Hagi: Merelakan Semesta

83 15 1
                                    


Manik mata coklat itu terperangah memandang ratusan nebula dan cahaya yang tak ada habisnya. Cahaya-cahaya polikromatik itu terus berpendar pada konstelasi, dan mengeluarkan suara gemuruh yang menakutkan.

Hagi, laki-laki itu berusaha menyadarkan dirinya. Namun sekuat apapun ia bergerak, tak berbuah hasil apa-apa. Tubuhnya melayang bebas di kekosongan ruang hampa.

Setelah menyaksikan pemandangan super aneh tersebut, tiba-tiba tubuhnya ditarik oleh sebuah hisapan misterius. Space warping. Tubuhnya bergerak secepat cahaya tanpa bisa dikontrolnya. Sedetik kemudian, Hagi jatuh terjerembap di sebuah tempat gelap. Sepi, dingin, ia berusaha mencari jalan keluar sampai akhirnya ia menemukan secercah cahaya. Jalan keluar, fikirnya.

Ketika ia berhasil melangkah keluar, entah kenapa ia malah berada di sebuah tempat yang dikenalnya. Tempat dimana terdapat sebatang pohon beringin raksasa yang tumbuh menjulang, lengkap dengan sebuah pondok bambu kecil di bawahnya. Bau hujan, petrichor tercium sangat kuat. Ia pun menengadah ke atas. Langit berwarna jingga dihiasi dengan awan kelabu, menumpahkan gerimis-gerimis kecil yang jatuh menghujani dedaunan dan atap asbes pondok yang reyot itu.

Hagi dikagetkan dengan sebuah tepukan pada pundaknya. Ia menoleh kaget. Ternyata hanya Brian dan Cipeng yang sedang tersenyum padanya... oh sebentar, mereka dengan seragam putih abu-abu?

"Woy!" Hagi mencoba memanggil kedua orang tersebut.

Brian dan Cipeng seakan tak menghiraukan panggilannya. Mereka segera pergi dengan berboncengan motor, meninggalkan Hagi yang tengah kebingungan seorang diri. Deg! Jantung Hagi berdetak cepat. Ia dengan panik menoleh ke sekitar. Suasana ini? Di tempat ini? Tidak mungkin! Hagi memandangi motor-motor yang terparkir di depan pondok dengan tatapan tidak percaya. Lalu dengan cepat menoleh lagi, dan kali ini mendapati beberapa anak berseragam putih abu yang tengah bercengkerama di atas dipan bambu.

"Oit, Gi!"

Hagi terperanjat.

Gak mungkin!

Tak menghiraukan gerombolan tersebut, ia segera berlari cepat, meringsek masuk kedalam pondok. Dan saat itulah, matanya melotot ketika ia melihat  siapa sosok laki-laki muda berseragam putih abu-abu yang tengah duduk diatas kursi panjang warkop, menyapanya dengan senyuman.

"Halo, Gi."

Gigi Hagi bergeremetak. Ia mengepalkan tangannya kuat, sambil mendekati sosok tersebut. Matanya tak berkedip sama sekali, dan tarikan nafasnya terasa berat.

"Kenapa.. lo ada disini, Jar?" tanya Hagi.

Sosok tersebut tertawa.

Hagi dengan perasaan yang bercampur aduk, akhirnya segera duduk diatas kursi panjang kayu yang ada. Matanya tak beralih sedikitpun dari sosok tersebut. Tanpa diminta, Mpok Nah menyajikan segelas kopi susu pesanannya seperti biasa, sambil tersenyum. Namun kali ini Hagi sama sekali tidak menghiraukan kopi susu didepannya.

Ini pasti tahun 2010. Pasti selama ini ia hanya bermimpi panjang. Semuanya hanya mimpi. Fajar masih hidup kan?

"Gue.." Hagi tak sanggup berkata-kata.

Fajar tersenyum.

"...."

"Gimana kabar lo?" tanya Fajar.

Butuh waktu lama bagi Hagi untuk membuka mulutnya saking terkejutnya, tapi akhirnya ia berucap.

"Baik, Jar."

Lagu di radio Mpok Nah mengalun lembut, memutar lagu Fix You milik Coldplay. Begitu membuka mulutnya. Hagi tak henti-henti bercerita di depan Fajar. Tentang kesehariannya di kelas, kepulangan ayahnya dari pekerjaan dinas, kesialan-kesialan yang menimpanya saat berkendara di lalu lintas Jakarta raya, dan hal-hal remeh lainnya. Dan juga, Serin.

Sweet Disposition | Park Jisung [END]Where stories live. Discover now