Chapter 01

10.7K 457 73
                                    

Bagaimana cerita ini dimulai? Mari kita saling berkenalan terlebih dahulu. Namanya Adriana Zivana Athala Cadra, putri bungsu keluarga Cadra. Seorang Ning dari pesatren Qomariah Jannah.

Saat ini Ziva sudah berusia 18 tahun, gadis remaja itu saat ini tengah sarapan dengan seluruh anggota keluarga ndalem pesantren.

"Hari ini Ziva bahagia sekali ya," kata Neneknya setelah mereka menyelesaikan sarapan bersama beberapa menit lalu.

"Bahagia Nek, akhirnya bisa berangkat sendiri. Tidak lagi nebeng dengan sahabatku," balas Ziva kegirangan.

Kemarin Abinya baru membelikan motor matic untuknya. Ziva memang menginginkan sebuah kendaraan pribadi, motor maksudnya. Selama ini ia berangkat selalu bersama temannya yang menghampiri di depan pesantren. Sekarang, ia bisa berangkat bareng bertiga.

"Lupa," guman Jason memalingkan wajahnya.

"Terima kasih Abiku yang tersayang!" Kata Ziva segera tersenyum manis pada Abinya.

"Hm, tapi ingat! Tepat waktu pulangnya," kata Jason dan Ziva mengangguk.

"Eh, hari ini aku ada ekstra Bi," balas Ziva dengan santai.

"Intinya jangan terlalu lambat, atau Abi tarik kembali motor kamu," kata Jason dan Ziva langsung mengangguk.

Sebenarnya, soal Ziva meminta motor itu sudah sejak kelas satu. Namun Abinya tidak mau menerima permintaannya. Jason bersikeras jika supirnya akan menjemput Ziva setiap hari.

Kelas tiga ini, Ziva kembali meminta sebagai hadiah karena ia mendapat peringkat satu pararel di sekolah. Awalnya Jason enggan membelikan putrinya itu motor pribadi. Namun, karena beberapa hari setelahnya, Ziva ngambek dan tidak mau keluar kamar hampir seminggu.

Jason sendiri heran bagaimana putrinya itu betah bersemedi didalam kamar tanpa makan ataupun apa. Padahal Jason tidak tahu didalan kamar Ziva ada lemari khusus menyimpan berbagai makanan dan minuman. Pintar sekali kan anak satu ini.

Ziva sebenarnya masih kesal, ia sudah berusaha mendapat nilai pararel namun Jason tidak menyetejui permintaannya.

Awalnya Jason ingin membiarkan saja. Toh nanti juga akan keluar jika kelaparan. Ia juga sudah lelah memanja Ziva. Akibat kasih sayang yang berlebihan, anak itu jadi semaunya. Ia selalu ingin permintaannya dituruti dan Jason tidak mau dikendalikan oleh putrinya.

Namun, tentu saja bapak tiga anak itu tetap kalah saat istrinya memintanya untuk menuruti permintaan Ziva.

Akhirnya Jason menyerah, namun ia memberikan satu syarat kepada putrinya.

Syaratnya adalah Ziva harus mendapat surat ijin mengemudinya terlebih dahulu sebelum ia membelikan motor. Awalnya Ziva kira itu mudah, yah tinggal beri uang kepada polisi tanpa tes pun jadi.

Tetapi, pikiran Ziva sirna kala pada ujian tes, Abinya ikut. Ia meminta Ziva mendapatkan sesuatu dengan perjuangannya sendiri. Lagi pula menyogok dalam Islam adalah hal yang sangat haram.

Ziva tidak mudah menyerah, gadis itu dapat lulus semua tes dalam sekali percobaan. Bahkan itu membuat sang Abi sempat menganga.

"Wah... jujur gue dulu buat SIM motor masih nyogok, tapi Ziva lumayan," guman Jason saat melihat dari jauh putrinya tengah kegirangan menerima kartu izin mengemudinya. Lagi pula, kapan Jason pernah mengendarai motor?

"Yey! Dapatkan Bi!" Kata Ziva menunjukkan simnya.

"Iya-iya, tidak sia-sia Abi menyerahkan rapat para Papimu," kata Jason kemudian merangkul putrinya dan berjalan meninggalkan Satlantas.

Beberapa orang memperhatikan kedekatan bapak dan anak itu. Melihat Jason yang mengenakan jas formal lengkap dan Ziva yang mengenakan hijab syar'i, kemeja oversize dan celana kulotnya membuat beberapa orang iri. Mereka sepertinya adalah ayah dan putri yang sempurna dan memiliki hubungan sangat baik.

Masya Allah & AstaghfirullahWhere stories live. Discover now