam mobil hening.

°°°°°

Fasya turun dari mobil setelah melewati hutan yang sepi mereka akhirnya sampai, fasya melihat sekeliling yang terdapat danau yg di sinari bulan malam ini.

"Kak raga? Kak?." Panggil fasya saat raga tak ad di sana, ia taku sendiri ia panik namun seketika matanya bersinar kala sebuah lampu tumbler menghiasi setiap sisi danau dan sekitarnya.

Sebuah taman dengan danau dan sebuah pohon ek besar yang tak jauh dari bibir danau, pinggiran danau di penuhi dengan bunga lily dan pohon besar itu berdiri kokok sendiri di tengah hamparan rumput yang terawat.

"Kak raga?, Ini..." Fasya di buat kagum, begitu indah tempat ini, raga menarik lembut tangan fasya berjalan ke arah pohon itu.

"Ini jawaban dari pertanyaan mu." Raga duduk bersandar di pohon itu  menghadap danau.

Fasya diam di balik pohon itu di hadapannya sekarang ad sebuah nama yang terukir di sana 'BUNGA WILANDA - 28 JULI' terukir jelas di pohon itu, tatapan raga jatuh pada sebuah foto seorang wanita dan sebuah taburan bunga yang sudah hampir layu di sana. Fasya menatap foto itu lalu menatap raga yang diam menatap danau dengan tatapan kosong.

"Bunda, dia bunda." Ucap raga.

Jadi waktu raga mabuk dan mengatakan 'bun' itu berarti bunda dan raga mabuk di sini pada malam tanggal 28 juli itu, fasya mengerti.

Wajah yang ad di foto itu sangat lah mirip dengan raga hanya mata yang membedakan. Inilah jawaban dari pertanyaan nya dulu, kenapa raga hanya memiliki kemiripan mata dari hendra dan wajahnya sama sekali tak mirip dari  lily dan juga riya sama sekali tak memiliki kemiripan dengan raga, riya lebih mirip dari perpaduan hendra dan lily. Jadi, raga memiliki seorang ibu kandung.

"Duduk." Raga meminta Fasya duduk di sebelahnya, fasya menurut lalu duduk di samping raga sambil menatap danau yang terdapat bunga lily di pinggirannya.

" Ini semua alasan dari kebohongan saya, sehari setelah kepulangan saya dari prancis saya datang ke rumah sakit Pramudya untuk menandatangani kontrak namun saya tak sengaja mengenai mu saat jalan di koridor rumah sakit saya melihat kamu dengan bibi setelah kejadian itu selama setahun pikiran terpenuhi olehmu sampai saat saya bertemu denganmu yang mengingatkan saya dengan orang yang paling saya cintai bunda dan kebohongan mulai terjadi karna saya takut kehilanganmu." Jelas raga membuat fasya sekaan tertampar, semua spekulasi tentang kebohongan raga salah, ia salah telah menuduh raga yang tidak-tidak.

"Maaf, maaf fasya gk tau dan malah nuduh kakak yang tidak-tidak." Fasya menyesal.

"Gpp,kamu pantas begitu karna memang cara sy yg salah." Jawab raga masi setia memandang danau.

"Bunda?." Fasya tau raga masi menyimpan sebuah luka, ia bekum mendapatkan sepenuhnya jawaban.

"19 tahun yang lalu bunda pergi jauh dan tak pernah kembali, bunda terkena penyakit payudara seperti mu bahkan sangat persis namun saat itu bunda kehilangan banyak darah dan semua stok darah kosong dan hanya golongan darah saya yang cocok dengan bunda tapi saat itu saya masi 8 tahun dan tidak bisa mendonorkan darah, semua terjadi bunda pergi karna saya. Mungkin bunda sudah mendapat firasat tentang semua itu , sebelum kejadian itu bunda bercerita kepadaku dan mengatakan jika dirinya pergi ia ingin di tempatkan di bawah pohon ek di depannya ad danau yang di kelilingi bunga lily. Setelah kepergiannya papa dapat buku diary bunda dan membaca surat wasiat bahwa ketika bunda pergi papa harus menikahi sahabat bunda yaitu mama, mama lily. Mama awalnya tak setuju sama halnya dengan papa selama 2 tahun mereka tak bisa memenuhi semua wasiat bunda, sampai ketika papa akhirnya setuju demi ketenangan bunda di sana, mereka menikah dan mulai membuka hati dan riya datang menambah kebahagian keluarga. Saat itulah saya mengerti kenapa bunda menginginkan di tempatkan di bawa pohon ek di depannya ad sebuah danau yang di kelilingi bunga lily. Pohon ek tumbuh semkin besar selama 19 tahun dengan vigur bunda, danau itu berarti papa , riya dan saya dan bunga lily itu mama. Mama yang selalu menjaga semua orang mama yang mampu menjadi obat kerinduan untuk bunda."  Baru kali ini raga bisa menceritakan semua luka yang ia simpan rapat di dalam hatinya, ia rapuh fasya langsung memeluk raga erat dan raga membalasnya tak kalah erat.

°°°°°°

Ragaaa.....

Doctors RulesWhere stories live. Discover now