CHAPTER 9

28 8 0
                                    

Rigel merebah di sofa ruang keluarga, membuka buku novel anak-anak yang ia temukan di kamar lama saat beres-beres. Ia hanya ingin membaca ulang, sudah lupa juga bagaimana kisah si kembar yang menjelajahi hutan dalam buku itu. Belum sempat satu paragraf habis ia baca, pintu depan diketuk dengan irama yang aneh. Akhir-akhir ini banyak yang bertamu ke rumah Lauren. Rigel beranjak dan mendudukkan diri seraya merapikan ikatan rambut panjang bergelombangnya setelah menaruh buku di meja. "Sebentar!" serunya.

"Biar ibu saja."

Rigel menoleh. Ibunya berjalan cepat menuju pintu utama. Lauren sampai rela meninggalkan acara menggosok baju demi membukakan pintu untuk tamu. Apa itu tamu penting yang sudah Lauren janjikan?

Lauren membuka pintu, menatap seorang perempuan dengan jas coklat dan kacamata hitam. Rambutnya digelung simpel dan tingginya didukung high heels hitam. Di belakangnya terdapat dua pria berjas serasi, salah seorang berkulit gelap khas Afrika. Badan mereka kekar, seolah memang telah dititahkan untuk demikian demi menjaga perempuan itu.

"Nyonya Lauren, ada hal penting yang harus kami bicarakan. Tapi kami tidak pernah bisa menghubungi Nyonya. Nyonya tidak pernah membuka email atau mengangkat telepon. Kami ingin meminta bantuan Nyonya Lauren untuk–"

"Stop, stop. Kalian ini siapa?" tanya Lauren bingung. Mereka sama sekali tidak memperkenalkan diri, dan langsung nyerocos tanpa celah. Lauren bahkan tidak mengerti apa yang perempuan itu bicarakan.

Perempuan itu mengeluarkan kartu nama, dan memberikannya pada Lauren. "Itu kartu nama saya saat bekerja di organisasi SCP." Lagi, perempuan itu mengulurkan kartu nama berbeda. "Kartu nama saya sebagai pengacara."

"Lalu?"

"Tentu Nyonya mengenal organisasi SCP. Nyonya pernah bekerja di sana sebelumnya. Saya meminta bantuan Nyonya untuk kembali dan menyelidiki sesuatu. Karena saya yakin, ini ada sangkut-pautnya dengan putri anda, Rigel Lauren."

"Apa? Pria itu berulah?"

"Bukan, Nyonya. Saya tidak bisa menjelaskan rinciannya di sini. Terlalu banyak saksi mata. Saya meminta Nyonya Lauren untuk ikut bersama kami ke markas kecil SCP di kota sebelah. Ini darurat, karena menyangkut lepasnya salah satu anomali."

Lauren membuka mulut dengan terkejut. "Anomali? Bencana apa yang akan terjadi, Tuhan? Anomali ...."

"Ibu? Tidak menyuruh mereka masuk?" Rigel muncul dari belakang.

"Ah, iya. Masuklah dulu. Aku akan bersiap."

Selama menunggu Rigel bersiap, entah mempersiapkan apa, Rigel tidak terlalu mengerti. Rigel menyuguhkan tiga cangkir teh pada mereka. Si perempuan menyesapnya dengan anggun. Dua pria lain tampak tidak terganggu dan melakukan hal yang sama, namun dengan canggung dan kaku.

"Jadi, Ibu ada pekerjaan?" tanya Rigel mencoba menyamankan suasana. Mereka hanya diam duduk di sofa ruang tamu menunggu Lauren mengeluarkan batang hidungnya.

"Ya, Nyonya Lauren adalah pengacara handal. Sangat sulit untuk menghubungi beliau saat ini. Terbilang masih terlalu dini untuk berhenti bekerja, saya yakin Nyonya Lauren bisa sangat sukses sebagai pengacara jika tidak berhenti."

"Hm ... begitukah? Ibu tidak ingin bekerja lagi, dia bilang ingin menikmati hidup dengan melakukan berbagai hobi kecil: Menanam bunga—di gurun pasir—; menulis novel anak-anak; mengisi TTS; atau menjadi pengurus organisasi warga. Lagipula, aku sudah mendapat gaji tetap. Aku bisa hidup dengan uangku sendiri, itu yang membuat ibu bisa lebih leluasa melakoni hobi."

Perempuan itu mengangguk paham, lalu menyesap kembali teh yang tinggal setengah. "Walau begitu, saya masih tidak bisa menerima Nyonya Lauren berhenti. Saya sangat mengagumi Nyonya Lauren, beliau adalah motivasi saya untuk menjadi pengacara. Kau memiliki ibu yang sangat hebat, Nona."

SCP : Protected Asset #1Место, где живут истории. Откройте их для себя