5+4=, Perihal Mama.

817 101 3
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

...





Tidak ada suara lagi setelah itu, hanya ada Mama yang menumpahkan tangisnya serta Papa yang turun ke bawah tangga. Tidak lupa dengan gerombolan istri Papa yang lain melihat dari bawah. Mamanya itu harus marah. Setelah bertahun tahun hidup di rumah, tak pernah sekalipun air mata menetes melalui wajah Ibunya yang rupawan itu. Merepotkan, tapi anehnya Rafael merasa sedikit lega. Setidaknya ini akan membuat hubungan orang tua mereka bisa lebih baik. Sedikit berkelahi.

...









Ia mungkin tak memapah tubuh Ibunya, namun lelaki itu mengikuti langkah demi langkah orang yang telah melahirkannya itu. Ah, Ibunya ingin ke balkon. Lama sekali ia tak ke balkon rumahnya yang super luas ini. Terlihat sekali balkon yang tidak dilihatnya bertahun tahun ini tak pernah habis dirawat, mengingat orang tuanya yang SANGAT GILA kebersihan. Wajah bak porselen wanita tersebut-Ibunya-
Terlihat mengkilat akibat habis menangis, seakan ingin menghibur keluarga yang tengah sengsara itu, bintang bintang menunjukan eksistensinya serta bulan purnama yang terang benderang. Awalnya, Ibu anak itu saling terdiam sambil melipat tangan pada dada, lalu salah satu berkata, "Seumur hidup ini, baru pertama kali aku melihat Mama menangis." sang Ibunda melihatkan wajah terkejutnya sebentar, namun dengan cepat ekspresinya berganti dengan senyuman teduh. Rafael ikut jua tersenyum. "Curang ya? Mama sudah sungguh banyak melihat ekspresi dalam dirimu. Tapi kau malah melihat separuh saja," ujarnya.

"Iya, sungguh curang."

"Kamu pacaran, Nak?" Rafael mendengus, biarpun ia sedikit salah tingkah karena dipanggil 'Nak' setelah sekian lama. Alhasil, sandalnya itu menghentak hentakan lantai. "Dulu sempat, tapi sudah putus."

"Bukannya kamu pacaran dengan Hugo Hugo itu ya?" kali ini Rafael langsung menghentakan sandalnya dengan keras hingga sandal yang menggerayangi kakinya itu terjatuh ke bawah. Diikuti suara 'aduh!' dari bawah sana. Untuk orang yang dibawah sana, tolong maafkan Rafael ya!
"Amit amit Mah, kok masangin anaknya sama yang pahit begitu?"

"Loh, emang udah pernah ngerasain?"












"MAH!" nada kesal Rafael sepertinya menggema di seluruh perumahan itu seketika. Tawaan Ibunya seketika mengudara. "Duh maaf, sakit perut banget mama." Ibunya mengelus rambutnya pelan, "Kamu.. Jangan ngalangin hidupmu gara gara Papa, ya?" Rafael diam, rasanya ia sudah benar benar tak menghiraukan Ayahnya. "Mama tak masalah, mau anak mama nikah sama badak bercula pun kalau ia yang membuatmu nyaman, tak akan pernah Mama larang."

"Papa juga ga Mama larang kan? Mengapa Mama ga pernah ngelarang Papa menikah lagi setelah sekian lama?" Rafael benar benar tak tahan. Pasalnya, sang Mama kalau diliat saja tidak akan melakukan hal itu. "That's a long story, Rafael. Your momma is such a dumb person too," Ibunya berkata lirih, tetap mengusap rambut Rafael. "Papa tidak sembarang menikahi orang, dia menikahi orang yang dulunya dijanjikan oleh keluarganya. Kedua istri Papa yang lain itu adalah sebagian kecil dari perjodohan yang tak terlaksana. Dan kedua perusahaan istri Papa yang lain itu bangkrut. Karena Papamu bodoh, ia tak enak dan menikahi orang itu."

Temen Apa Temen? [✓]Where stories live. Discover now