PROLOG

771 23 2
                                    

HAI! MARI PEMANASAN DULU! VOTENYA DONG!!

JAM BERAPA KALIAN BACA CERITA INI?

ADA YANG DE JAVU GAK?

****

Satu bola besar berwarna oranye memang menjadi sebuah candu bagi seorang anak laki-laki yang tengah memainkannya di tengah lapangan pada siang itu. Anak laki-laki yang masih berumur delapan tahun itu tampak semangat dalam setiap gerak-geriknya yang terlihat lincah dan lihai dalam memainkan salah satu olahraga yang fenomenal di kalangan remaja.

Mata anak laki-laki itu memiliki sorot tajam yang unik, dia berbinar senang ketika berhasil mencetak poin dengan sekali loncatan. Raut wajahnya tampak senang, senyumnya terbentuk dengan sempurna akan adanya bahagia dengan hasil jerih payahnya.

Seorang anak laki-laki dengan semangatnya, ternyata juga memiliki sebuah mimpi yang besar untuk diwujudkan di masa depan. Mimpinya yang ingin menjadi atlet terbaik itu cukup patut untuk diapresiasi, di beri dukungan, dan membantunya untuk terus bangkit dalam menggapai mimpi besar yang hebat itu. "Ayah, Bunda! Leo mau jadi Atlet!"

Adunya kepada kedua orangtuanya. Leo kecil yang tampak riang itu berlari ke arah orangtuanya yang duduk pada sebuah kursi panjang. Dekat dengan taman bermain. Ia kembali mengadu dengan wajah riangnya, "Ayah, ayah, Leo mau jadi Atlet hebat!"

Bocah laki-laki yang dikenal periang itu, mengadu kepada Ayahnya. Ayah yang dia anggap sebagai panutan terbaiknya, heronya, dan sosok ayah yang berperan terbaik untuknya.

"Bagus dong," bukan ayahnya, melainkan bundanya yang menjawab untuk mengapresiasi cita-citanya.

Leo menatap sang ayah yang diam sembari menatapnya lama. Bocah laki-laki itu sedang menunggu jawaban dan dukungan dari ayahnya, namun lama tak kunjung ucapan itu terucap. Leo menunduk, memandangi sepatunya yang kotor karena baru saja berlari menggiring bola dengan kondisi lapangan yang sedikit becek. Lama sekali ia menunggu suara ayahnya terdengar.

"Mau jadi apa?" Tanya Darma, ayah Leo.

"Atlet basket keren!" Sahut Leo dengan semangat, ia yakin ayahnya akan segera memberinya tepuk tangan hebat.

"Cita-cita apa itu? Kamu harus menjadi nomor satu dan tidak tertandingi untuk bisa ayah banggakan di perusahaan nanti, bukan atlet yang nggak berguna seperti itu."

"Buang-buang waktu,"

Spontan, Leo menunduk. Mengepalkan tangan mungilnya marah, dadanya naik turun menahan emosi. Ekspresi riangnya tadi, telah sirna menjadi kecewa yang amat menyakitkan.

Dan bagaimana perasaannya, kala mimpi besarnya diremehkan tanpa ada dukungan?

***

Malam yang berisik, karena suara pepohonan yang tampak bergoyang kala sang angin berembus begitu kencang. Di tanah makam, di atas tanah yang masih basah dengan hiasan bunganya. Lutut lemas itu dibenturkan begitu saja. Tangannya bergerak, mencoba meraih batu nisan yang masih baru dengan nama sosok yang sangat penting di hidupnya. Wajah dengan perban di kepala itu tampak sendu, merah, karena perpaduan antara rasa sedih, menyesal, dan marah.

'Algarka Vergontabara'

Nama sosok pemimpin yang berhasil menciptakan duka di perkumpulan besar yang terhormat itu.

"Nggak lucu bangsat!" Amuk sosok pemilik sorot mata tajam itu. Memukul tanah dengan kerasnya agar emosinya terlampiaskan. Dia Leo. Satu-satunya orang yang tidak tahu kepergian sahabat kecilnya sendiri.

"Kenapa lo nggak nungguin gue sih, Ka?! Setidaknya kalo lo emang mau pergi, tungguin gue sadar! Tungguin sampe gue bangun dari oprasi gila itu!" Leo menangis, menumpahkan semua kesedihan yang memilukan itu di atas batu nisan sahabatnya. Ingin sekali ia berbuat gila, dengan menggali tanah yang sudah menjadi rumah sahabatnya.

Siapapun juga akan menyesal. Sama seperti Leo. Karena disaat - saat terakhir hembusan napas sahabatnya, dia juga mempertahankan nyawanya di ruang oprasi. Dia juga bertahan dengan maksud ingin menemui sahabatnya kembali. "Gue mau ikut keparat! Biar mereka juga nangisin gue! Gue haus kasih sayang bego!"

"Gue nggak punya rumah, lo sahabat gue pergi, sekarang gue mau pulang kemana?" Leo meracau, mengacak rambutnya dengan amat prustasi. Dia kehilangan, tidak ada lagi pemimpin yang ia segani dengan membantu mengomando anggotanya. Tidak ada lagi sahabat yang ia ajak berkeluh kesah seperti sebelumnya. Tidak ada!

"Lo bakal punya rumah baru, dengan jauh lebih baik."

****

INI PEMANASAN DULU YA SAY, LANJUT DEH KE CHAPTER BERIKUTNYA OKE!!!!

JANGAN LUPA FOLLOW

Tiktok : wp :pnieapplerain

Instagram : _gstirnaa

Instagram : avocadomilk297

ABOUT HIM : LEO DIRGAN FALANIOWhere stories live. Discover now