9. Burnin' Underneath

245 74 30
                                    


"Serene Elizabeth?" Pak Bono dengan kumis tebalnya tiba-tiba sudah berdiri garang di hadapan Serin.

Oh crap. Mati gue!

"Y-ya pak?"

"Kamu daritadi bengong terus. Coba kerjakan nomor lima didepan."

"Sekarang pak?"

"Tahun depan!" Pak Bono menjawab cepat. Sekelas menahan tawa.

Serin dengan takut melangkah maju ke depan sambil membawa buku catatannya. Dengan wajah memelas ia melirik Rico, kalau-kalau nanti ia akan dibantai habis di depan. Siapa tau Rico dengan otak einsteinnya bisa membantu.

Dan.. selesai sudah. Setengah papan tulis penuh dengan penjabaran soal yang barusan Serin kerjakan.

Pak Bono menyilangkan tangannya.

"Jawabannya sudah benar. Kamu kerjain sendiri kan?"

"Ya pak. Tadi malem.." jawab Serin seadanya. '..Tadi malem sama Rico' lanjutnya dalam hati. Ia mengurungkan niat untuk jujur. Lebih baik mencari aman, daripada kena sabet kumis.

Seseorang datang dari pintu kelas membawa nampan berisi kopi.

"Misi kak. Mau nganterin buat Bon- eh Pak Bono maksudnya. Hehe," Jiel cengengesan didepan kelas.

Jiel?

Satu kelas menggigil menahan tawa. Tadi Jiel hampir keceplosan memanggil pak Bono langsung dengan namanya tanpa imbuhan pak.

"Ya, taruh disitu." kata pak Bono dengan wajah tidak peduli.

"Ga saya racun ini lho, pak." Jiel meletakkan segelas kopi dengan hati-hati. "Saya kasih garem tapinya, dikit hehe."

"Ha ha.. Lucu banget emang kamu." pak Bono sarkastik sambil ngetok kepala Jiel pakai penghapus papan.

Serin hanya diam ditempat. Tadi Jiel melewatinya seolah tak ada apa-apa. Tapi setelah dia meletakkan gelas kopi di meja, tiba-tiba matanya terarah pada Serin.

"Eh Kak Serin." Jiel senyum.

Dia berjalan keluar kelas, berbisik di telinga Serin pelan. "Semangat ya. Kalo dia ngamuk iket aja di tiang bendera,"

-//-


Istirahat siang..

Serin menyuapkan sesendok ketoprak ke mulutnya dengan tenang. Tapi Mona malah menatapnya wajahnya lekat-lekat. Serin menjadi tidak nyaman.

"Lo make make up?" tanyanya.

Gadis yang ditanya mengangkat kepalanya.

"Iya. Kenapa deh?"

Mona tersenyum sumringah. Serin hanya memasang wajah polos tak berdosa.

"Gini dong, lo cantik banget!"

"Jadi kemaren-kemaren gue kagak cantik?"

"Ish, nyebelin banget sih lo. Gue muji juga." Mona malah ngedumel. Serin pun tertawa.

"Bagus ga? Bilang kalo aneh," Serin meletakkan kedua tangan dibawah wajah dengan sok cantik.

"Cakep sih, Rin. Tapi gak begitu keliatan masa klo dari jauh."

"Itu tujuannya, Mon." tangkas Serin. "Gua gamau make up tebel-tebel di sekolah yang panas ini. Takut kayak ondel-ondel."

"Kayak gitu ondel-ondel yang dimaksud?" Mona melirik ke seberang.

Serin menoleh.

Dan Serin baru tersadar, Irene sedang menghampiri Jiel dan Jeno yang sedang menunggu pesanan siomay mereka di ujung sana. Gerak-geriknya aneh. Irene terlihat memainkan jari tangannya di rambut dan menunduk malu. Padahal terakhir Serin lihat gadis itu bisa dengan congkak menyilangkan tangan di dada lengkap dengan wajahnya yang menyebalkan.

Jiel terlihat fine-fine saja dalam obrolan itu. Bahkan dia sempat tertawa. Tapi tak berapa lama kemudian matanya menangkap Serin dari kejauhan.

"Oh, kak Serin!"

Serin tersenyum canggung.

Jiel dari kejauhan mengajak Jeno dan Irene untuk duduk bersama di tempat Serin. Ekspresi Irene langsung awkward, tapi akhirnya dia menolak. Jiel dengan langkah lebar jumawa riang gembira menghampiri meja tempat Serin dan Mona duduk. Jeno pun mengikuti di belakangnya.

"Hai," Serin menyapa.

"Hai, kak. Eh, ada kak Mona juga. Kita boleh kan duduk disini?" tanya Jiel.

"Gapapa kok, ada Jeno ini kan? Asal gak jadi nyamuk aja gue," Mona nyeplos.

Serin mencubit Mona dari bawah.

"Kayaknya kita tetep bakal jadi nyamuk deh kak. Bentar lagi cabut yuk?" kata Jeno ke Mona.

"Jen.." Jiel terlihat kesal, tapi tangannya tetep santai meraih botol kecap di ujung meja.

Jeno dan Mona tertawa cekikikan. Serin memijat kepalanya, frustrasi.

Obrolan santai pun berlanjut, sembari mereka menghabiskan makan siang dan sisa waktu istirahat. Beberapa kali Jiel dan Jeno tertawa karena candaan Mona. Serin pun ikut tertawa mencairkan suasana. Tapi, saat mata Serin iseng melirik ke arah meja lain..

Gengnya Irene sedang memperhatikannya.

Irene sendiri, tatapannya juga sedikit aneh. Serin tidak tahu itu pandangan sinis atau.. memang wajah biasanya tiap hari menyebalkan seperti itu.

Tapi intinya Serin merasa tidak nyaman.

"Udah yuk, bentar lagi bel." ajak Serin sambil berdiri perlahan.

"Kok buru-buru amat sih? Masih tiga menit lagi kok." Jiel melihat jam tangannya.

"Yee.. anak rajin kayak Kak Serin tuh jangan disamain kayak lo Ji." ejek Jeno, berakhir dipiting oleh lengan Jiel.

"Yaudah deh, kita cabut ya. Temen gue udah bersabda nih," Mona merangkul Serin.

"Oke deh, kak. See ya," Jiel dan Jeno tersenyum.

-//-




Short chapter ever. A bit busy, might apologize.

To Be Continued.

Sweet Disposition | Park Jisung [END]Where stories live. Discover now