chapter 23

5.4K 454 25
                                    

~Happy Reading















"Hahahah! Duh mampus! Rasain pembalasan gue!"

Izumi tertawa terbahak-bahak di dalam kamarnya. Wanita itu sangat senang mengingat kembali ekspresi Bara ketika dirinya berkata ingin berpisah. apalagi mengingat senyum jelek Laura yang merasa menang dengan permainan klasiknya itu. Benar-benar menghibur Izumi.

Sebelum sampai di ruangan Bara, sebenarnya Izumi dan Laura sempat bertatap mata. Tetapi anehnya ketika melihat kedatangan Izumi, Laura malah pergi menuju ruangan Bara.

Tentunya, Izumi merasa wanita itu sepertinya belum menyerah. Insting ibu hamilnya begitu kuat hingga Izumi dapat menebak apa yang akan Laura lakukan. Bodoh, ejeknya sembari tertawa lucu.

Tentunya, Izumi tahu Bara tidak berselingkuh. Izumi tahu semua ini adalah rencana Laura yang tidak tahu malu----masih ingin merebut Bara padahal tahu pria itu sudah menikah dan istrinya tengah mengandung anak pertama mereka.

Izumi kira Laura akan menyerah, ternyata wanita itu mengajaknya perang. Oke, jika itu maunya Izumi akan menurutinya.

Sebenarnya Izumi tidak benar-benar serius dengan ucapanya ingin berpisah dengan Bara. Bagaimana mungkin ia rela menjadi janda? Mana mungkin Izumi rela melepaskan Bara yang sempurna begitu saja! Itu hanya sekedar sandiwaranya untuk membalas perlakuan dingin Bara selama enam bulan ini, Juga untuk menjalankan rencananya perihal wanita tidak tahu malu bernama Laura.

"Aduh nak, mommy seneng banget deh!" Pekik Izumi sembari mengelus sayang perut besarnya. Ah...memikirkan apa yang akan ia lakukan selanjutnya mampu membuatnya berdebar-debar.

Ting!

Izumi beralih menatap handphonenya di atas nakas. Wanita itu terkekeh geli saat melihat deretan notifikasi pesan dari Bara. Pria itu pasti tengah kalang kabut sekarang dan Izumi sangat senang.

Memilih abai, Izumi tidak berniat membuka pesan itu apalagi membalasnya. Pesan itu hanya berisi protes Bara yang tidak ingin berpisah dan segala penjelasannya tentang kejadian di rumah sakit tadi siang.

"Rasain Bara sayanggg...kita gantian dulu ya? Kemarin kamu yang dingin ke aku, nah sekarang giliran aku ya?" Monolognya sembari terkekeh senang. Beruntun panggilan telepon dari Bara, tetapi Izumi sama sekali tidak menggubrisnya dan memilih memejamkan matanya dan tertidur pulas.

🥀🥀🥀

Bara berjalan tergesa-gesa memasuki mansionnya. Pria itu sengaja pulang lebih awal untuk menemui Izumi yang salah paham dan berakhir marah padanya. Pesan-pesan yang ia kirimkan sama sekali tak Izumi baca, mampu membuat Bara semakin cemas Izumi benar-benar bersikeras ingin meminta pisah.

Biasanya di jam-jam segini Izumi dan Sovia tengah menonton televisi bersama di ruang keluarga. Tetapi hari ini yang ia dapat hanya adiknya seorang tanpa siapapun di sebelahnya.

Sementara itu Sovia yang menyadari keberadaan Bara sontak menoleh dan terkejut.

"Sovia, kamu liat Izumi?" Tanya Bara terkesan tidak sabar.

"Di kamarnya. Da--dari tadi siang dia belum keluar dari kamar" jawab Sovia tergagap. Wanita itu merasa cukup canggung berbicara dengan Bara, karena sudah hampir setengah tahun mereka tak lagi berbincang bersama dan melakukan perang dingin.

Perasaan cemas, khawatir, dan takut seketika Bara rasakan.

Bara sudah sepenuhnya melupakan hukuman acuhnya pada Sovia. Pria itu sudah tidak perduli dengan apapun kecuali sang istri yang marah. Bara takut menghadapi kemarahan Izumi. Bara takut Izumi akan benar-benar meninggalkannya dan berakhir dengan pria lain. Memikirkannya saja mampu membuat jantung Bara bergemuruh di liputi rasa marah dan tak terima.

"Izumi salah paham sama kakak. Tolong---tolong bantuin kakak jelasin ke Izumi kalo dia cuma salah paham. Please Sov, Izumi mau minta pisah. Kakak enggak mau itu terjadi" jelas Bara dengan mata memerah. Pria itu tanpa sadar bahkan nyaris menangis, membuat Sovia menatap iba kakaknya.

"Kenapa enggak kakak aja? Lebih baik kakak jelasin sendiri dari pada nyuruh aku" tolak Sovia sebelum melenggang pergi meninggalkan ruang keluarga itu.

Bara menatap adiknya tidak percaya. Bagaimana mungkin adiknya terlihat acuh dan terkesan tidak perduli seperti ini? Apa ini balasan untuknya karena sikap dinginnya selama enam bulan belakangan? Jika tahu begini, Bara akan memilih hukuman lain. Sekarang ia tak tahu harus meminta tolong pada siapa. Harapan satu-satunya malah pergi dan tidak perduli. Bara mengacak rambutnya frustasi.

Tanpa Bara sadari, Sovia masih berada di sana. Wanita itu mengintip di balik dinding dengan perasaan bersalah. Izumi sudah menjelaskan padanya, bahwa ia tidak serius dengan ucapanya dan hanya ingin membalas dendam pada Bara. Sovia sudah berjanji tidak akan ikut campur dalam urusan mereka dengan catatan hubungan mereka akan tetap baik-baik saja tanpa adanya perpisahan dan sejenisnya.

Lagi pula Sovia memang tidak bisa membantu Bara untuk menjelaskan apapun pada Izumi. Karena memang Kakak iparnya itu tahu semua ini hanya sebuah rencana dari sosok yang menginginkan kehancuran rumah tangga mereka. Bukan berarti Izumi ingin rumah tangganya benar-benar hancur, tetapi ini adalah salah satu rencana untuk membalas permainan Laura.

Menghela napas panjang, Sovia hanya dapat menatap iba pada Bara yang mondar-mandir dengan gelisah.

"Aku jahat banget enggak sih? Akh!! Tahu ah, pusing" gumam Sovia sebelum meninggalkan tempat persembunyiannya.

Sementara di tempat lain...

"Kok gue kaya cewek murahan gini ya? Berniat menghancurkan rumah tangga orang"

Terlihat Laura termenung di balkon apartemennya.

"Tapi mau gimana lagi? Gue enggak bisa lupain Bara. Kenapa bukan gue aja yang nikah sama Bara? Kenapa harus Izumi? Sialan, gue bahkan rela jadi selingkuhannya tapi dia malah nolak?! Ya, rasain aja. Rumah tangga kalian sebentar lagi hancur! Hahahah"

Laura tertawa bak orang gila. Wanita itu tidak sabar menantikan kehancuran rumah tangga dari pria yang amat di gilainya. Ia terlalu senang dan merasa telah menang hanya karena kejadian kecil tadi siang, tanpa tahu hal besar apa yang tengah menantinya di masa depan.




I'm yours ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang