[04] Daichi Sakit Hati

377 27 0
                                    

Sudah sore saat Daichi pulang.

"Tidak ingin menginap saja?" Akira menawarkan.

"Tidak."

"Kalau begitu ... apakah kamu membutuhkan aku mengantarmu pulang?" tanya Akira lagi, sambil mengukur Daichi yang masih agak linglung. Jujur saja, ini adalah pertama kalinya dia melihat Daichi patah hati. Mau tidak mau dia cukup khawatir.

"Aku baik-baik saja." Daichi menunjukkan sedikit senyuman.

"Yakin? Aku takut kamu bertindak sembrono nanti."

"Memangnya aku selemah itu?" Daichi membantah.

Akira menirukan ekspresi wajah Daichi. "Wajahmu terlihat seperti ingin menangis seperti ini."

"Diamlah. Jangan memberikan komentar palsu tentang wajahku!" Daichi melambaikan tangannya. "Aku pergi dulu."

Setelah kebaikannya ditolak dua kali, Akira tidak mengatakan apa-apa lagi.

-

Daichi pun berjalan dengan langkah gontai.

Karena begitu lambatnya langkah Daichi, seiring waktu, langit menjadi gelap dan lampu-lampu jalan mulai menyala. Hari sudah malam tapi dia malah berjalan memutar, bukannya langsung pulang.

Pikiran pemuda berusia 18 tahun itu kosong saat dia melangkahkan kakinya, tidak ingin memikirkan apapun, hanya terus berjalan. Sampai ia melihat seseorang yang dikenalnya tengah berdiri didepan mesin minuman otomatis.

Itu Shuhei Yoshimoto!

"Sial, kenapa aku harus bertemu dengannya di saat seperti ini? Dia pasti akan melihat ekspresi wajah dan auraku yang sedang suram ini!" rutuk Daichi dalam hati.

Jarak antara Daichi dan Shuhei berada hanya beberapa meter, cukup dekat untuk Shuhei menyadari ada seseorang di sekitarnya. Dia berbalik, dan tatapannya yang gelap bertemu dengan ekspresi tegang Daichi.

Daichi yang semula hendak memutar langkah -kabur- pun terdiam karena Shuhei telah melihatnya lebih dulu.

"Akan lebih memalukan bagiku jika kabur setelah dilihat olehnya!" Inner Daichi terus berbisik. "Aku harus bertahan!"

Daichi menuruti kata hatinya, tetap berdiri ditempatnya. Bahkan dia sedikit mengangkat dagunya agar terlihat sombong dan mendominasi.

Namun, raut wajah Shuhei tidak berubah. Dia diam, Daichi juga diam, jadi tidak ada kata yang terucap diantara mereka. Masing-masing dari pemuda populer Sakuraoka Gakuen itu berdiri dengan pandangan lekat pada satu sama lain.

Shuhei lah yang pertama kali mengalihkan pandangan setelah keduanya saling bertatapan entah berapa lama. Dia berjongkok mengambil kaleng minuman dari mesin minuman otomatis, lalu berjalan dengan santai melewati Daichi seolah-olah tidak ada sesuatu yang patut diperhatikan di sana.

Daichi yang dilewati begitu saja, tertegun. Dia berbalik dalam kebingungan, menatap punggung lebar Shuhei sambil menautkan kedua alisnya.

"Dia ini cuek sekali! Tidakkah dia melihat ada aku disini? Mengapa tidak menyapa?" Daichi mengomel. Sedetik kemudian, dia meralat omelannya sendiri. "Oh, tidak, tidak. Karena kami rival, pastinya akan sangat aneh jika dia menyapaku!"

Daichi mengangguk setelah mendapatkan alasan yang dapat diterima oleh pohon dewa chunibyo-nya.

Setelah dia melangkah, beberapa detik kemudian Daichi berhenti lagi. Dia menoleh lagi ke arah Shuhei yang sudah begitu jauh.

"Meskipun kami rival, tapi aku seniornya! Demi sopan santun, harusnya dia menyapaku, kan?! Paling tidak, berikan anggukan sedikit, dong! Hargai senior yang tampan ini!"

Penjara Cintamu Terlalu Menakutkan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang